Menjadi "Polisi Masjid"
Oleh: Ilham
(Pembina ABG: Anti Gaul Bebas)
(Pembina ABG: Anti Gaul Bebas)
Hari ini adalah hari kedua ramadhan. Tidak biasanya, saya menyempatkan salat zuhur di masjid dekat rumah orang tua. Tentu dengan mengenakan masker. Masjid Jami Asrah namanya.
Kali ini ada yang berbeda. Di pintu pagar masuk masjid terpampang spanduk berukuran tidak terlalu besar. Di situ tertulis tentang peraturan masuk masjid.
Beberapa peraturan yang saya ingat. Pertama, setiap jamaah yang hendak salat wajib memakai masker. Kedua, jamaah sebaiknya membawa sajadah dari rumah. Ketiga, sebelum masuk masjid, cucilah tangan dengan menggunakan sabun yang sudah siap di depan masjid.
Salat akan segera dimulai. Saya masih mengambil air wudu. Di saat yang sama. Pascamuadzin selesai mengumandangkan ikamah. Sebelum memulai ritual ibadah, imam masjid menyampaikan suatu hal.
"Sebelum memulai salat, sesuai dengan himbauan pemerintah. Jamaah wajib memakai masker. Bagi yang tidak mengenakan masker. Harap memisahkan diri dan salatlah ditempat yang sudah disediakan yakni selasar masjid." Singkat imam mengumumkan.
Dalam hati, saya kagum dan mengapresiasi pengurus masjid. Sepertinya pengurus masjid berubah menjadi polisi dadakan. "Polisi masjid". Aparat keamanan masjid. Tugasnya memberikan keamanan di masjid. Memastikan jamaah dalam kondisi aman, tidak terkontaminasi wabah Covid-19.
Mungkin ini salah satu cara efektif agar sholat berjamaah di masjid tetap terlaksana. Mengingat adanya himbauan pemerintah agar salat di rumah saja. Termasuk tidak melaksanakan salat tarawih di masjid selama Ramadan.
Tidak salah jika beberapa masjid tidak menyelenggarakan salat tarawih berjamaah. Salah satunya masjid Agung Kota Baubau.
Sejak malam pertama ramadan, masjid tersebut tidak melaksanakan salat tarawih berjamaah.
Namun tetap dikumandangkan azan.
Wajar jika akhirnya keadaan tersebut menuai pro kontra. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.
Pertanyaannya, mengapa sebagian umat Islam masih ingin salat di masjid dan menyelenngarakan tarawih? Padahal secara fiqih Islam, salat di masjid tidak berbeda pahalanya dengan sholat di rumah selama berada dalam kondisi darurat yakni adanya wabah Covid-19. Bahkan bisa saja pahalanya besar jika salat di rumah.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ustadz Oemar Mitha ketika ditanya pendapatnya tentang salat di rumah saja.
"Ketika terjadi wabah, diantara hadis yang disampaikan Rasulullah dalam hadis Bukhari, bahwasanya orang yang berada di rumah saat wabah terjadi shobiron muhtasiban, sabar dan mengharapkan pahala dari Allah, akan mendapatkan pahala besar," kata Ustadz yang terkenal dengan dakwahnya di media sosial.
Ada beberapa alasan umat Islam masih ingin salat di masjid. Salah satunya adalah masjid yang berada dalam daerah zona hijau. Tidak darurat dan masih bisa terkendali. Namun demikian, jamaah yang hendak salat harus dalam keadaan sehat, tidak berstatus OTG, ODP apalagi PDP dan tetap berupaya melakukan upaya pencegahan.
Inilah pendapat yang saya ambil setelah menelusuri berbagai sumber tentang boleh dan tidaknya sholat di masjid selama terjadi wabah Covid-19.(*)
Post a Comment