Tamsil Peradaban ½ Lalat
Oleh: Sunarwan Asuhadi
(Ketua MASIKA ICMI ORDA Wakatobi)
(Ketua MASIKA ICMI ORDA Wakatobi)
Masih ingat tema Hari bumi, 22 April 2020?
Iya, tema yang dipilih adalah Protecting the Species. Spesies yang dipilih untuk menjadi simbol yang dilindungi adalah lebah. Demikian tema doodle Google, pada tanggal tersebut.
Spesies lebah dalam ancaman.
Apa ancaman karena ulah Covid-19?
Tentu saja tidak. Tetapi akibat kenaikan suhu panas yang terbilang ekstrem, populasi lebah Bumblebees yang berada di Eropa dan Amerika Utara dikabarkan mengalami penurunan drastis.
Ada sebuah studi menunjukkan kemungkinan populasi lebah hidup di tempat tertentu telah menurun sebesar 30 persen dalam satu generasi manusia (www.cnnindonesia.com, 11/02/2020).
Alhasil, kondisi hewan hebat ini dalam bahaya.
Hewan ini, sejak lama seharusnya sudah menjadi tema bagi manusia. Bukan semata-mata karena konsistensi mempertahankan produksi ekologis bumi. Sebagaimana alasan Google dan Honeybee Conservancy menjelang peluncuran tema doodle Google.
Kenapa demikian?
Dalam Alquran, Allah SWT menyebut beberapa binatang. Menariknya penyebutan beberapa binatang dalam Alquran berhubungan dengan perumpamaan. Bermanfaat untuk manusia yang berakal.
Termasuk lebah disebutkan dalam Alquran.
Bahkan lebah digunakan namanya dalam Surat An-Nahl yang merupakan surat ke-16 dalam Alquran dan berjumlah 128 ayat.
Keistimewaan utamanya adalah menghasilkan madu. Yang berkhasiat untuk melancarkan proses pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, karena kandungannya yang kaya: antibiotik alami, antioksidan, vitamin B1, B2, dan masih banyak lagi.
Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan beberapa sifat lebah yang dapat dicontoh oleh seorang Muslim.
Dari Abdullah bin Amru bin Ash bahwa ia mendengar Rasulullah SAW, bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin seperti lebah. Dia memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik, hinggap namun tidak memecah dan merusak."
Sifat-sifat lebah: hinggap di tempat yang bersih dan menyerap zat yang bersih, menghasilkan yang bersih --memproduksi madu--, tidak pernah merusak --hanya mengambil yang diperlukan, malah membuat tanaman yang dihinggapi subur ---, serta tidak pernah melukai kecuali diganggu.
Bahkan sel manusia mirip dengan sel lebah. Paru-paru manusia terdiri dari sel-sel menyerupai sel-sel penyusun lebah. Jumlah sel dalam paru-paru manusia sekitar 7 juta.
Dengan demikian, sifat-sifat lebah menunjukkan sifat peradaban Islam, rahmatan lil ‘alamiyn. Tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, tapi kepada lingkungannya juga.
Selain lebah, ada beberapa makhluk Allah lainnya, yang diabadikan dalam Alquran. Hewan-hewan tersebut merupakan perwakilan dari sekian banyak makhluk di alam raya ini.
Dengan demikian, kedudukan hewan sebagai tamsil dalam Alquran sarat dengan hikmah untuk manusia.
Misalnya QS. Al-Baqarah: 26, Allah SWT membuat perumpamaan tentang nyamuk.
Kemudian pada QS. Al-Hajj: 73, Allah SWT membuat perumpamaan tentang lalat. Demikian ayatnya:
"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah."
Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa ayat ini berisi peringatan Allah SWT tentang rendahnya berhala-berhala dan kebodohan akal para penyembahnya.
Allah SWT menggunakan perumpamaan dengan menggunakan lalat. Menantang seluruh koalisi keberhalaan: seluruh berhala dan tandingan yang disembah, termasuk pembuatnya, silahkan menciptakan lalat!
Apakah ayat ini dikhususkan kepada generasi lampau, tidak untuk generasi Inovasi Industri 4.0 saat ini?
Termasuk!
Mana itu para engineer? Milenial abad kiwari ini? Yang membuat pesawat terbang? Mana itu ahli artificial intelligence? Inovator industri 4.0? Dan semacamnya atau yang lebih dari itu. Kira-kira demikian, saya menerjemahkan tantangan Allah SWT untuk masa kini.
Silahkan membuat semisal lalat yang kecil itu! Tantangan Allah SWT.
Bagi siapa saja yang tertantang dengan ayat ini, dan berkenan untuk mencoba membuktikan. Silahkan urungkan! Berhentilah! Karena Allah SWT sudah mengunci hasil tantangannya dengan kepastian: “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya.”
Tidak percaya?
Ingatlah bagaimana dengan kegagalan para ilmuwan dari negara-negara maju, yang tertantang melakukan percobaan di Rusia selama lebih dari 10 tahun, dan diikuti oleh 30 pakar biologi dari negara-negara maju untuk turut andil dalam proyek membuat lalat. Lalu, 30 orang ilmuwan atau lebih berkumpul di Rusia dan mengumumkan kegagalan mereka dalam proyek memproduksi lalat (www.republika.co.id, 20/02/2012).
Bahkan, jika lalat itu merampas sesuatu dari manusia, maka tidak akan dapat direbut kembali dari lalat itu. Demikian penegasan dari Allah SWT.
Para peneliti mengatakan, ketika lalat menghinggapi makanan, maka lalat akan mentransfer enzim ke makanan, sehingga kandungan kimia makanan tersebut bisa berubah.
Lalat juga dikenal sebagai vektor penyakit, beberapa studi menyebutkan bahwa lalat dapat mengandung banyak jenis mikroba patogen dalam tubuhnya sekaligus. Sebagian besar patogen pada tubuh lalat adalah bakteri, jamur, virus, dan parasit cacing.
Menariknya, lalat ini telah banyak dijadikan objek penelitian hewan dan genetika, agar ditemukan cara meminimalisasi volume keganasannya dalam memindahkan suatu penyakit.
Hasil-hasil dari penelitian ini menemukan adanya unsur-unsur penghancur mikroba yang terpusat pada salah satu sayapnya. Persis seperti hadis Nabi Muhammad SAW, 14 abad yang lalu:
“Jika lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kalian, maka celupkanlah! kemudian ambillah kembali. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat obat.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa lalat memiliki komposisi bakteri yang berbeda pada kedua sayapnya. Salah satu sayapnya adalah racun, dan sayap lainnya adalah penawarnya.
Jika realitas ini, digunakan sebagai perumpamaan untuk menafsir perilaku peradaban kapitalisme, maka kapitalisme ibaratnya, hanya memiliki sifat pada setengah sayap dari lalat, itupun pada bagian racunnya.
Kenapa?
Ketika ideologi kapitalisme digunakan sebagai ruh tata kelola dunia, maka hasilnya bersifat merusak. Bahkan sifat bawaannya adalah self destructive. Merusak dari dirinya sendiri.
Ketika “menghinggapi” sumberdaya –meminjam istilah pada perilaku lalat--, maka hasilnya akan menyedot manfaatnya sebesar-besarnya, tanpa mempedulikan daya pulihnya. Ia, tidak memiliki obat penawar kesembuhan sumberdaya.
Basisnya memburu pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan produksi sebanyak-banyaknya, dan mengabaikan pemulihan sumberdaya dan distribusi pemanfaatannya secara merata pada warga dunia.
Demikianlah kapitalisme. Awalnya saya ingin katakan kapitalisme sebagai peradaban lalat, tetapi itu kurang tepat. Yang benar, kapitalisme adalah peradaban setengah lalat. Peradaban ½ lalat. Memiliki racun, tapi tak memiliki penawarnya.
Peradaban Islam seumpama sifat-sifat lebah, kapitalisme seumpama ½ sifat lalat.
Ary Ginanjar Agustian mengatakan:
“Mata lebah akan senantiasa mencari bunga meskipun di tempat sampah, sedangkan mata lalat senantiasa mencari sampah meskipun di tempat bunga.”
Silahkan simpulkan sendiri untuk tamsil Islam dan Kapitalisme dari testimoni Ary Ginanjar di atas!(*)
Post a Comment