25 Ramadhan | 3 September 1260; The Fall of Mongols in Ain Jalut
Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin
#TodayinHistory Kekaisaran Mongolia, namanya menggetarkan siapapun pendengarnya di abad pertengahan. Mereka adalah kekaisaran kedua terbesar dalam sejarah dunia, menguasai sekitar 33 juta km² pada puncak kejayaannya, dengan perkiraan penduduk sebanyak di atas 100 juta orang dan menjadi yang paling kuat di antara semua kekaisaran abad pertengahan.
Kekaisaran seluas 17 kali Indonesia itu tak hanya menguasai Asia. Eropa diserang, Nusantara diinvasi dan kota-kota besar dibakar. Di antaranya negeri-negeri seperti Rusia, Ukraina, Moldova, Bulgaria, Hongaria dan sebagian Jerman pun terkena imbas invasi Mongol. Beberapa sejarawan sampai bilang, bahwa jika saja Mongols tidak kehilangan raja mereka —Ogadai Khan— mati, niscaya seluruh Eropa sudah masuk ke dalam kekuasaan Mongol.
Pertanyaannya, siapakah yang mampu menghentikan mereka?
Dalam buku "Ayyamun Laa Tunsa" (Hari yang Tidak Dilupakan) Tamir Badr mengungkapkan bahwa ada satu hari istimewa dimana para sejarawan menganggapnya sebagai titik awal robohnya kekaisaran Mongol. Peristiwa itu terjadi pada 25 Ramadhan 658 Hijriah di sebuah arena tempur bernama Ain Jalut, Palestina.
Sejak tahun 1258, Mongol sudah menyerbu satu persatu kota-kota besar Islam mulai dari Khawarizmia, Bukhara, Khurasan, dan dipuncaki dengan pembantaian Baghdad yang memilukan. Saat itu pusat intelektual ada di negeri Kaum Muslimin, dan Mongol datang menghancurkannya. Membakar buku-buku dan membuang abunya di sungai Eufrat dan Tigris.
2 tahun setelah itu, Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang sudah menguasai seluruh jagat Arabia dan Timur Tengah melihat bahwa sudah saatnya Mongol menyerbu kota-kota besar Islam di Afrika Utara. Namun, ada kabar dari ibukota Kekaisaran Mongol bahwa kaisar mereka -Möngke Khan- mati dan mengundang seluruh keturunan Genghis Khan untuk datang menentukan Khan baru.
Hulagu Khan yang sudah siap menyerang Mesir memberikan tugas memimpin pasukan pada panglima terbaiknya, Kitbuqa Noyen. Ia seorang Mongol yang beragama nasrani dan sangat membenci Islam. Di tangannya, ia akan membawa deru kavaleri Mongol yang terkenal dengan kehebatannya untuk menguasai seluruh padang pasir Afrika Utara. Namun ternyata, ambisinya meradang.
.
Ya, sebab di Mesir ada sebuah kekuatan yang telah dibangun untuk menumpas laju pasukan Mongol untuk menguasai dunia.
.
Mesir saat itu benar-benar panas. Semua orang sedang kalut mendengar ibukota Baghdad hancur dan belum bisa sepenuhnya percaya bahwa saudara-saudara muslimnya dibantai. Sultan Mesir saat itu, Muzhaffar Quthuz merasakan rakyatnya dalam keadaan takut yang sangat. Pasukan Mongol sudah bersiap menyerbu Mesir semua orang tahu bahwa Mongol tidak pernah terkalahkan.
.
Namun Quthuz meminta nasihat seorang Ulama besar Mesir yang kharismatik, namanya Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam. Ulama itu dengan tegas menyatakan kesetiaannya pada Quthuz untuk menghadapi serangan Mongol yang saat itu mitosnya bisa merobek angin dan membantai dengan keji. Namun, Syaikh Izzuddin memberikan satu pidatonya yang membara, "Jikalau bukan kita yang membela Islam, maka siapa lagi?!"
.
Tadinya para jenderal merasa berat berangkat ke medan tempur melawan Mongol, namun semangat Islam menjadi inspirasi mereka untuk bergerak. Karena mereka tahu betul, jika Mesir hancur, maka Dunia Islam akan hancur. Mesirlah saat itu benteng terakhir Kaum Muslimin yang tersisa. Tak boleh ada yang menjebolnya!
.
Berangkatlah 20 ribu pasukan muslimin Mesir di bawah komando Quthuz dan panglima tertingginya, Zahir Baibars. Pada 25 Ramadhan 658 Hijriah bertepatan dengan 3 September tahun 1260 Masehi, bertemulah dua pasukan besar Muslimin dan Mongol diiringi dengan bunyi genderang perang.
.
Kuda-kuda Mongol begitu liar dan bernafsu menginjak lawannya. Pasukan pejalan kakinya terlihat sipit matanya tapi menyimpan bara kebencian mendalam. Matanya menyimpan kekejian setelah membantai rakyat tak berdosa yang sudah tak terhitung lagi jumlahnya.
.
Ingatlah hari ini, 25 Ramadhan di Ain Jalut. Hari dim
ana ketika Kaum Muslimin benar-benar menjadikan iman sebagai perisai utama ketika dunia sempit bagi mereka. Hari dimana kebenaran seakan mustahil menang melawan kebatilan, tapi Allah menganugerahkan Kemenangan telak dengan keperkasaan-Nya. Slogannya adalah "Waa Islamaah", TOLONGLAH ISLAM!
.
Di hari agung itu, panglima Baibars memancing keluar pasukan berkuda Mongol yang terkenal hebat sekaligus kejam kearah lembah sempit sehingga terjebak baru kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut.
.
Berkat taktik ini, Kaum Muslimin berhasil untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia mematahkan laju invasi Kekaisaran Mongol. Bahkan pasukan berkuda Bani Mameluk secara meyakinkan berhasil mengalahkan pasukan berkuda Mongol yang belum pernah terkalahkan sebelumnya.
.
Salah satu hasil dari pertempuran legendaris Ain Jalut adalah bersatunya wilayah Syam dan Mesir dalam kepemimpinan Kesultanan Mamalik Mesir. Dengan bersatunya dua wilayah penting itu, Palestina secara alami kembali terjaga dan Zahir Baibars berhasil menaklukkan satu demi satu benteng yang tadinya dijajah oleh Pasukan Salib yang ternyata juga bekerjasama dengan Kekaisaran Mongol.
.
Allahuakbar! Allahuakbar! Sejarah Ain Jalut memberikan kita semangat untuk bangkit walaupun dunia seakan menghimpit. Sejarah Ain Jalut memberikan kita obat ketika kita merasa lelah dan menganggap kemenangan umat hanyalah cerita pengantar tidur. Nyatanya, Allah akan berikan kemenangan pada mereka yang yakin, berusaha total dan sepenuhnya bertawakal pada-Nya.
.
Referensi :
1. Ayyamun Laa Tunsa, Tamir Badr
2. www.islamstory.com
3. Miah Udzama min Ummatil Islam
Post a Comment