Adidaya Indonesia. Kapan?
Oleh: La Ode Abdul Rahmat
(Aktivis Gema Pembebasan Kota Baubau)
Ketika menyebutkan nama Indonesia, spontan pikiran kita mengarah pada keindahan alam, para pahlawan kemerdekaan, keramahan masyarakatnya, sumber daya alam, dan keaneka ragaman budaya
Di sini kita bisa melihat berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat keindahan alam dan sumber daya alam yang melimpah. Tambang emas, aspal, batubara, nikel, dan lain sebagainya.
Tanah yang subur, kayu dan batu bisa jadi tanaman. Bukan sulap, akan tetapi menggambarkan tanah Indonesia subur.
Dari semua ini kita bisa simpulkan Indonesia adalah negara besar. Berpotensi menjadi adidaya dengan kekayaannya yang dapat mewujudkan kehidupan nyaman untuk masyarakatnya.
Namun ironisnya, masyarakatnya miskin, hidup susah, kesenjangan sosial, tingkat kriminalitas tinggi karena faktor ekonomi. Bahkan melahirkan slogan, hidup susah mati pun susah. Kita berpikir bagaimana cara bertahan hidup. Mati pun keluarga kita berpikir lagi bagaimana cara membayar biaya pengobatan dan pemakaman.
Keadaan ini seakan membatalkan simpulan di atas tentang Indonesia sebagai negara adidaya seakan sebuah ilusi. Pertayaannya, dimana kekayaan alam? Siapa yang menikmatinya?
Membuktikan kerusakan sistem yang diadopsi negara. Sekulerisme yang sedang diterapkan adalah akar masalah, harus segera ditinggalkan.
Sekulerisme adalah sistem yang hanya menguntungkan segelintir kapitalis. Menimbulkan tirani minoritas terhadap mayoritas.
Sudah sepantasnya sekulerisme yang merupakan sistem kufur ditinggalkan. Segera lakukan perubahan, dan melangkah maju.
Menatap ke depan untuk menghadirkan sebuah sistem dan tatanan masyarakat yang akan mewujudkan kesejahteraan. Semua akan tercapai ketika kita menerapkan sistem Islam, yaitu syariah dan khilafah.(***)
Post a Comment