Pembebasan Kota Makkah!
Pada 20 Ramadhan ini, kita sama-sama mentadabburi sebuah momen yang dijadikan model utama bagaimana Kaum Muslimin membebaskan dan memberdayakan, bukan menyakiti dan membalas dendam. Rasulullah ï·º datang dengan kasih sayang, belas kasih dan sama sekali tak membawa kezaliman ketika beliau membebaskan tanah airnya, kotanya. Dan hebatnya, beliau memaafkan mereka yang dulu menyakitinya.
Bagaimana Fathu Makkah bermula?
Pada tahun 6 Hijriah bertepatan dengan 628 Masehi, Kaum Musyrikin Quraish dan Kaum Muslimin menandatangani gencatan senjata 10 tahun yang disebut Perjanjian Hudaybiyyah. Perjanjian ini disepakati oleh pihak Quraisy yang diwakili Suhail bin Amr, dan oleh Nabi Muhammad yang disekretarisi oleh Ali bin Abi Thalib.
Perjanjian ini awalnya terkesan menyudutkan Kaum Muslimin. Orang yang mau hijrah dari Makkah ke Madinah harus dikembalikan ke Makkah, sementara orang yang mau ke Makkah dari Madinah harus ditahan di Makkah dan tak boleh kembali ke Madinah. Ketidakadilan ini membuat Umar sempat protes, namun Rasulullah menenangkannya.
Kesepakatan ini membuat Kaum Muslimin bisa fokus menebar dakwah Islam secara luas ke seluruh kabilah Arabia. Dalam waktu yang singkat, Rasulullah ï·º berhasil menyatukan sebagian besar Jazirah Arab dalam naungan Islam, sesuatu yang tidak diperkirakan oleh Musyrikin Quraisy. Abu Sufyan yang saat itu menjadi pemimpin Quraisy mulai berkeringat dingin. Ternyata kesepakatan Hudaibiyah itu malah berbalik menguntungkan Kaum Muslimin.
Parahnya lagi buat Quraisy, gencatan senjata ini menjadi hangus ketika Banu Bakr, sekutu kaum Quraisy, menyerang Banu Khuza'ah, yang baru-baru saja menjadi sekutu kaum Muslimin. Penyerangan Banu Bakr menjadi kesalahan Quraisy yang memicu hancurnya perjanjian Hudaibiyah di saat-saat yang sangat tidak menguntungkan bagi mereka, dan sangat menguntungkan bagi Kaum Muslimin.
Segera, Banu Khuza'ah segera mengirim delegasi ke Madinah untuk memberi tahu Nabi Muhammad tentang pelanggaran gencatan senjata ini. Mereka mencari bantuan dari umat Islam Madinah sebagai koalisi mereka. Di situlah momen bermula.
.
Setelah insiden itu, Musyrikin Quraisy kelabakan. Bahkan Abu Sufyan datang sendiri ke Madinah untuk bertemu Baginda Nabi Muhammad, mengajukan permohonan untuk mempertahankan perjanjian dengan Kaum Muslimin dan menawarkan kompensasi harta. Namun terlambat, Pasukan Muslimin telah berkumpul dalam kekuatan sangat besar untuk membela Banu Khuza'ah yang diserang oleh Banu Bakr. Walaupun saat itu mereka belum tahu, akan dibawa kemana ribuan tentara muslim itu oleh Rasulullah.
Kaum Muslimin Menuju Makkah
Rasulullah ï·º dan 10 ribu sahabatnya berangkat ke Makkah pada 6 Ramadhan, 8 Hijriah, ada yang mengatakan 10 Ramadhan. Relawan dan bantaun dari suku-suku koalisi Kaum Muslimin bergabung dengan Rasulullah dalam perjalanan sehingga membesar ukurannya menjadi sekitar 10.000 pasukan.
Tahukah kamu? Faktanya, ini adalah kekuatan Muslim terbesar yang pernah dikumpulkan pada saat itu. Rasulullah memerintahkan Kaum Muslimin berkemah di Marruz Zahran, yang terletak sepuluh mil di barat laut Makkah. Rasulullah ï·º memerintahkan setiap orang untuk menyalakan api besar-besar untuk membuat orang Makkah melebih-lebihkan ukuran pasukan. Sebuah strategi jitu untuk mengendalikan persepsi Musyrikin Quraisy bahwa mereka telah dikepung.
Sementara itu, Abu Sufyan bin Harb melakukan perjalanan bolak-balik antara melobi Rasulullah dan ke Makkah, ia masih berusaha mencapai penyelesaian untuk menghindari tertaklukkannya Makkah. Dan pada akhirnya, Abu Sufyan menyatakan keislamannya pada Rasulullah ï·º meskipun saat itu karena dalam keadaan kalah dan terpaksa. Namun begitu, di kemudian hari, Abu Sufyan menjadi pahlawan besar dalam sejarah Islam. masyaAllah.
Secara geografis, Makkah terletak di Lembah Ibrahim, dikelilingi oleh bukit-bukit berbatu hitam yang mencapai ketinggian 1.000 kaki di beberapa tempat dan itu menjadi benteng alaminya. Ada 4 rute masuk melalui celah di bukit, yaitu dari barat laut, barat daya, selatan, dan
timur laut. Dengan cerdasnya, Nabi Muhammad ï·º membagi pasukan Muslimin menjadi empat resimen. Resimen utama dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah dan Rasulullah ada di sana sebagai pemimpin tertinggi semua pasukan.
Resimen Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan untuk memasuki Mekah melalui rute utama Madinah, dari barat laut dekat Azakhir. Sedangkan Zubair bin Awwam diamanahi memimpin resimen kedua yang memasuki Makkah dari barat daya, melalui jalan lintas barat bukit Kudai. Resimen yang masuk dari selatan melalui Kudai berada di bawah kepemimpinan sahabat Ali bin Abi Thalib. Resimen terakhir di bawah Khalid bin Walid ditugaskan untuk masuk dari timur laut, melalui Khandama dan Lait.
.
Taktik ini memungkinkan semua resimen untuk maju secara bersamaan dari semua arah untuk menuju Makkah. Ini akan menyebabkan kebingungan pasukan musuh dan mencegah konsentrasi mereka di satu titik. Alasan penting lainnya mengapa taktik ini dipilih adalah; jika satu atau dua resimen pasukan menghadapi perlawanan keras dan tidak mampu menerobos gerbang Makkah, maka pembebasan dapat berlanjut dari sisi-sisi lain. Ini juga akan mencegah orang Quraisy melarikan diri.
Perintah Rasulullah Selama Pembebasan
Nabi Muhammad menekankan pada para sahabatnya untuk menahan diri dari kontak senjata kecuali jika orang Musyrikin Quraisy menyerang. Kaum Muslimin memasuki Makkah 20 Ramadhan 8 Hijriah. Pembebasan ini berlangsung damai dan tidak berdarah di tiga gerbang. Namun di resimen yang dipimpin Khalid, ia berhadapan dengan orang-orang Quraisy yang melakukan perlawanan keras seperti Ikrimah dan Shafwan, juga Suhail bin Amr.
Mereka mengumpulkan sekelompok orang-orang Quraisy dan menghadapi pasukan Khalid. Puluhan musyrikin Quraisy menyerang para sahabat dengan pedang dan busur. Namun setelah pertempuran singkat, orang-orang Quraisy menyerah setelah kehilangan 12 orang sementara di pihak Muslimin ada 2 pejuang yang syahid.
Detik-detik Sebakda Pembebasan Makkah
Sebelumnya, menjelang Pembebasan Makkah, Abu Sufyan akhirnya masuk Islam ketika dia menemukan bahwa solusi terbaik saat itu adalah menerima Islam. Ketika ditanya oleh Nabi Muhammad, ia mengakui bahwa para dewa Mekah terbukti tidak berdaya dan tak kuasa. Sebagai bentuk penghormatan Rasulullah ï·º pada posisi kenegaraan Abu Sufyan, beliau menyatakan rumah Abu Sufyan sebagai tempat perlindungan karena dia adalah pemimpin Makkah saat itu.
Bahkan dalam perjalanannya, betapa welas asinya Rasulullah ketika beliau menyatakan, "barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan akan aman, dia yang meletakkan senjata akan aman, dia yang mengunci pintu rumahnya akan aman", diabadikan oleh Ibnu Atsir dalam Al Kamil fi At Tarikh.
Di hari mulia tersebut, langit Makkah serasa teduh. Orang-orang merasa aman, dan kemuliaan Islam masuk ke setiap rongga-rongga rumah setiap penduduknya. Berhala-berhala yang mengelilingi Ka'bah serasa menyesakkan. Semua orang akhirnya tahu bahwa berhala itu tak lagi punya tempat di sisi Ka'bah.
Kemudian, bersama dengan sahabat-sahabatnya, Rasulullah mengunjungi Ka'bah. Berhala-berhala sejumlah 350 itu hancur dan dewa-dewa musyrikin dihancurkan. Setelah itu Nabi Muhammad membacakan ayat sembari meruntuhkan patung-patung itu, "Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap." (QS Al Isra 81)
.
Melihat Rasulullah ï·º mengunjungi Ka'bah, orang-orang berkerumun di sekelilingnya. Menunggu apa keputusan yang akan dibuat oleh Sang Pembebas yang dulu mereka zalimi itu. Pandangan Rasul penuh kewibawaan. Sama sekali tak menyiratkan keangkuhan. Beliau bersabda,
.
"Wahai Quraisy, apa pendapat kalian tentang perlakuan yang harus aku berikan pada kalian?"
Orang-orang menjawab, "engkau adalah saudara kami yang mulia, putra saudara kami yang mulia." Dan mereka berkata, "kami mengharap maaf, wahai Nabi Allah. Kami tak pernah memikirkan kecuali yang baik tentangmu."
.
"Aku akan menyampaikan pada kalian dengan kata-kata yang sama dengan Yusuf katakan kepada saudara-saudaranya. Hari ini tidak ada teguran terhadapmu; Pergilah, karena kamu bebas."
.
Referensi
:
1. Al Bidayah wa An Nihayah, Ibnu Katsir
2. Ghazawat Ar Rasul; Durus wa Ibar karya Dr Ali Muhammad Ash Shalabi
3. Al Qiyadah Al Askariyah
Post a Comment