EKONOMI MELARAT KOK "HIP" YANG DIBAHAS?
Oleh : Muhammad Bakri
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 19-25 Juni 2020
Assalim.id - Alasan yang bisa dikatakan sangat pokok (menurut konstitusi) dari kenapa bernegara di republik ini adalah karena ingin meraih kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal tersebut sangat bisa dimaklumi, mengingat keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan di masa yang lalu dirasakan "sangat buruk" oleh rakyat di negeri ini akibat dari kolonialisasi bangsa Barat.
Pada masa setelah kemerdekaan kegiatan pokok untuk mengisi kemerdekaan banyak bertumpu pada pembangunan ekonomi. "Walaupun pembangunan ekonomi terus dilakukan, anehnya angka kemiskinan justru tidak semakin menurun, melainkan semakin bertambah". (Solikatun Dkk., Jurnal Analisa Sosiologi. April 2014, halaman: 72).
Baru-baru ini mencuat perdebatan seputar Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Respon cepat berupa "penolakan" terutama dari "kalangan muslim", karena dianggap sangat kental dengan nuansa "PKI". Menurut pakar filsafat Pancasila Profesor Suteki RUU HIP rawan menjadi "alat gebuk" lawan politik pemerintah.
Namun, jika isu HIP ini ditinjau dari perspektif pembangunan ekonomi ditengah kontraksi ekonomi akibat pandemi, maka mengangkat isu tersebut bukan hanya tidak relevan melainkan "gagal fokus".
Padahal, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) diproyeksikan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia akan bertambah 4,22 juta orang pada tlahun 2020 ini. Sementara jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 2020 diperkirakan akan bertambah 2 juta orang dibandingkan data September 2019. (pikiran-rakyat.com, 12/5/2020).
"Data detail Kemnaker melaporkan tenaga kerja terdampak Covid-19 sekitar 3,05 juta orang per 2 Juni dan memperkirakan tambahan pengangguran bisa mencapai 5,23 juta," ujar Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (3/6). (liputan6.com, 3/6/2020).
Sebenarnya pemerintah telah mengalokasikan sebesar Rp 37,4 triliun dana bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) untuk penanganan dampak Covid-19. Pun demikian cakupan dan besarannya masih dianggap kurang mengcover kelompok rentan, dan masih banyak yang hingga pasca kebijakan PSBB belum juga mendapatkan bantuan.
Pekerja rentan adalah mereka yang bekerja tidak menentu berdasarkan kontrak, jam kerja, jaminan yang tidak menentu, serta lingkup yang tidak menentu (meliputi semua pekerja yang berada dalam ketidakpastian ekonomi).
IGPA MAP - UGM dan Forbil Institute dalam laporan penelitian bertajuk: "Melindungi Pekerja Rentan di Masa (dan Pasca) Pandemi Covid-19", hasilnya, semua responden pekerja rentan yang diwawancarai, mengaku omset pendapatan hingga penghasilan hariannya turun drastis. Akhir dari pandemi yang masih belum menentu, membawa mereka pada kecemasan yang mendalam tentang kehidupannya ke depan.
Inilah yang semestinya menjadi fokus perhatian agar dicarikan jalan penyelesaiannya, bukan malah "gagal fokus" dengan mengangkat isu yang berpotensi menyulut "kericuhan sosial". Hari ini rakyat menanti agar kembali bisa beraktivitas menghidupi perekonomiannya.
Sayangnya, penyelesaian yang gesit dan responsif atas persoalan rakyat sangat jarang kita jumpai, terkhusus pada masyarakat yang saat ini menganggap "benar" solusi-solusi kapitalisme. Padahal, aturan-aturan yang kapitalistik telah nyata terbukti hanya akan memperpanjang sejarah "ketimpangan dan kemiskinan" di negeri ini.
Kalau mau jujur, masif-nya kredo mengatasnamakan Pancasila akhir-akhir ini, hasilnya sangat tidak berbanding lurus dengan produk aturan pengelolaan ekonomi yang justru kapitalistik . Sehingga harapan untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan "bagai jauh panggang dari api".
Jelas sekali bahwa bangsa ini sangat membutuhkan solusi yang paripurna untuk menyelesaikan berbagai masalahnya. Solusi itu ada pada sistem Islam. Karena, Islam sebagai "sistem kehidupan" telah terbukti berhasil berpuluh abad lamanya mengantarkan kehidupan umat manusia pada taraf "kemakmuran" yang tinggi meliputi dua pertiga dunia.
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu". (QS. Al Anfal: 24).
Selain gesit dan responsif dalam menyelesaikan persoalan masyarakat, tentunya sistem Islam yang diterapkan secara totalitas (kaffah) akan menghantarkan masyarakat pada suatu yang memberikan kehidupan, berupa terwujudnya keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Sebaliknya, upaya "menggebuk" para pejuangnya adalah kesalahan terbesar bagi negeri ini.
Wallahu a'lam. []
Post a Comment