WAJAH NEW NORMAL DI TENGAH PERANG KEPENTINGAN KOMUNISME & KAPITALISME
(Catatan Diskusi Tokoh, 4/6/20)
Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. PAMONG Institute)
Awal Juni ini, penulis hadir
dalam sebuah diskusi para tokoh. Diskusi ini dilaksanakan di tengah merebaknya
wabah corona sehingga diselenggarakan secara on line. Tema yang dibahas kali
ini, “New Normal di tengah ancaman Pandemi dan oligarki”
Wabah corona telah melanda dunia.
Sebagian manusia tersadar dan bertobat, berubah jadi orang baik dan sholih.
Namun para pelaku kezaliman tetap tegar pantang menyerah. Mereka tetap saja
melakukan kezaliman. Bahkan meningkatkan kezalimannya. Mereka terus memutar
otaknya agar bisa meraup untung sebesar-besarnya dari situasi ini.
Di tengah wabah corona, mereka
yang berbuat zalim atau para “ZALIMER” justru memanfaatkan situasi untuk meraup
untung sebesar-besarnya. Cara paling efektif adalah menunggangi negara. Mereka
paham betul bahwa negaralah satu-satunya institusi yang bisa “memaksa” seluruh
warganya untuk tunduk melaksanakan kebijakannya. Akan ada aparat negara yang
dijalankan oleh rejim pemerintahan untuk melaksanakan kebijakan itu. Bahkan
mengawasi dan memaksa, termasuk menghukum bagi yang melanggar.
Para Zalimer sangat paham bahwa
pembuat kebijakan negara tersebar dalam tiga lembaga; eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Oleh karenanya mereka menyusup pada sendi-sendi pemerintahan itu.
Kepentingan mereka menemukan jalan mulus melalui pesta demokrasi. Dalam pesta
demokrasi inilah bertemunya kepentingan politik dari kalangan politisi dan para
investor politik.
Ditengah wabah corona ini para
Zalimer telah sukses mendapatkan manfaatnya. Telah disahkannya Perppu 1/2020
menjadi UU no. 2/2020, Perpres BPJS, UU Minerba, dll. Kebijakan ini menuai
kritik publik karena dinilai sangat pro Kapitalis dan menguntungkan mereka, di
sisi lain merugikan kepentingan rakyat dan negara. Selanjutnya, muncul pula RUU
HIP. Kali ini dugaan publik bergeser, jika RUU sebelumnya pro Kapitalis, RUU
kini diduga pro Komunis.
Jika kita cermati, RUU yang
muncul di era corona ini nampaknya ada muatan kepentingan yang pro Kapitalis
dan pro komunis. Tidak muncul RUU yang pro Islam atau pro rakyat. Maknanya
negara ini sedang terancam dari dua ideologi besar yakni Kapitalis-sekuler dan
sosialis-komunis. Mereka terus bekerja sambil menuding dan memfitnah islam
sebagai ideologi radikal, teroris, intoleran, dll.
Ada beberapa indikasi RUU itu pro
Kepentingan para kapitalis juga yang pro kepentingan Komunis diantaranya;
PERTAMA; indikasi Perppu 1/2020
Pro Kepentingan Kapitalis; Publik menyoroti perpu ini terutama adanya dugaan
kekebalan hukum terkait Pasal 27 Perppu 1/2020 ayat 1, 2 dan 3. Dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan
perekonomian dari krisis bukan kerugian negara, pejabat pemerintah terkait
pelaksanaan Perppu tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika
melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik, dan segala keputusan berdasarkan
Perppu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara.
KEDUA; indikasi UU Minerba
berpihak kepada Kapitalis sulit dihindarkan. Ekonom Senior Faisal Basri
mengatakan ada indikasi menyelamatkan bandar tambang. “Ini elite pesta pora di
tengah kondisi seperti ini. Mereka menyelamatkan bandar tambang batu bara
dengan UU Minerba," kata Faisal dalam diskusi virtual ILUNI UI, Rabu
(13/5/2020). Direktur IRESS Marwan Batubarat mengatakan, harusnya BUMN-lah yang
diberi mandat mengelola wilayah-wilayah tambang sebagaimana amanat Pasal 33 UUD
1945 dan perintah UU Minerba No.4/2009.
KETIGA; kebijakan menaikan Iuran
BPJS di saat rakyat dilanda wabah corona dan banyak yang kehilangan pekerjaan
menunjukan kebijakan ini tidak pro rakyat dan cenderung pro kapitalis.
Kesehatan dijadikan sebagai komoditas ekonomi, oleh karenanya diperdagangkan.
Liberalisasi memang menuntut penghapusan terhadap proteksi negara termasuk di
bidang usaha kesehatan. Pelayanan kesehatan yang semula berorientasi kepada
sosial-kemanusiaan kini menjadi komersil. Padahal menurut konstitusi,
pemerintah harus memberikan jaminan kesehatan sebagai hak dasar warga negara.
KEEMPAT; Munculnya RUU HIP
(Haluan Ideologi Pancasila) ini dinilai oleh publik sangat aneh. Ia membahas
Pancasila namun dalam konsiderannya justru tidak memuat Tap MPRS No.
XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, Organisasi Terlarang, dan Larangan
Menyebarkan dan Mengembangkan Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme. Ini yang
membuat publik menduga ada muatan kepentingan pro komunis.
Draft RUU HIP ini terdiri dari 10
Bab dan 60 Pasal. Merupakan inisiatif DPR yang kini di pimpin oleh Puan
Maharani (PDIP). Di sisi lain, RUU ini dibahas oleh Panja (panitia Kerja) yang
dipimpin juga oleh politisi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka. Nampaknya, RUU ini
terjadi di Rezim yang dipimpin oleh Presiden (dari PDIP), Menkumham (dari
PDIP), Ketua DPR (PDIP) ketua Panja (PDIP). Jadi sulit dihindari dugaan publik
bahwa dibalik RUU ini PDIP punya banyak peran.
RUU HIP ini diduga “Mengubah”
Konstitusi Negara. Karen ia menjadi pedoman dan haluan negara. Pasal 1 ayat 3
menempatkan UU ini setara dengan UUD (Konstitusi). "Haluan Ideologi
Pancasila adalah PEDOMAN bagi cipta, rasa, karsa dan karya seluruh bangsa
Indonesia…
Pada Pasal tersebut dapat juga
dinilai ‘setara’ dengan UUD (konstitusi), karena terdapat frasa ‘PEDOMAN’ bagi
cipta, rasa, karsa dan karya seluruh bangsa Indonesia…
Sedangkan Pasal 6: 1, 2
menunjukkan upaya untuk mengganti Pancasila sesuai kesepakatan para pendiri
bangsa pada sidang PPKI tgl 18/8/1945 dengan konsep Pancasila yang diajukan
Bung Karno dalam pidato sidang BPUPKI 1/6/1945.
Pada pasal 7: 1,2,3 Menjadikan
CIRI POKOK Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial. Pada ujungnya,
ciri pokok Pancasila adalah Ekasila yakni Gotong Royong. Pasal Ini dapat
diartikan mengubah Pancasila menjadi Ekasila.
Hal yang juga berbahaya dari RUU
HIP ini adalah menggusur Peran Agama dan Menolak otoritas Tuhan Yang Mahakuasa.
Posisi agama hanya disejajarkan dengan rohani dan kebudayaan (Pasal 22). RUU
ini sudah terlalu jauh masuk ranah keimanan bahkan melecehkan kekuasaan Tuhan.
Bagaimana mungkin diantara Ciri Manusia Pancasila yang beriman dan bertakwa itu
harus "MENURUT DASAR" KEMANUSIAAN yang adil dan beradab. Jadi ukuran
keimanan dan ketaqwaan harus didasarkan pada otoritas dan standar pendapat
manusia. (Pasal 12 ayat 3)
Walhasil, di era wabah corona dan
kebijakan NEW NORMAL, diduga kuat adanya aroma peperangan ZALIMER yang pro
kepentingan Kapitalis dan pro komunis. Poin 1-3 terindikasi RUU yang memuat pro
Kaptalis. Sedangkan pada poin 4 nampaknya ada aroma kepentingan pro komunis.
Yang menyedihkan adalah di tengah
wabah corona, di negeri yang mayoritas muslim ini tak muncul RUU dan kebijakan
yang pro Islam. Justru yang ada adalah fitnah dan tudingan sebagai Radikal,
teroris, intoleran, dll. Dan yang memprihatinkan, ada dua ideologi besar dunia
sedang berebut kepentingan di Negeri ini.
Wajah New Normal nantinya sangat
dipengaruhi tarik-menarik kepentingan ideologi Kapitalis dan komunis di negeri
ini. Akankah New Normal, lebih berwajah Kapitalis dengan kekayaan alam dikuasai
para kapitalis ataukah lebih berwajah komunis? Waktu jua yang menjawabnya.
Selagi ada waktu, kita berdoa
semoga Allah menjaga kita dan negeri ini dari tangan-tangan jahat yang akan
menghancurkannya. Aamiin.
NB; Penulis pernah belajar
pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta
MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.
Post a Comment