Impor (Makin) Hebat, Nasib Petani Habis Terbabat
Oleh: Eka Dwi Novitasari
Pandemi Covid-19 masih terus merebak. Meski telah digaungkan tatanan kehidupan baru, hidup berdamai dengan virus tak kasat mata ini, korban terpapar kian berjatuhan.
Angkanya hampir tiga ribu jiwa telah wafat akibat terserang Covid-19. Selain korban jiwa, wabah Covid ini juga telah mengoyak habis sektor ekonomi. Kehabisan akal, negeri yang kaya akan sumber daya alamnya ini memilih impor. Era pandemi, impor malah makin menghebat.
Seperti dilansir cnnindonesia.com (23/06/20) bahwa impor gula masuk ke Indonesia bersamaan musim giling tebu petani. Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) memprediksi harga jual gula petani akan tertekan.
Pada awal puasa, gula masih laku Rp12.500 sampai Rp13.000/kg, namun saat ini harganya sudah turun menjadi Rp10.300/kg. Jauh di bawah biaya produksi yang sesuai perhitungan APTRI biaya pokok produksi (BPP) gula tani tahun 2020 rata-rata sebesar Rp12.772/kg.
Sekretaris Jenderal DPN APTRI, M. Nur Khabsyin mengatakan bahwa stok gula impor yang terus berdatangan sedang produksi gula lokal terus berlanjut. Pedagang jadi enggan membeli gula petani mengingat masih memiliki stok gula impor.
Tak hanya itu, impor bahan pokok lain pun sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya, bawang diimpor puluhan ton. Bahkan telah tercatat impor bawang putih yang sudah masuk ke tanah air mencapai 48 ribu ton (katadata.co.id, 23/04/20).
Padahal setahun lalu narasi larangan impor itu gencar digaungkan. "Bagaimana mungkin kita masih senang impor, padahal neraca perdagangan kita defisit, current account deficit (CAD) kita masih defisit. Kok kita masih hobi impor? Kebangetan banget," begitu kata Presiden Joko Widodo (kbr.id, 6/11/19)
Bagaimana Nasib Petani?
Negeri zamrud khatulistiwa, kaya akan sumber daya alam. Bahkan kayu dan batu pun bisa jadi tanaman, seperti bait lagu yang dulu pernah mahsyur. Agaknya sangat imaji jika negeri yang digelari tanah surga ini justru lebih menyukai impor dibanding mengolah hasil tanahnya sendiri. Lalu apa sisi baik dari impor?
Ketahanan pangan yang dibangun oleh suatu negara dengan banyaknya stok pangan menjadi tanda keberhasilan negara di bidang industri pertanian. Namun pangan berhasil tak sekedar dilihat dari kuantitas pasokan bahan dan hasil produksi, tapi juga kualitas pemroduksi. Dalam hal ini kesejahteraan petani. Namun dengan impor, apakah petani makin sejahtera?
Dengan dalih untuk mempertahankan komoditas pangan, kebijakan impor tampaknya makin menyengsarakan petani. Betapa tidak, di tengah sibuknya petani menggiling tebu untuk menghasilkan gula berkualitas, negara malah mengimpor. Lalu hasil panen petani tersebut mau dibawa kemana? Bahkan pedagang pun enggan membeli.
Sungguh malang nasib petani, dikala importir menikmati, petani dapat ampasnya saja. Nasib petani habis terbabat. Simbol ketahanan pangan, alih-alih petani sejahtera malah merana.
Sebenarnya kebijakan impor ini tidak hanya berdampak pada petani secara khusus, bahkan dalam skala nasional. Sebab dengan terbukanya pintu impor maka devisa negara yang dikeluarkan akan cukup besar. Tentu akan ini akan memberikan keuntungan kepada importir.
Padahal bahan pangan adalah kebutuhan pokok seluruh rakyat, tak hanya petani. Jika negara terus dikendalikan importir, nasib rakyat akan terancam. Harga pasar disetir oleh importir, akibatnya rakyat akan kerepotan mengakses bahan pangan.
Jikalau negara mau mengolah sumber daya alam sendiri, tentu negara bisa mandiri membangun perekonomian tanpa intervensi negara lain melalui kebijakan impor. Namun lagi-lagi kebijakan yang ditetapkan selalu saja tak mementingkan maslahat rakyat, justru berat kepada kaum kapitalis.
Fakta tersebut menunjukkan negara tak punya visi ketahanan pangan yang kokoh, sebab pangan masih digantungkan dengan kebijakan impor. Padahal sebelum dan setelah ditetapkan impor, kondisi ekonomi rakyat tak terlihat berbeda. Rakyat masih saja tak mampu menggapai kebutuhan pangan yang memadai. Sungguh, ini semua terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler, kepentingan rakyat tergadaikan oleh kepentingan kaum kapital.
Islam Solusi Tuntas
Tentu saja islam jauh berbeda dengan kapitalisme. Islam memperhatikan hajat hidup rakyat. Islam yang bersumber dari pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Dialah Allah SWT. Aturan dari-Nya tentu tak akan salah. Islam hadir untuk mengatur semua lini kehidupan, begitu juga bidang pertanian. Para petani berada pada posisi sangat mulia dalam islam. Betapa tidak, Allah dan Rasul-Nya yang langsung menjamin.
Allah berfirman yang artinya:
"Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. Agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur?" (QS. Yasin:34-35).
Demikian juga dalam sabda Rasulullah SAW:
"Tiada seorang muslim pun yang bertani atau berladang lalu hasil pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia ataupun binatang melainkan bagi dirinya daripada tanaman itu pahala sedekah” (HR. Bukhori).
Dalam islam, negara perlu menerapkan regulasi untuk menjamin kestabilan pangan. Pertama, membangun kemandirian pangan dengan meningkatkan produksi pertanian. Misalnya dengan memberikan bibit unggul kepada petani. Selain itu, negara mendorong pembukaan lahan baru untuk dikelola oleh rakyat. Negara meminjamkan lahan atau bahkan memberikannya secara cuma-cuma jika memang pemilik lahan tak mengurusnya. Ini dilandasi oleh hadis Nabi:
"Siapa saja yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya. Apabila dia menelantarkannya, maka hendaknya tanah tersebut diambil darinya" (HR.Bukhori).
Kedua, memastikan mekanisme pasar berjalan sehat dan baik. Dengan cara melarang dan menghilangkan distorsi pasar, seperti penimbunan barang atau pengendalian harga secara tidak wajar. Jika ditemukan ada yang menimbun barang atau mengendalikan harga seperti para importir, maka negara akan bertindak tegas.
Ketiga, mengontrol penawaran dan permintaan. Dengan menyerap barang saat kelebihan penawaran, membeli lalu menyimpannya di gudang penyimpanan. Sebaliknya, memasok barang ke pasar saat terjadi kelangkaan, dengan mengeluarkan barang dari gudang atau didatangkan dari daerah surplus. Dengan begitu, tidak akan terjadi kenaikan harga mendadak sebab kelangkaan pangan.
Demikianlah seperangkat aturan islam yang mengatur permasalahan ekonomi, utamanya bidang pertanian.
Islam akan memberikan kesejahteraan bagi petani khususnya, dan rakyat umumnya baik itu muslim maupun nonmuslim. Tentu jika islam diterapkan secara sempurna, ekonomi akan stabil dan bukan tidak mungkin ketahanan pangan pasti bisa terwujud.
Bukankah Allah sudah menjanjikan itu? Allah berfirman:
ÙˆَÙ…َآ اَرْسَÙ„ْÙ†ٰÙƒَ اِÙ„َّا رَØْÙ…َØ©ً Ù„ِّÙ„ْعٰÙ„َÙ…ِÙŠْÙ†َ
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya:107).
Wallahualam bissawab.(*)
Post a Comment