Lemahnya Ketahanan Keluarga di Era Digital
Oleh: Nurdalena, S. Pd. (Pendidik dan Pemerhati sosial)
Setiap keluarga menginginkan keluarga yang harmonis, penuh ketenangan dan kasih sayang. Meski terkadang tidak sesuai harapan. Munculnya berbagai permasalahan memantik percekcokan, bahkan tidak sedikit yang berakhir pada perceraian.
Perceraian tak lagi tabu di negeri ini. Semakin hari angka perceraian semakin tinggi. Seolah perceraian menjadi satu-satunya solusi dari peliknya permasalahan rumah tangga. Berbagai berbagai penyebab tingginya angka perceraian menyeruak. Salah satu yang menjadi penyebab adalah perselingkuhan yang bermula dari media sosial. Tak hanya terjadi di kota-kota besar, bahkan di daerah-daerah pun menghadapi masalah yang sama.
Sebagaimana di Lansir dari Zona Sultra (15/7), di Tahun 2020 kasus perceraian di Raha kabupaten muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) disebabkan oleh media sosial mencapai 70%. Keretakan rumah tangga berawal dari terlalu aktif di media sosial, lalu berujung pada perselingkuhan.
Lemahnya Ketahanan Keluarga
Perceraian akibat media sosial bukan hal baru di negeri ini. Mudahnya akses komunikasi yang tak dibarengi dengan aturan pergaulan yang benar, justru menjadi bumerang bagi ketahanan keluarga.
Menurut Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hudaniah, media sosial cukup berperan besar dari munculnya ketidaksetiaan pada pasangan. Berawal dari pertemuan di group-group alumni di media sosial tanpa ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan, menumbuhkan benih-benih cinta lama bersemi kembali (CLBK). Berlanjut saling like dan komentar di media sosial, lalu mulai berani menyapa di inbox, hingga bertukar no handpone. Mulai saling berkomunikasi via telpon, diam-diam bertemu, berakhir pada perselingkuhan dan perzinahan. Ujung-ujungnya ketahanan rumah tangga dipertaruhkan.
Hudan menambahkan bahwa secara psikologis sebagian besar orang akan merasa bangga jika disukai banyak orang, dan rasa itu semakin meningkat ketika sudah memiliki pasangan. Ditambah lagi dalam berumah tangga ada saja celah konflik muncul. Tidak adanya batasan pergaulan membuat banyak suami atau istri curhat pada lawan jenis, sehingga memunculkan rasa nyaman hingga ketertarikan fisik hingga ketertarikan seksual.
Tidak adanya filter keimanan dalam membangun komunikasi dan pertemanan dalam bermedia sosial menjadi salah satu faktor runtuhnya ketahanan Keluarga. Fenomena ini terjadi akibat kehidupan sekuler yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Agama hanya dicukupkan untuk mengatur urusan ibadah ritual saja, sementara pergaulan sehari-hari jauh dari batas-batas agama.
Laki-laki dan perempuan bebas bergaul bahkan yang sudah berkeluarga sekalipun. Pertemanan laki -laki dan perempuan dianggap hal yang wajar. Sementara di dalam rumah tangga banyak suami istri yang tidak memahami hak dan kewajiban mereka sebagai suami istri.
Ketidakharmonisan dalam hubungan suami istri, kurangnya pemahaman suami sebagai kepala rumah tangga yang mampu memberikan rasa aman pada keluarganya. Begitupun sebaliknya kurangnya pemahaman terkait kewajiban sebagai seorang istri yang mampu memberikan ketenangan menjadikan pembenaran bagi pasangan suami istri untuk mencari ketenangan di luar rumah. Selingkuh pun dijadikan pilihan, memantik perseteruan hingga berakhir pada runtuhnya mahligai keluarga.
Perkara Halal yang Dibenci
Perceraian adalah solusi bagi pasangan suami istri yang sudah tidak mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga. Di dalam Islam perceraian dibolehkan meskipun dibenci oleh Allah swt. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw, bersabda:
“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak.” (HR. Abu Daud)
Meskipun dibolehkan dan merupakan solusi bagi pasangan suami istri Tapi bukan berarti lantas Islam mengizinkan untuk bermudah-mudah dalam memutuskan perceraian. apalagi jika kasus perceraian terus meningkat, tentu bukanlah hal yang wajar lagi. Maka sudah seharusnya dijadikan bahan perenungan dan dicarikan solusi.
Suami istri harus memahami bahwa pernikahan adalah mitzaqon ghaira (perjanjian yang kuat) dan merupakan ibadah. Sebuah ikatan yang menuntut tanggung jawab baik bagi suami maupun istri. Untuk itu suami istri harus memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pasangan. Rumah tangga yang dibangun atas ketaatan kepada Allah akan mampu terhindar dari badai prahara.
Begitupun di luar rumah, suami istri harus tahu batasan dalam pergaulan. Menjaga kehormatan diri dan keluarga dengan menerapkan pergaulan hidup dalam Islam. Menghadirkan rasa takut melanggar aturan Allah dan menghindari pertemanan lawan jenis meski hanya di media sosial, bisa mempersempit peluang terjadinya perselingkuhan.
Jika aturan Islam berupaya diwujudkan baik dalam rumah tangga maupun dalam pergaulan, tentu setiap pasangan akan berupaya maksimal mempertahankan ruamh tangganya. Pernikahan bukan hanya tentang cinta saja, namun berkaitan erat dengan kualitas generasi mendatang. Karena keluarga yang kuat akan melahirkan generasi yang kuat juga.
Untuk itu sudah saatnya kita mengembalikan pengaturan hidup kepada aturan Allah. Baik dalam membangun bahtera rumah tangga maupun dalam aspek kehidupan yang lain. Setiap pasangan memiliki kewajiban membangun ketahanan keluarga syang kuat. Senantiasa mengikatkan diri dengan aturan Allah akan melahirkan keberkahan. Keluarga adalah benteng terakhir yang harus dijaga sehingga mampu melahirkan generasi yang gemilang dan membawa pada kegemilangan negara.
Wallahualam bissawab.(*)
Post a Comment