POSITIF, PRODUKTIF DAN KONTRIBUTIF (Bukan sekedar berduka, tetapi juga membangun kesadaran umat)
Oleh: JusminJuan (KASTRA GEMA Pembebasan Kolaka)
TERCENGANG!
Warga net baru-baru ini digegerkan sebuah ledakan besar di Libanon pada Selasa (4/8/2020) yang memunculkan banyak pertanyaan dan kontroversi diantara mereka. Apa penyebab ledakan tersebut masih menyisakan banyak pertanyaan dan tidak segera jelas diketahui.
Sebagaimana yang dilansir Kompas.com, sebagian oknum mengatakan penyebab ledakan memiliki hubungan dengan sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang disita dan disimpan di gudang selama enam tahun. Sedangkan kalangan lain mengatakan ada sangkut-pautnya dengan Israel yang dihubungkan mirip ledakan di Hiroshima.
Tidak hanya itu komentar Netizen mengerucut atas tanggapan politisi Israel Moshe Feiglin mengucapkan syukur kepada Tuhan bahkan tragedi yang menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan orang lainnya disebut hadiah dari Tuhan untuk Festival Yahudi; Tu B'Av, sebuah festival Cinta. (Terkini.id, Beirut)
Setidaknya 4.000 orang disekitar pelabuhan terdampak ledakan dan 137 orang meninggal dunia akibat dentuman amonium nitrat yang meledak. Menurut Akbar (Jurnalis Kompas.com ) saat ini tagar #PrayforLebanon telah dituliskan sebanyak 171.000 tweet. Sementara itu, tagar #Beirut telah disuarkan oleh penggunaan di Twitter sebanyak 2,74 juta hingga kompas news merilis berita tersebut.
Urgenkah menyiarkan berita Ledakan di Libanon tersebut? Cukupkah hanya dengan mercusuar data-data valid itu ditempel dan disharing kebanyak media tanpa filter? Pentingkah? Seberapa banyak mereka memiliki sikap peduli yang notabene hanya seperdua bagian yang mencatut filter!
TERLUPAKAN!
Sebaliknya, seperti yang dilansir CNBC Indonesia beberapa waktu lalu Netizen ramai memperbincangkan mengapa Palestina hilang dari Maps. Salah satu yang mempermasalahkan ini adalah pemilik akun facebook Palestine International Broadcast.
Ia menuliskan Palestine telah dihapus dari Google Maps dan Apple Maps lalu mengaitkan pencaplokan Israel dan melampirkan tangkapan layar kedua peta digital. Hingga berita tersebut menyebar ke Indonesia kemudian menjadi perbincangan hangat akhir bulan kemarin.
Belum lagi kontroversi Film JKDN yang akan tayang 1 Muharram (20/8) nanti atau sekali-kali like video di Cokro TV. Kalau diperhatikan saat kebenaran timbul kebatilan mulai tampak nyata. Dikala inilah seorang pengemban dakwah harus sigap dalam melakukan filtrasi informasi agar tidak terbawa arus provokasi oleh banyak pengguna media yang tidak bertanggungjawab. Akhirnya menjerumuskan kita kebanyak kasus saling tuduh, menghujat bahkan kafir mengkafirkan.
Mengolah Informasi Untuk Membangun Kesadaran Umat
Informasi memang memiliki kekuatan mengubah. Bahkan pada abad ke-21 informasi diyakini lebih kuat dibanding kapital, lebih kuat dari senjata, bahkan lebih kuat dari tenaga berjuta manusia.
Informasi mengubah cara pandang seseorang, mengubah bias pemikiran dan pemahaman. Jika tidak dilakukan filtrasi terhadap informasi juga tidak dipilah apakah informasi tersebut akurat, justru menyebabkan kesalahpahaman diantara pembaca. Sehingga dia harus memilah sumber informasi yang tepat, menggunakan akal sehatnya untuk menilai, apakah informasi tersebut layak diteruskan atau dibuang saja.
Dalam buku "30 JURUS Mengubah Nasib" karya Prof. Dr. -Ing. H. Fahmi Amhar, dituliskan bahwa secara alamiah, informasi itu ada tiga jenis:
Pertama, ada Informasi yang bersifat objektif/induktif, tidak tergantung siapa yang bicara, tetapi dapat dinilai dari logika di dalam informasi itu sendiri. Ini biasanya menyangkut kesimpulan sebuah analisis dari premis-premis yang diketahui sebelumnya.
Kedua, ada informasi yang bersifat deduktif, ini tergantung siapa yang bicara, punya otoritas tidak? Mengetahui adalah pengetahuan bagi mereka yang mempelajari. Pengetahuan tentang suatu hal, hak bagi si pemilik otoritas. Demikian halnya soal keberadaan surga/neraka, dan sifat-sifat calon penghuninya, itu yang punya otoritas adalah yang menciptakannya, Allah swt.
Ketiga, ada pula informasi yang bersifat naratif, ini tergantung dari akurasi dan kejujuran rantai informasi (informan). Kadang informan dihinggapi bias definisi, bias aplikasi, bias kondisi dan bias pemrosesan.
Diharapkan para pembaca mengamalkan filtrasi informasi sebelum menyerap suatu berita agar terhindar dari bias pemikiran dan pemahaman, guna membangun kesadaran umat dalam keterpurukan. Tentunya dengan filtrasi yang telah disebutkan diatas.
Nuansa Fikrah Islam Yang Solutif
Prof. Dr. -Ing Fahmi Amhar melanjutkan dalam bukunya bahwa sikap hidup seseorang terhadap hidupnya, itu ada beberapa tingkatan. Pola yang dimaksudkan dapat berpengaruh bagi orang/objek disekitarnya
Tingkatan paling rendah adalah apatis. Dia tidak berbuat apa-apa. Dia pasrah saja kemana "air mengalir". Padahal air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Kadang juga tidak mengalir ke lautan, tetapi berhenti di septictank. Orang semacam ini, ada yang karena pemahaman takdir yang keliru. Bersikap acuh terhadap kedzoliman penguasa, hedonis, senantiasa eksis memajang eksistensi dan entitas diri sementara saudara seimannya dizalimi dan ditindas. Orang seperti ini hanya menyaksikan penderitaan demi penderitaan kaum muslim yang disiksa.
Tingkatan berikutnya adalah positif. Dia berbuat sesuatu. Dia tidak membiarkan dirinya rusak, membusuk sendiri oleh keadaan. Namun, perbuatannya masih menunggu stimulasi. Dia kadang masih bersifat reaktif. Kalau tidak ada sebuah aksi dari luar, dari dirinya tidak muncul sebuah reaksi.
Tingkatan lebih tinggi lagi adalah produktif. Dia menghasilkan sesuatu. Dia berpartisipasi pada meningkatnya harkat hidup diri dan lingkungannya. Bahkan dia sedikit banyak memberikan andil pada Produk Domestik Bruto dalam arti yang seluas-luasnya. Join banyak kegiatan sosial, semisal penggalangan dana bencana dan sebagainya, bergabung dalam organisasi sosial tetapi belum memiliki filter untuk memberikan value sebuah informasi. Sehingga mudah terprovokasi dengan berbagai sindikat.
Tingkatan yang paling tinggi adalah Kontribusi. Dia menghasilkan sesuatu untuk mengantisipasi keadaan. Dia tidak hanya menunggu berreaksi atas keadaan, tetapi dia proaktif melakukan antisipasi sehingga keadaan yang buruk tidak sempat terjadi. Dia tidak hanya berproduksi untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat luas. Dalam golongan ini senang berdiskusi, mengkaji, bahkan ngaji.
Pembaca bisa memilih, dibidang apa kita akan proaktif memberikan kontribusi. Masyarakat membutuhkan banyak sekali hal. Ada bidang pendidikan, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Namun apapun jenis kontribusi kita, satu yang harus diingat adalah, bahwa mengubah segala sesuatu itu Allah. Kita hanya melakukan perubahan pada jenis dan tingkatan kontribusi kita, agar Allah melibatkan kita ketika Dia mengubah sesuatu.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. ar-Rad' [13] : 11)
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. ali-Imran [3] : 110)
Post a Comment