Urgensi Pinjaman Dana Daerah Dipertanyakan, Waspada Jebakan Hutang
Oleh : Lina Revolt (Aktivis Muslimah)
Wakatobi adalah salah satu daerah
yang menjadi andalan destinasi wisata bahari di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Untuk itu pemerintah terus berupaya menggenjot percepatan pembagunan
infrastruktur, terutama jalan utama menuju tempat wisata.
Dengan alasan demi pembangunan
pemerintah daerah Wakatobi berniat mengajukan pinjaman dana daerah sebesar Rp.
200 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan di pulau Kaledupa, Tomia dan
Binongko.
Namun, hal ini justru mendapat
penolakan dari masyarakat Wakatobi. Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam
Barisan Orator Masyarakat (BOM) Kepulauan Buton (Kepton), Melakukan demonstrasi
di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat ( DPRD Kabupaten Wakatobi beberapa
waktu lalu. Mereka minta agar DPRD membatalkan pinjaman dana daerah tersebut,
karena dianggap hanya pemborosan saja. (Telisik.id, 28/11/20)
Pemborosan Anggaran di Tengah Pandemi
Menurut Roziq Arifin, koordinator
aksi massa, penolakan mereka atas pinjaman dana daerah ini karena terkesan
hanya pemborosan Anggaran. Pemerintah Kabupaten Wakatobi berniat menggunakan
dana tersebut hanya untuk infrastruktur, seperti pembangunan kantor bupati dan jalan yang dianggap warga belum terlalu
urgen. Roziq menilai bahwa masih banyak rakyat yang butuh disejahterakan.
Roziq juga menegaskan jika penolakan
juga dilakukan karena peminjaman dana daerah tersebut tersebut, tidak sesuai
dengan PP Nomor 56 Tahun 2018 tentang pinjaman daerah.
Penolakan juga terjadi saat rapat
penentuan anggaran antara pemda Wakatobi dan DPRD Wakatobi pada kamis (26/11/20),
hingga 6 anggota DPRD dari fraksi PDIP
dan Gerindra memilih walk out karena keputusan peminjaman dana daerah ini
dianggap cacat secara prosedural.
Menurut salah satu anggota DPRD
Wakatobi, Muhammad Iqbal peminjaman uang tersebut bisa dilakukan jika telah ada
bupati terpilih. Sementara pemilihan kepala daerah belum selesai dilaksanakan
dan bupati baru belum terpilih (Telisik.id,28/11/20).
Penolakan atas pinjaman dana daerah
harus di apresiasi. Pinjaman dana daerah yang hanya memfokuskan untuk infrastruktur
bukanlah hal mendesak untuk dilakukan saat ini. Apalagi mengingat beratnya
beban ekonomi yang tengah dilewati masyarakat akibat pandemi. Kantor Bupati
belum mengalami kerusakan yang berarti, sehingga mengharuskannya untuk segera
direnovasi. Artinya berutang untuk alasan itu cemderung belum bisa diterima.
Wajar jika urgensi pinjaman dana
daerah dipertanyakan. Infrastruktur yang baik memang penting, namun pemerintah
seharusnya lebih memahami skala prioritas. Saat ini beban hidup rakyat telah
sulit. Haruskah pemerintah berboros-borosan dengan melakukan pinjaman yang
mengatasnamakan rakyat, namun peruntukannya pada akhirnya tak menyentuh
sedikitpun kebutuhan rakyat.
Kesejahteraan tak bisa hanya diukur
dari megahnya kantor bupati, atau mulusnya jalan raya. Kesejahtetaan harusnya
diukur dari tingkat kesejahtetaan setiap individu masyarakat. Sudahkan terpenuh
seluruh kebutuhan primer mereka dan sudahkah terjamin pendidikan dan kesehatan
yang layak bagi mereka.
Hadirnya pandemi tidak dapat
dipungkiri telah mempengaruhi perekonomian masyarakat. Seharusnya yang
dilakukan pemerintah saat ini adalah fokus pada perbaikan ekonomi masyarakat,
penyediaan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan pemenuhan fasilitas
kesehatan yang memadai. Ketiga kebutuhan primer inilah yang paling urgen untuk
masyarakat saat ini.
Waspada Jebakan Hutang
Dalam demokrasi pinjaman atau hutang
adalah salah satu solusi andalan dalam pembangunan ekonomi. padahal bergantung
pada hutang bisa menjadikan potensi daerah tergadaikan. " No free
lunch" Dalam demokrasi. Stiap kucuran dana yang dikeluarkan oleh para pemilik
modal pasti memiliki timbal balik.
Melalui pinjaman dana daerah, para
kapitalis bisa meraih keuntungan melalaui bunga hutang dan penjualan proyek
yang dibiayai oleh hutang, atau bahkan bisa lebih dari itu yaitu pemberian izin
atas pengelolaan sumber daya alam di daerah tersebut.
Pinjaman dana daerah disaat ekonomi
tengah terseok, pasti akan semakin membebani rakyat. Apalagi jika bunga hutang
jatuh tempo, ujung-ujungnya akan berakhir pada upaya peningkatan berbagai pajak
daerah. Artinya rakyat lagi yang harus menanggung akibatnya.
Hutang yang menumpuk bisa menjadikan
kedaulatan tergadaikan. Hutang mampu menjadikan wilayah dikontrol oleh si
pemberi hutang. Sudah banyak contoh setiap pinjaman dari asing berujung pada
beralihnya pengelolaan sumber daya alam kepada para pemilik modal.
Maksimalkan Pengelolaan Sumber Daya Alam Agar Lepas dari
Hutang
Tidak dapat dipungkiri dalam sistem
demokrasi hari ini. Seluruh kebutuhan pendanaan dibiayai dari pajak dan hutang.
Padahal negeri ini sangat kaya akan sumber daya alam. Mulai dari kekayaan
berbagai jenis tambang, hutan, hingga kekayaan hasil laut yang melimpah ruah.
Sungguh ironi, saat kita menginjak
bumi yang didalamnya terkandung kekayaan yang luar biasa, namun kita malah
bergantung pada hutang yang semakin hari tak kunjung lunas. Anugerah yang
luarbiasa ini sebenarnya jika dikelola dengan baik maka akan mampu menjadikan
bangsa ini mandiri dan lepas dari hutang.
Pemerintah harus percaya diri bisa
lepas dari ketergantungan pada hutang. Paradigma ini harus dimiliki baik
pemerintah pusat maupun daerah. Pusat harus menjadi cerminan bagi daerah agar
tidak berbangga dengan hutang. Pusat dan daerah harus saling bersinergi
memaksimalkan segala potensi yang dimiliki untuk menjadi negara mandiri dan
lepas dari hutang.
Negara harus hadir sebagai operator
utama dalam pengelolaan sumber daya alam. Bukan hanya sekedar regulator yang
membuka jalan bagi asing menguasai SDA kita.
Semua harus diawali dari perubahan
paradigma. Paradigma global yang menganggap bahwa Indonesia tidak memiliki
modal, padahal sebenarnya kitalah negara kaya itu. Namun sayang pengelolaanya
tidak maksimal karna diserahkan pada asing. Akhirnya negeri ini hanya dapat
jatah pajak saja, itupun sebagian besarnya dikorupsi oleh oknum- oknum yang tak
bertanggung jawab.
Hutang hanyalah jebakan yang akan
menjadikan kita bergantung pada kepentingan asing. Hutang-hutang yang diberikan
sudah pasti bersyarat dan mengancam kedaulatan bangsa.
Kita harus segera menyadari bahwa
kita adalah bangsa yang kaya. Bangsa ini
memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Pemerintah harus menyadari
dan mengambil alih pengelolaannya. Karena mereka adalah orang- orang yang
diberi amanah untuk mengaturnya.
Sesungguhnya Sumber daya alam berupa
tambang, hasil laut dan yang lainnya sejatinya adalah milik umat. Negara harus
berada digarda terdepan dalam pengelolaannya dan tidak dengan mudah
menyerahkannya pada pihak asing.
Rasulullah Saw bersabda
" Kaum muslim itu berserikat
dalam tiga hal : air, padang gembalaan dan api ( HR. Ibnu Majah)
Maka, negara yang diamanahi
kekuasaan harus menegelolanya, sementara hasilnya dikembalikan untuk memenuhi
seluruh kebutuhan masyarakat secara umum, seperti biaya pendidikan, kesehatan,
jalan raya dan fasilitas umum lainnya.
Selama 1300 tahun sistem Islam
pernah berjaya, Islam mencontohkan hutang bukanlah opsi utama keuangan negara.
Hutang hanya dilakulan jika kondisi keuangan negara kosong, namun sebelum itu
negara mengupayakan dulu untuk memungut pajak dan pinjamanan dari orang-orang
kaya diantara rakyat terlebih dahulu dan memaksimalkan segala potensi kekayaan
yang dimiliki terlebih dahulu.
Sudah saatnya pemerintah merenungkan
kembali berbagai kebijakan keuangan yang digunakan dalam membiyai negara, tidak
salahnya jika mau meliirk pada sistem keuangan dalam Islam yang kuat dan bebas
dari ancaman krisis.
Post a Comment