Ironi Kehidupan Keluarga dalam Potret Sekularisme
Orang
tua adalah manusia yang paling istimewa. Pengorbanan yang diberikan tak akan
bisa terbalas dengan apa pun, kasih sayangnya sepanjang masa, takkan pudar oleh
waktu, takkan hilang ditelan usia. Namun, kini terlihat beberapa fakta
pengorbanan orang tua hanya dianggap angin lalu oleh anak-anaknya. Orang tua
bukan lagi diposisikan sebagai manusia yang harus dihormati.
Kondisi
saat ini, banyak orang tua mengalami penindasan cukup berat yang dilakukan oleh
darah dagingnya sendiri, hubungan darah di antara keduanya seakan tak mempan
saat menghadapi permasalahan kecil maupun besar, dan seolah kata maaf tak cukup
memberikan penyelesaian sehingga harus di seret ke sel penjara. Dilansir dari detik.com (9/1/2021), seorang anak
berinisial A melaporkan ibu kandungnya ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa
Tengah. Kini sang ibu yang berinisial S (36) mendekam dalam sel tahanan Polsek
Demak Kota. “Ditahan sejak kemarin di
Polsek (Demak) Kota. Karena berkasnya sudah lengkap atau P21," ujar
Haryanto, kuasa hukum terlapor S.
Haryantomengungkap,
kasus ini bermula dari S yang tidak sengaja menyentuhkan kukunya kepada sang
anak hingga mengalami luka ketika hendak berdiri setelah didorongnya. Saat luka
tersebut divisum, muncul dua cm dipelipis sang anak, dan berbekal hasil visum
luka itu, lanjut Haryanto, S dilaporkan sang anak kepada polisi keesokan
harinya yakni 22 Oktober 2020 dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam
rumah tangga. S dijerat dengan Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan KDRT subsider Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Anak Durhaka: Produk Sistem Sekularisme
Kasus
serupa pun terjadi, salah satunya seorang anak di Lombok Tengah yang melaporkan
ibunya ke pihak yang berwajib terkait warisan yang dipergunakan untuk membeli
sepeda motor. Meski kasus ini tidak diterima oleh pihak kepolisian dan disuruh
pulang, namun cukup meninggalkan bekas yang mendalam bagi masyarakat. "Silakan bapak pulang, kami dari polres
tidak akan menindak lanjuti kasus ini, saya mohon maaf,” tutur Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP Priyo
Suhartono (http://tribunnews.com,
29/6/2020).
Perseteruan
antar anak dan ibu dalam keluarga sudah menjadi suatu hal umum yang terjadi di
tengah masyarakat kapitalis-sekuler saat ini. Ibu tidak lagi
dipandang sebagai sosok yang harus diperlakukan dengan lemah lembut serta diayomi
sebagai tiket untuk memasuki pintu syurga Allah SWT. Orang tua dianggap sebagai
orang lain, ketika
ada kepentingan akan memperlakukan mereka dengan sangat baik.
Memang,
di era
kapitalis ini mengharuskan materi sebagai prioritas hidup dibandingkan bakti
kepada orang tua. Padahal
bakti kepada orang tua adalah perintah dari Sang Maha
Pencipta, Allah SWT. Faktanya, bakti anak akan sejalan dengan seberapa besar
materi yang diberikan orangtuanya kepadanya. Alhasil hubungan ibu dan anak
terjalin, hanya manfaat
semata. Sehingga tidak heran jika anak cenderung membangkang kepada orang
tua, terjadi tindak
penganiayaan, penjebolan kepenjara, adanya dekadensi moral, hingga pembunuhan kepada orang tuanya sendiri.
Perbuatan
semena-mena ini terus bergulir di tengah-tengah keluarga, sementara orang tua
hanya pasrah melihat anakyang bertingkah semaunya. Sang anak seolah amnesia
terhadap pengorbanan ibu sewaktu melahirkan mereka. Tak jarang mereka hanya
menganggap orangtuanyasebatas tempat bersandar ketika masa kecil, dan setelah
tumbuh dewasa orang tua bukanlah siapa-siapa yang bisa mengatur kehidupannya.
Mereka menginginkan kebebasan yang tak ingin di atur oleh siapapun.
Akibatnya,terbentuklah anak yang sulit dinasehati sebab menganggap
orangtuatidak mempunyai hak untuk memerintah sehingga berujung pada pertengkaran.
Atas Nama Kebebasan
Ibu
merupakan pengampu pendidikan pertama untuk anak, sayangnya dalam kondisi
sistem sekularisme-liberal
saat ini meniscayakan
manusia termasuk anak-anak ingin hidup bebas. Terlebih dengan jaminan kebebasan
setiap individu untuk berbuat dalam bingkai Hak Asasi Manusia (HAM), maka
lahirlah darinya anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya.
Dalam
sistem sekularisme yang menempatkan agama hanya sebatas mengatur ibadah ritual
sematadan tidak boleh ikut-ikutan dalam ranah kehidupan termasuk keluarga,
membuat pola sikap anak kian hancur, ditambah dengan pendidikannya di bangku
sekolah yang meminggirkan pembentukan sikap yang berakhlakul karimah, semakin
menjerumuskan anak dalam perbuatan yang tampak tidak berperikemanusiaan.
Sehingga,
tidak bisa dipungkiri penerapan Ideologi sekularisme-liberal telah mendogma
setiap manusia untuk bebas bertingkah laku dan merenggut sikap moral manusia
yang menjadikan lingkup keluarga kian tidak karuan. Dengan fakta yang ada,
semakin menunjukkan bahwa sistem ini hanya memproduksi manusia yang tidak
beriman dan krisis moral berkepanjangan.
Dengan
demikian, selama negeri ini
masih mengadopsi sistem rusak ini, maka
keharmonisan keluarga yang menjadi dambaan setiap manusia mustahil terjadi.
Karena pada hakikatnya sistem sekular-liberal tidak berorientasi pada kebaikan,
sehingga tak heran jika negeri
ini selalu dirundung dengan persoalan pelik dalam keluarga yang berujung pada kejahatan.
Miris!
Keluarga Harmonis Hanya Terwujud Dengan Sistem Islam
Islam
adalah agama yang sempurna. Bukan hanya agama, lebih dari itu Islam adalah
ideologi yang dapatmemecahkan problematika hidup manusia secara menyeluruh jika
peraturan/hukumnya dilaksanakan secara total. Hukum Islam adalah hukum dengan
berpatokan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berasal dari Allah SWT.
Cakupannya meliputi seluruh aspek kehidupan, salah satunya terkait dengan
keluarga.
Menurut
kacamata Islam,keluarga tidak hanya
sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan anak. Tetapi lebih dari itu,
keluarga memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam menentukan nasib suatu
bangsa. Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu ..." (Qs. At-Tahrim: 6).
Oleh karena itu, sebuah keluarga yang terbangun adalah
keluarga yang seharusnya berlandaskan visi
akhirat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pembinaan individu yang mengarah kepada perbaikan keluarga dengan menanamkan
nilai-nilai ketauhidan dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini pula yang dilakukan dan
dicontohkan oleh para Rasul dan Nabi kepada keluarga, anak, dan istrinya. "Dan ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran, 'Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar
kezaliman yang besar" (Qs. Luqman: 13).
Pembinaan
Individu tersebut akan mengantarkan
ketakwaan kepada sang pencipta, standar perbuatan berdasarkan halal-haram,
mengetahui kewajiban dalam rumah tangga dan bergaul dengan cara yang baik.
Langkah kedua, kontrol masyarakat dengan
menanamkan kebiasaan saling menasihati. Saling memberikan nasihat selain
sebagai bagian dari hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya, juga merupakan
salah satu perilaku orang beriman. Dengan hal ini, maka akan selalu terjaga
dari kemaksiatan dan kemungkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan
damai.
Kemudian
langkah ketiga adalah dengan adanya sistem yang terpadu yang di laksanakan
sebuah negara sebagai pelaksana aturan Allah dan Rasul -Nya agar terwujud
ketahanan keluarga. Negara
yang menyediakan fasilitas-fasilitas sosial, seperti pendidikan gratis yang
tentu saja berorientasi Islam, maka akan membentuk anak sebagai generasi
cerdas, santun dan beriman. Sehingga dengan penerapan Islam secara Kaffah baik
dari tingkat individu,keluarga,masyarakat hingga negara akan melahirkan keluarga kuat,
masyarakat mulia dan umat terbaik, serta generasi taat yang tentunya
berkepribadian Islam.
Wallahu a’lam bi shawwab(***)
Post a Comment