Membangun Kesadaran Politik dan Pola Pikirnya
Dewasa ini bermunculan orang-orang bersikap dungu akan realitas kehidupan. Sengaja menjaga jarak dengan penguasa. Tak ingin mencampuri urusan politik yang serba muslihat. Akibatnya timbul ketidakpahaman mengenai riayah, tentang bagaimana semestinya kedudukan seorang pemimpin. Bahkan tak jarang menyebut diri netral politik atau tak punya warna partai.
Padahal rakyat seluruhnya merupakan bagian dari negara. Bagaimana mungkin sebagai rakyat yang notabene pemegang kekuasaan tertinggi, akan tetapi buta politik. Politik dalam artian mengurusi kepentingan rakyat (riayah). Harusnya seluruh rakyat paham agar tetap terjaga stabilitas kepemimpinan umum. Namun sayang, kesadaran politik dalam pemikiran umat tidak nampak, akibatnya malapetaka menimpa mereka sebab tiadanya kesadaran politik dan pola pikirnya.
Bagaimana cara membangun kesadaran tersebut? Bagaimana pula merangkai pola pikir politik dan sudut pandangnya?
Realitas Kesadaran Politik
Daulah Islam -dalam hal ini Daulah Khilafah- adalah negara ideologis, memiliki fungsi mengemban dakwah ke seluruh dunia. Oleh sebab itu, daulah Islam harus punya posisi dalam dunia internasional sehingga mampu memberikan pengaruh dalam pergaulan politik internasional.
Para politikus Muslim tidak boleh hanya berperan dalam lingkup lokal dan regional semata, akan tetapi mereka harus membawa konsep politik dari sudut pandang internasional. Sebab fungsi utama Daulah Islam ialah menyampaikan dakwah Islam ke seluruh dunia, maka tak ada pilihan lain kecuali mereka harus memiliki kesadaran politik secara lengkap atau menyeluruh. Politikus Muslim tak cukup sekadar memiliki kesadaran politik dalam dirinya, tetapi kesadaran politik tersebut harus lengkap, yakni menjangkau problem-problem lokal, regional dan internasional.
Konsep kesadaran politik menyeluruh yang penulis maksud memiliki sudut pandang tertentu. Kesadaran politik ini bukan sebatas kesadaran terhadap keadaan politik dan situasi politik, akan tetapi lebih tinggi yakni pengamatan politik internasional dengan menggunakan sudut pandang yang khas. Bagi kaum Muslim sudut pandang itu adalah Akidah Islam.
Rasulullah Saw, bersabda:
"Aku diperintahkan untuk memerangi umat manusia sampai mereka bersaksi bahwa 'Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah' (Lâ ilâha illâ Allâh Muhammadur Rasûlullâh), menegakkan shalat, dan membayar zakat. Bila mereka melakukan itu, maka darah dan harta mereka akan aman dariku, kecuali yang sesuai dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan amal mereka diserahkan kepada Allah.” (HR. al-Bukhâriyy)
Begitulah rupa kesadaran politik. Mengamati dunia tanpa sudut pandang tertentu merupakan pola sikap yang dangkal dan tidak disebut kesadaran politik. Kesadaran politik tidak mungkin diraih kecuali memenuhi dua hal, yaitu:
- Menjadikan seluruh dunia sebagai objek pengamatannya.
- Pengamatan tersebut harus berdasarkan sudut pandang yang khas, baik berupa ideologi tertentu, pemikiran maupun asas manfaat.
Itulah realitas kesadaran politik bagi seorang Muslim dengan sudut pandang yang khas, yaitu mengemban Akidah Islam. Selama realitas kesadaran ini tetap ada, maka akan timbul kecenderungan sebagai politisi untuk terjun dalam perjuangan membangun pemahaman yang khas tersebut dan menyebarkannya dalam kehidupan seluruh manusia.
Seseorang yang sadar politik dapat dipastikan teguh berjuang melawan semua visi yang berseberangan dengan visinya. Menyerang semua konsep yang tidak sesuai dengan konsepnya. Sementara itu pula ia harus berjuang memantapkan 'role' dan berusaha menegakkan konsep-konsepnya.
Kedua hal tersebut adalah bangunan yang satu dan tak dapat dipisahkan. Menghancurkan konsep yang tidak sejalan dengan visinya. Pada saat yang sama ia membangun konsep-konsepnya. Ia layaknya rembulan yang menyingkirkan kegelapan dan memberi cahaya penerangan. Sikapnya bagai api yang membakar kebobrokan, lalu memberi penerangan menuju jalan kebenaran.
Kesadaran politik bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh. Setiap individu bahkan yang buta sejarah sekalipun harus meyakini politik itu mudah. Umat harus paham bahwa politik tidah harus berpendidikan tinggi secara formal dan tidak berarti harus memiliki pengetahuan politik secara terperinci. Kesadaran politik berarti memandang dunia dan juga memiliki sudut pandang sebagai parameter mengamati dunia. Hal terpenting adalah pandangan universal dalam mengamati peristiwa di dunia serta dibarengi sudut pandang tertentu untuk menilainya. Pandangan universal dan sudut pandang yang khas cukup mengindikasikan seseorang memiliki kesadaran politik.
Membangun Pola Pikir Politiknya
'Tafkir Siyasiyy' (pola pikir politik) memiliki perbedaan dengan pola pikir yang digunakan saat menggali hukum (tafkir tasyri'yy) atau 'Legislative thinking' (pola pikir legislatif) yang digunakan tatkala memecahkan masalah manusia. Sedangkan pola pikir politik bertujuan untuk mengurusi kepentingan manusia. Walaupun mirip, ada perbedaan antar keduanya.
Pola pikir politik senantiasa berkaitan dengan beragam kabar berita, kronoligis, dan kaitan antar-kejadian. Pola pikir politik merupakan suatu pola pikir yang tinggi, hal itu pula menimbulkan letak perbedaan dari pola pikir lainnya. Itulah mengapa pola pikir politik menjadi pola pikir yang rumit.
Walhasil, pola pikir tinggi yakni pola pikir politik ditopang oleh Landasan Berpikir (qa'idah fikriyyah) sebagai dasar suatu pemikiran dan sumber berbagai solusi. Bila landasan berpikir suatu pemikiran dan sebagai sumber berbagai solusi bukan termasuk pola pikir dan pemikiran politik, berarti landasan berpikir tersebut merupakan landasan keliru. Jadi, saat kita menganggap pemikiran politik sebagai pola pikir yang paling tinggi, saat itu pula pemikiran politik tersebut layak menjadi suatu landasan berpikir.
Dengan demikiran, pola pikir politik berhubungan erat dengan kabar berita dan berbagai peristiwa. Jika seseorang belum mempunyai pengalaman berpolitik yang cukup, kurang teliti, dan tidak mengikuti setiap kejadian dari hari ke hari, maka tak mudah baginya menjadi pemikir politik yang piawai.
Seorang politisi Muslim baiknya memahami berbagai informasi dari kabar berita dan kejadian beserta makna-maknanya. Dengannya, ia akan memperoleh pengetahuan sebagai landasan setiap aktivitasnya. Misalnya sejarah kemunculan paham sekularisme, pemikiran pemisahan agama dari urusan kenegaraan dan sejarah kemunculan ideologi komunis.
Itulah kiranya pola pikir politik, yakni bukan sekadar berpikir mengenai pengetahuan dan penelitian politik semata. Akan tetapi lebih dari itu, ialah terpenuhinya syarat-syarat tentang pola pikir politik tadi. Yakni adanya landasan berpikir untuk menentukan pemikiran dan berbagai solusinya.
Pola pikir politik yang berkenaan dengan rangkaian realitas dan peristiwa, sesungguhnya merupakan pola pikir politik. Sebab pola pikir tersebut menjadikan seorang pemikir layak menyandang gelar politisi sejati. Agar pola pikir ini dapat diterapkan, setidaknya harus memenuhi lima prasyarat pokok, yaitu:
- Usaha yang serius tatkala mengikuti semua kejadian dan peristiwa yang terjadi di seluruh dunia.
- Pemahaman informasi mengenai intisari dari berbagai realitas dan peristiwa, baik dari sudut pandang geografis, sejarah, politik, maupun ilmiah.
- Mempelajari peristiwa dan situasi yang melingkupinya. Realitas-realitas tidak boleh terpisah dari situasi tersebut dan tidak dapat digeneralisasi. Sebab kemutlakan, generalosasi, dan analogi adalah penghalang untuk memahaminya.
- Memilah berbagai realitas dan peristiwa dengan menilitinya dengan seksama.
- Menghubungkan realitas dan peristiwa dengan informasi. Pengaitan ini memberikan penilaian yang lebih mendekati kebenaran atas suatu peristiwa. Usaha tersebut harus dilakukan demi kepentingan pemahaman yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan suatu aktivitas.
Perjuangan Politik
Kifah as-Siyasi (perjuangan politik) adalah menyeru pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan mengoreksi penguasa. Oleh karenanya, melibatkan diri dalam perjuangan politik merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim.
Allah Swt, berfirman:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali 'Imran:104)
Rasulullah Saw, bersabda:
"Penghulu syuhada adalah Hamzah ibn Abdul Muththallib dan (setara dengannya) seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang zalim, menyerukan (kepadanya) untuk berbuat baik dan melarangnya (berbuat kemungkaran), kemudian ia dibunuh.” (HR. Al-Hâkim dari Jâbir r.a)
Rasulullah Saw, bersabda:
“Akan ada para amir (penguasa); maka kalian (ada yang) mengakui perbuatannya dan (ada yang) mengingkarinya. Siapa saja yang mengakui perbuatannya (karena tidak bertentangan dengan hukum syariat), maka dia tidak akan dimintai tanggung jawabnya. Dan siapa saja yang mengingkari perbuatannya, maka dia akan selamat. Tetapi siapa saja di antara kalian yang rela (dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum syariat) dan mengikutinya, (maka dia telah berdosa).” (HR. Muslim dari Ummu Salamah r.a)
Hadits-hadits diatas menerangkan perjuangan politik melawan tindakan penguasa yang rusak. Rasulullah Saw dengan tegas memerintahkan kaum muslim untuk terlibat dalam perjuangan politik sekaligus bukti bahwa kifah siyasi merupakan suatu kewajiban. Hal ini bermakna mengabaikan perjuangan politik merupakan perkara ingkar dan berdosa.[]
Post a Comment