New Normal, Tak Kunjung Normal
Oleh : Syahril Abu Khalid
(Mubalig dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Mukadimah
Sudah dua tahun lebih kita masih dilanda Pandemi, nampaknya persoalan ini tak kunjung selesai. Bahkan bisa dibilang kasus Covid-19 di Indonesia semakin meningkat tajam. Para ahli pun menilai, saat ini kita sudah berada di kondisi kritis.
"Saat ini pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki fase kritis," kata Dr dr Eka Ginanjar SpPD K-KV FINASIM FACP FICA MARS, Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Kardiovaskular), Minggu (27/6/2021).
Hal itu disampaikan dr Eka dalam jumpa pers virtual Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Perhimpunan 5 Profesi Dokter tentang Seruan PSBB Ketat Tentang Melonjaknya Kasus Covid-19 di Indonesia.
Kenapa pandemi Covid-19 Indonesia disebut kritis? Ahli memaparkan sejumlah fakta yang ada di lapangan saat ini. Kondisi fase kritis itu disimpulkan berdasarkan catatan Satuan Tugas (satgas) Penanganan Covid-19.
Fakta Empiris
Pada Minggu, 27 Juni 2021, terdapat penambahan pasien terkonfimasi positif Covid-19 sebanyak 21.342 orang dalam 24 jam terakhir. Ini merupakan rekor penambahan pasien Covid-19 tertinggi dalam sehari di Indonesia, selama pandemi berlangsung.
Menurut data Worldmeters yang menghimpun data Covid-19 dari seluruh dunia, jumlah kasus harian di Indonesia tersebut adalah tertinggi di dunia.
Petugas pemakaman istirahat sejenak di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (24/6/2021). Meningkatnya kasus kematian Covid-19 mengakibatkan kesibukan pemakaman di TPU Rorotan hingga malam hari. Sedikitnya 79 orang dimakamkam.
Dari penambaan kasus yang dikonfirmasi, jumlah pasien Covid-19 di Indonesia mencapai 2.115.304 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020. Jika dibandingkan dengan data 15 Mei 2021, peningkatan kasus saat ini sekitar lebih dari 500 persen, (Kompas.com, 28/6/2021).
Faktanya, kematian akibat infeksi terus mengalami peningkatan. Indonesia tidak hanya mengalami peningkatan kasus harian sebesar 500 persen, akan tetapi lonjakan kasus Covid-19 berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang meninggal dunia karena terinfeksi virus corona SARS-CoV-2.
Kematian akibat Covid-19 di Indonesia pada Senin (5/7/2021) kembali mencetak rekor kematian dengan sebanyak 558 orang. Dengan begitu total kematian di Indonesia akibat Covid-19 kini mencapai 61.140 orang, (CNBC Indonesia, 5/7/2021).
Kondisi ini juga diperparah dengan Bed occupation rate (BOR) untuk ruang isolasi dan ICU yang hampir penuh di rumah sakit serta fasilitas kesehatan primer yang ada di banyak wilayah.
Sementara kasus aktif atau pasien yang membutuhkan perawatan pun telah menembus 309.999 orang. Padahal saat ini diketahui kondisi rumah sakit tengah penuh, beberapa mengalami kekurangan oksigen, dan tenaga kesehatan yang terpapar serta berguguran satu per satu akibat Covid-19.
Berbagai kondisi diatas juga akan semakin kritis dan diperparah dengan adanya varian baru Covid-19 di berbagai kota di Indonesia. Varian baru, terutama varian Delta, memiliki karakteristik yang lebih mudah menyebar, menyerang segala usia tanpa perlu ada komorbid, lebih memperberat gejala, lebih meningkatkan kematian dan menurunkan efektivitas vaksin.
Ironisnya lagi, jika hulu atau penularan Covid-19 di masyarakat tidak lagi terbendung, maka ini mengkhawatirkan. Sebab kelompok hilir yakni tenaga kesehatan dan medis sudah cukup kewalahan, serta tidak sedikit jumlah nakes yang telah menjadi korban keganasan Covid-19 ini.
Berdasarkan laporan masing-masing organisasi profesi, diantaranya : Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia, menyatakan bahwa dari Maret 2020 hingga 26 Juni 2021, terdapat 949 tenaga kesehatan yang meninggal dunia akibat Covid.
Para tenaga kesehatan itu terdiri dari 401 dokter (umum dan spesialis), 43 dokter gigi, 315 perawat, 150 bidan, 15 apoteker, dan 25 tenaga laboratorium medik.
Dari fakta-fakta diatas, telah memberikan gambaran bahwa Pandemi saat ini semakin menggila dan tak terkendali. Kondisi yang di prediksikan pada 2020 dengan kondisi new normal, dengan catatan setiap warga negara dihimbau untuk disiplin pada protokol kesehatan, namun sampai saat ini kondisinya justru tak kunjung normal.
Dengan berbagai kebijakan penguasa mengenai Covid-19 ini, sudah banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah seperti PSBB bahkan menjelang lebaran Idul Adha akan diterapkan PPKM darurat untuk wilayah Jawa dan Bali. Namun fakta yang kita lihat masyarakat dan publik telah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.
Fakta dimana kita lihat ketika tempat-tempat Ibadah diinstruksikan untuk ditutup, sementara tempat-tempat seperti pasar, mall dan wisata dibuka, dan ketika masyarakat dihimbau untuk tidak mudik ketika menjelang lebaran, justru bandar udara internasional dibuka bagi datangnya pengunjung asing ke negeri ini. Sungguh telah memberikan gambaran kebijakan yang tidak konsisten dan melukai rasa keadilan publik.
Kemudian ditemukan banyak beredar di media sosial kasus-kasus Covid-19 yang dimanipulasi, atau dengan bahasa lain dicovidkan. Sebagian netizen di media sosial memiliki anggapan virus Corona Covid-19 tidak berbahaya.
Mereka percaya tidak ada pasien yang murni meninggal karena Corona, melainkan penyebab sebenarnya karena hal-hal atau penyakit lain. Begitu pula dalam masalah data, pemerintah terkesan hanya menyuguhkan terkait data-data yang tidak akurat, dimana sebagian kasus kematian setelah dikonfirmasi ke pihak keluarga ternyata bukan karena gejala Covid-19.
Beredar klaim rumah sakit sengaja membuat pasien positif virus corona baru (Covid-19) untuk mendapat bantuan Rp 90 juta.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah meminta Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto untuk menindak tegas rumah sakit (RS) nakal di masa pandemi Covid-19.
Mengingat ada kejadian masyarakat yang terkena diabetes, setelah meninggal dunia dinyatakan karena Covid-19 oleh salah satu RS. Karena itu, dalam masalah Covid ini juga terkesan dijadikan sebagai media bisnis.
Disisi lain, pemerintah juga menjadikan kasus-kasus Covid-19 ini sebagai alat politik untuk membungkam orang-orang yang dianggap membahayakan kepentingan penguasa. Lihatlah kasus yang disangkakan kepada Habib Muhammad Rizieq Syihab berkaitan dengan kerumunan, namun faktanya banyak kerumunan massa, tetapi hukum itu pada kondisi yang lain tidak berlaku.
Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan tindakan-tindakan penguasa mengenai Covid ini, maka masyarakat dan publik telah kehilangan kepercayaannya terhadap pemerintah. Inilah fase dimana masalah Covid-19 susah dihilangkan bahkan akhirnya wabah ini tingkat penularannya semakin tinggi.
Paradigma Islam dalam Penanganan Wabah
Dalam Islam semua yang dialami manusia berupa musibah adalah merupakan ketentuan Allah SWT untuk menguji kesabaran manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 155 Allah SWT berfirman :
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (QS.Al-Baqarah : 155)
Semua yang terjadi di muka bumi ini merupakan ketentuan Allah SWT untuk menunjukkan kepada kita kebesaran-Nya dan supaya kita sebagai manusia tidak merasa angkuh dan sombong karena dengan musibah itu manusia menjadi tidak ada artinya dihadapan Allah SWT.
Dalam Surat Al-Hadid (57) ayat 22 Allah SWT berfirman:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS. Al-Hadid : 22)
Sebelum masa Pandemi Covid-19 boleh jadi kebanyakan manusia merasa jumawa, semua bisa dilakukan, semua hal bisa dikendalikan dengan menggunakan teknologi hasil temuannya sendiri.
Namun begitu Allah SWT menurunkan musibah berupa virus yang sangat menular dan mematikan, manusia baru sadar bahwa mereka sebenarnya tidak ada artinya dibandingkan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.
Mungkin inilah salah satu hikmah datangnya pandemi, yaitu mengingatkan kita semua sebagai manusia bahwa kita ini makhluk yang lemah dan serba terbatas sehingga tidak sepatutnya menyombongkan diri dan melupakan dari beribadah kepada Allah SWT.
Namun dalam Islam pun, kita tidak hanya diwajibkan beriman kepada qadha (takdir) Allah, akan tetapi kita pun diwajibkan berikhtiar mencari solusi agar terhindar dari wabah penyakit yang mematikan tersebut.
Sejak awal terdeteksi virus ini di Wuhan Cina, seharusnya kita di Indonesia telah lebih awal mengambil langkah-langkah preventif dalam rangka memutuskan mata rantai penyebaran virus. Indonesia seharusnya sejak awal telah menutup penerbangan dan bandar udara internasional, dan hanya membuka transportasi dalam rangka akses logistik.
Sebagaimana Nabi SAW bersabda :
عن أسامة بن زيد -رضي الله عنهما- مرفوعاً: «إذا سمعتم الطاعونَ بأرض فلا تدخلوها وإذا وقع بأرض وأنتم فيها فلا تخرجوا منها»
Dari Usamah bin Zaid Ra, secara marfu, (Nabi bersabda), "Apabila kalian mendengar wabah penyakit di sebuah negeri, maka janganlah memasukinya! Namun bila suatu negeri terkena wabah penyakit dan kalian sedang berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari sana!" (Mutafaq Alaih)
Diakui atau tidak, pola penanganan wabah seperti ini sangat ampuh dan efektif dalam menurunkan penularan, bahkan menyelesaikan Pandemi. Padahal pada zaman itu belum ditemukan obatnya apalagi analisis laboratorium sampai pembuatan vaksin.
Semua itu, dilihat dalam perspektif Kesehatan. Bukan dalam perspektif ekonomi, bisnis, apalagi politik, semua dilihat dalam konteks kesehatan. Karantina wilayah bisa diterapkan pada wilayah-wilayah yang menjadi episentrum Wabah, dengan kebijakan seperti itulah telah terbukti dalam kurun waktu 14 abad silam, mampu menyelesaikan Pandemi hingga kehidupan menjadi normal kembali, sementara masa itu bukanlah masa modern sebagaimana hari ini.
Karena itu, petuah Nabi SAW itu bukan sesuatu yang perlu dianggap enteng, justru ketika kita sebagaimana hari ini mencampakkan nasehat itu, maka hari ini kita bisa lihat kerepotan yang luar biasa akibat sikap jumawa kita diawal.
Sikap konsisten, himbauan, anjuran dan keadilan dalam menerapkan kebijakan terhadap masyarakat, serta pemenuhan kesejahteraan adalah merupakan bagian dari pola yang sangat penting yang akan dilakukan oleh negara dalam perspektif Islam. Sehingga masyarakat dan penguasa berjalan pada satu rel dalam rangka menghentikan Pandemi.
Khatimah
Oleh karena itu, Islam telah datang dan diturunkan oleh zat yang maha kuasa, yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan ini, dialah Allah SWT. Maka ketahuilah, hanya kembali pada Islam dalam pengaturan negara yang menerapkan konsep dan sistem Islam saja yaitu Negara Khilafah Islamiyah, berbagai macam persoalan kehidupan manusia dapat diatasi, termasuk Wabah Covid-19 ini.
Wallahualam bissawab []
Post a Comment