RI dalam Kubangan Utang
Oleh : Djumarno Djunuhi
( Pengusaha Muslim Baubau)
Badai utang menjerat RI. Memasuki periode kedua pemerintahan presiden Joko Widodo, utang RI baik ditarik dari dalam negeri maupun luar negeri mencapai Rp 6.527,29 triliun. Dari data tersebut, Utang luar negeri adalah sebesar US$ 418 miliar atau sekitar Rp 5.935 triliun. Dikutip dari Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) edisi 22 juni 2021 ada 21 negara yang utang ke Indonesia, seperti Singapura, Amerika serikat, Jepang, hingga China.
Menurut BPK rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah jauh diatas angka rekomendasi Internasional Debt Relief (IDR) yaitu sebesar 369%, padahal standar IDR rasio utang yang stabil berada di kisaran 92%-176%. Sedangkan rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) berada di angka 90% - 150%. Sementara itu, untuk rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35% (detikfinance.com,28/6/21).
Selain itu, Indonesia juga memiliki utang kepada sejumlah lembaga keuangan dunia seperti Asian Development Bank( ADB) dan International Monetary Fund ( IMF).
Badai Utang Membahayakan Negara dan Rakyat
Gali lubang, tak tutup lubang adalah plesetan yang pantas untuk negeri ini. Utang yang terus bertambah dan bunga yang terus membengkak menjadikan negeri ini terancam tak mampu bayar. Jika sudah demikian, lambat laun kedaulatan negara bisa hilang. Karena utang luar negeri bisa saja menjadi alat penjajahan ekonomi bagi negara pemberi utang. Hal itu bukan mustahil, mengingat asas ekonomi global hari ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang sangat mengagungkan kebebasan dalam memperoleh kekayaan. Bagi para kapitalis "no free lunch". Setiap modal yang dicairkan harus kembali beserta bunganya. Inilah tabiat sistem ekonomi kapitalisme.
Utang yang terus membengkak akan menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, salah satunya inflasi dan akan menyebabkan ketergantungan dari negara berutang kepada negara pemberi utang. Selain itu, utang juga berpeluang menjadikan kebijakan ekonomi akan mudah disetir negara lain. Kita lihat saja faktanya hari ini, kekayaan alam negeri ini hampir habis dikuasai oleh asing. Jika hutang terus bertambah dan terus gagal bayar, maka akan semakin banyak sumber daya alam kita diambil alih asing.
Utang juga akan mempengaruhi kebijakan publik. Naiknya berbagai pajak salah satunya. Apalagi bukan rahasia umum jika pajak masih menjadi penopang utama pendapatan negara. Lagi-lagi rakyat akan memikul beban utang. Pajak yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan publik, malah terkuras untuk membayar utang. Lagi-lagi rakyat buntung, asing yang untung.
Seharusnya negeri ini berkaca pada negara-negara besar yang akhirnya bangkrut akibat utang. Sebut saja Argentina, Venezuela, Sri Lanka dan lainya. Jika tidak dihentikan maka negeri ini akan berada pada pusaran utang tak berkesudahan. Menjadi negara bangkrut yang satu persatu asetnya diambil alih. Sungguh miris, jika negeri yang kaya raya, justru mewariskan utang ke anak cucu.
Sistem Islam Bebas Utang
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem Islam mampu membiayai kebutuhan negara tanpa harus berutang. Dalam Islam utang tidak dimasukan kedalam sumber pendapatan negara. Dalam Islam khalifah akan sangat berhati-hati dan berusaha keras agar tidak memiliki utang, apalagi utang luar negeri karena utang dikhawatirkan akan membawa pada bencana dan kerusakan.
Sumber pendapatan negara dalam Islam sudah jelas berdasarkan ketetapan syara'. Ada pendapatan yang dihasilkan dari kepemilikan negara seperti ghanimah, fai, kharaj, usyur, jizyah dan lain sebagainya. Selain itu, pendapatan negara juga diambil dari pengoptimalan pengelolaan kepemilikan umum, yaitu berbagai tambang, seperti batubara, emas, minyak bumi, gas alam, juga kehutanan. Negara bertanggung jawab penuh dalam pengelolaannya dan haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya kepada swasta apalagi asing. Pendapatan negara juga didapat dari optimalisasi harta zakat ( pertanian, peternakan, emas dan perak). Sumber pendapatan negara mengalir ke baitul mal dari sektor produktif. Dengan menggunakan sistem keuangan Islam kemandirian keuangan negara sangat mungkin terwujud tanpa harus mengandalkan utang riba yang menyengsarakan.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain bagi bangsa ini untuk lepas dari utang, kecuali dengan mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme yang bertumpu pada ribawi, dan kembali kepada sistem ekonomi Islam. Hanya saja sistem ekonomi Islam hanya mampu diwujudkan jika didukung oleh sistem politik yang Islami pula. Dengan demikian dibutuhkan upaya serius oleh umat Islam untuk terus berjuang mewujudkan negara yang berdikari bebas dari jerat utang, dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab.(**)
Post a Comment