Kontraksi LCS
KETEGANGAN di Laut China Selatan (LCS) meningkat kembali. Kali ini dua buah kapal selam tenaga nuklir milik China dikabarkan menguntit kapal induk Inggris yang sedang berlayar di perairan sengketa itu. Bagaimana peluang Islam?
Oleh: Abu Syah Jihad FS*)
Mengutip media Inggris Express, pelayaran kapal selam berkelas Shang yang berbobot 7 ribu ton itu terlacak oleh operator sonar anti-kapal selam di atas fregat yang melindungi Kelompok Tempur Kapal Induk (CSG) HMS Queen Elizabeth saat rombongan kapal milik London itu meninggalkan LCS menuju Samudera Pasifik.(www.cnbcindonesia.com).
"China mengembangkan kapal selamnya dengan cepat, dan kita tidak boleh meremehkan mereka, tetapi mereka tidak memiliki pengalaman tempur yang dikembangkan oleh skuadron kapal selam AS dan Inggris sebagai hasil dari operasi Perang Dingin di ruang gelap Atlantik yang dalam," kata sumber angkatan laut Inggris pada Minggu (8/8/2021) malam.
Lebih lanjut, Inggris menyebut bahwa manuver dua kapal selam itu telah meningkatkan ketegangan dan juga berlawanan dengan kaidah hukum internasional.
"Beijing menggunakan teknologi untuk menemukan posisi kami, tetapi mengerahkan kapal selam untuk memperkuat niat mereka yang lebih luas untuk bergerak menuju status kekuatan super dan mendominasi perdagangan dan keamanan di seluruh Pasifik bertentangan dengan hukum internasional."
China sendiri saat ini memiliki 66 kapal selam militer, lebih banyak daripada yang dimiliki Amerika Serikat (AS) maupun Inggris. Kapal selam ini diduga digunakan untuk memperluas klaim China di perairan LCS dan juga Laut China Timur (LCT).
Langkah ekspansi teritorial China ini membuat beberapa negara di dunia mulai khawatir. Selain Inggris, Jerman dan India juga mengirimkan kapal perangnya ke dua perairan itu untuk bergabung dengan AS dalam misi kebebasan navigasi.
LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia dengan beberapa negara terletak di bibir lautan itu seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan.
China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai "sembilan garis putus-putus" dimana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi). Klaim tersebut telah menimbulkan ketegangan politik dunia akan perang terbuka yang mungkin saja terjadi karena konflik teritorial ini.
Melihat kontraksi di LCS, umat Islam mesti melihat secara cermat. Apalagi teritorial sejumlah negeri kaum muslim bersentuhan langsung dengan LCS.
Maka itu, hendaknya umat Islam harus mencermati kenyataan tersebut sebagai peluang untuk menghadirkan kekuatan ideal untuk menghadapi kekuatan negara adidaya. Secara historis, umat ini punya kekuatan dahsyat. Terbukti pernah menjadi Negara Pertama ketika berada di bawah naungan Khilafah.
Sekadar mengingatkan, Armada Laut AS pernah ditangkap oleh Angkatan Laut Kekhilafahan Utsmani pada 1783 karena melewati wilayah laut Khilafah, di dekat Aljazair.
Penangkapan kapal-kapal itu memaksa AS membujuk dan mengakui kedigdayaan Khilafah. Tahun 1786, Thomas Jefferson yang kemudian menjadi Duta Besar (Dubes) AS untuk Prancis dan John Adams yang kemudian menjadi Dubes AS untuk Inggris, bertemu di London dengan Sidi Haji Abdul Rahman Adja, Dubes Khilafah untuk Inggris. Pertemuan ini dalam rangka menegosiasikan perjanjian perdamaian antar kedua belah pihak, AS dan Khilafah, yang akan didasarkan pada pendanaan dari pemungutan suara di Kongres.
Menariknya, setelah pertemuan itu, dua wakil dari AS yang nantinya menjadi Presiden AS, menhyebarkan fitnah di depan Kongres AS. Mereka berkata, alasan Khilafah memusuhi Amerika,"... bahwa (Kekhalifahan)didirikan berdasarkan Hukum Nabi mereka, bahwa hal itu ditulis dalam Al-Qur'an mereka; bahwa semua negara yang tidak mengakui otoritas mereka adalah negara yang berdosa; bahwa hak dan kewajiba mereka untuk berperang terhadap negara-negara itu dimana saja mereka bisa ditemukan...; dan bahwa setiap Musselman (Muslim) yang terbunuh dalam peperangan pasti akan masuk surga."
Tahun 1793, armada Laut AS kembali lagi memasuki wilayah laut Khilafah, dan kali ini 12 kapal AS pun kembali ditangkap. Menanggapi hal ini, Kongres AS memberikan mandat pada Presiden Washington, pada Maret 1794, untuk membelanjakan hingga 700.000 koin emas untuk membangun armada laut yang lebih kuat yang terbuat dari baja. Namun kapal-kapal tersebut dilaporkan berhasil ditenggelamkan semuanya dalam perang laut melawan armada laut Kekhilafahan Turki.
Sejak saat itu, AS baru sadar tengah berhadapan dengan sebuah kekuatan yang hebat bernama Khilafah Islamiyah.
Setahun setelah kejadian itu, pada 1795, AS meneken perjanjian Barbary dengan Khilafah. Kata Barbary merujuk pada governorat Afrika Utara untuk wilayah Aljazair, Tunisia, dan Tripoli, yang berada di bawah pemerintahan Khilafah.
Ketentuan dalam perjanjian Barbary memaksa AS untuk membayar sejumlah uang kepada Khilafah. Sebagai imbalan izin untuk berlayar di Samudra Atlantik dan Laut Mediterania serta mengembalikan kapal-kapal yang ditangkap. Pembayaran dengan metode one off payment yang bernilai $ 992.463. Sebagai imbalannya, Pemerintah AS harus membayar lagi $ 642.000 yang setara dengan Emas. Selain itu, AS setuju untuk membayar pajak tahunan (upeti) senilai $ 12.000 dalam bentuk Emas kepada Khilafah.
Supremasi Khilafah atas AS ditunjukkan dengan mewajibkan AS untuk membayar upeti tahunan, menurut kalender Islam, bukan kalender Masehi.
Demikian bukti Kekhilafahan adalah negara adidaya. Kenyatan tersebut berdasarkan tulisan Sharique Naeem, seorang insinyur, komentator politik, dan penulis. Tulisan-tulisannya diterbitkan dibanyak surat kabar nasional di Pakistan, Bangladesh, India, Yaman, dan Iran.
Nah, bila dulu umat ini pernah menjadi adikuasa, saatnya kita mengembalikan posisi tersebut. Dengan Khilafah kita akan menjadi adidaya. Itulah yang akan mengembalikan kedaulatan umat, hanya tunduk pada Allah SWT.
Khalifah yang akan menjaga setiap jengkal tanah, laut, dan udara yang dimiliki umat Islam.(**)
*)Khadim Majelis Nafsiyah Islamiyah (MNI) Kepulauan Buton (Kepton)
Post a Comment