Kurikulum Industri, Pembajakan Potensi Intelektual Generasi
Oleh : Lina Revolt (Pendidik dan Pemerhati Pendidikan)
Perguruan Tinggi
adalah ikon intelektualitas. Dari Perguruan Tinggi dicetak Sumber Daya Manusia
intelektual dan pakar ilmu, yang menjadi sumber munculnya kemajuan, inovasi dan
penemuan berbagai solusi bagi problem di tengah- tengah masyarakat.
Namun, banyak yang
menganggap bahwa output Perguruan Tinggi hari ini tidak terintegrasi dengan
kemajuan guna menghadapi revolusi industri 4.0. Oleh karena itu muncul usulan
untuk mengembangkan kurikulum Perguruan Tinggi menjadi kurikulum berbasis industri.
Presiden Joko
Widodo pada konferensi Forum Rektor Indonesia yang ditayangkan melalui kanal
youtube Universitas Gajah Mada pada selasa (27/7/21) lalu, menekankan agar
perguruan tinggi ikut melibatkan industri dalam mendidik mahasiswa. Menurutnya,
ini dibutuhkan untuk menghadapi era yang penuh disrupsi. Untuk itu, menurut
presiden Jokowi, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa harus relevan dengan
perkembangan terkini dan masa depan. Presiden meminta agar perguruan tinggi
memfasilitasi mahasiswa agar belajar kepada para pelaku industri. (kompas.com,
21/7/21)
Salah satu
perguruan tinggi yang sudah menjadikan kurikulum industri acuan pembelajaran di
lembaganya adalah Kalbis Institut. Brand Communications Manager Kalbis
Institute, Raymond Christanto mengatakan bahwa Kalbis Institut telah
mengembangkan kurikulum berbasis industri tidak sekedar diatas kertas, namun
menggandeng langsung perusahan dalam negeri maupun luar negeri.
Salah satu
programnya adalah program sertifikasi yang diharapkan mampu lulusan Kalbis Institut mampu bersaing dan
siap memasuki dunia kerja ( medcom.id, 21/1/21)
Pembajakan Potensi Intelektual
Pengembangan
Kurikulum berbasis industri ini sebenarnya adalah perpanjangan dari kebijakan
yang pernah dicetuskan oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Nadiem Makarim, yaitu kampus merdeka pada januari 2020 lalu. Pengembangan
kurikulum berbasis industri memang sekilas nampak membawa dampak baik bagi
mahasiswa, yaitu lulusan perguruan tinggi akan mudah mendapat pekerjaan setelah
lulus atau mampu menjadi entrepreneur yang akan membuka lapangan pekerjaan
baru. Artinya angka pengangguran akan berkurang. Namun, sesuatu yang nampak
manis belum tentu manis. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila
kurikulum berbasis industri ini diterapkan di perguruan tinggi, sebagai berikut
:
Pertama, Menjadikan
lulusan Perguruan Tinggi sekedar untuk memenuhi pasar industri. Padahal tujuan
utama perguruan tinggi adalah mencetak generasi intelektual yang akan
melahirkan berbagai inovasi dan pengetahuan guna memecahkan permasalahan umat.
Jika pengembangan kurikulum industri terus dilanjutkan khawatirnya perguruan
tinggi justru menjadi tempat mencetak tenaga terampil dan murah bagi industri/
kapitalis semata.
Kedua, tujuan utama
perguruan tinggi yang harus mencetak generasi Ahli, justru akan melahirkan
generasi yang hanya berorientasi pada materi (uang).
Ketiga, Kaburnya
makna Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu untuk melahirkan generasi yang akan
mengabdi pada masyarakat bukan sekedar memenuhi pasar industri dan korporasi.
Hal ini justru akan semakin mengokohkan liberalisasi perguruan tinggi.
Keempat, berubahnya
orientasi mahasiswa kuliah hanya demi menjadi tenaga terampil yang akan
menguasai dunia kerja menjadikan hilangnya sikap kritis dan kepedulian kepada permasalahan
publik. Padahal seharusnya mahasiswa menjadi agent of change yang akan membawa
pada perbaikan masa depan negara.
Oleh karena itu,
wacana pengembangan kurikulum industri harus dikaji ulang, terutama oleh
civitas kampus. Sudah seharusnya seluruh elemen bangsa benar- benar serius
melihat masalah dasar pendidikan hari ini, bukan sekedar pada kurikulum atau
daya saing di dunia kerja, namun akibat bobroknya sistem pendidikan sekuler
kapitalisme yang menjadikan dunia pendidikan hanya sebagai alat untuk mencetak
buruh dan konsumen penggerak ekonomi kapitalis.
Sistem kapitalisme
juga mereduksi peran penguasa dalam mengurusi urusan rakyatnya. Menjadikan
setiap individu harus berjuang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidup mereka,
termasuk kebutuhan pendidikan. Hingga wajar jika orientasi sebagian besar
mahasiswa bukan pengembangan ilmu pengetahuan demi menciptakan inovasi-inovasi
dalam memecahkan masalah umat, tetapi berfokus pada capaian akademik agar cepat
lulus dan bekerja. Hal ini menjadikan kualitas pendidikan semakin
memprihatinkan.
Butuh Perbaikan Mendasar
Suramnya potret
pendidikan hari ini membutuhkan solusi mendasar. Jika kita menilik sejarah
peradaban manusia. Di era Islam dunia pendidikan pernah menuju puncak
kejayaannya bahkan menjadi tonggak kejayaan negara. Karena dari kemajuan
pendidikan melahirkan inovasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Seorang ahli
filsafat dari Universitas Cambridge bernama Oliver Leaman pernah mengatakan
bahwa pada masa agung kekhalifahan di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin
mengetahui sesuatu yang ilmiah, maka ia harus pergi ke Andalus. Pada waktu itu
banyak sekali permasalahan dalam literatur latin yang belum terpecahkan. Jika
mereka pergi ke Andalus, maka ketika kembali mereka tiba-tiba mampu
memecahkannya. Islam di Spanyol memiliki reputasi selama ratusan tahun dalam menduduki
puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, teknik dan matematika.
Mirip dengan posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting
berada (Leaman Oliver, 2006)
Begitulah sedikit
gambaran pendidikan Islam di era Islam di mata dunia kala itu. Sangat berbeda
dengan perguruan tinggi hari ini. Dalam Islam, Perguruan tinggi dirancang untuk
mengoptimalkan fungsi intelektual demi kemaslahatan umat. Bukan untuk melayani
korporasi apalagi budak industri.
Perguruan tinggi
dalam Islam memiliki tiga tujuan pokok, yaitu :
Pertama memperdalam
kepribadian Islam yang telah dibangun sempurna sejak pendidikan dasar dan
mendorong kepedulian tadi sehingga mampu memimpin umat serta menjaga dan
melayani umat dengan ilmu yang dimiliki. Di Perguruan Tinggi, mahasiswa akan
diajarkan kebudayaan melayani persoalan umat sehingga ketika lulus, mereka siap
mengabdi di masyarakat.
Kedua, melahirkan para mahasiswa yang akan membentuk
gugus tugas yang akan melayani urusan vital masyarakat. Maka Perguruan Tinggi
harus mampu mencetak para ilmuwan dan politikus yang akan mempersembahkan
penelitian dan proposal khusus untuk menjaga kepentingan umat.
Ketiga, menyiapkan
lulusan yang akan melayani dan menjaga urusan vital masyarakat, seperti para
hakim, ahli hukum, guru, dokter, akuntan, insinyur, penerjemah, dsb. didukung
oleh negara dengan menyiapkan lembaga tempat mereka mengabdi.
Dalam mewujudkan
tujuan perguruan tinggi, maka harus didukung oleh sistem pendidikan Islam dan
kebijakan pendidikan. Oleh karena itu Khalifah bertanggung jawab menyiapkan
sarana pendidikan yang berkualitas dan menjamin kebutuhan dasar rakyat dengan baik. Sehingga dunia
pendidikan bisa berfokus melahirkan generasi unggul yang mampu berinovasi dalam
berbagai bidang ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan pada akhirnya akan
mengantarkan negara pada puncak kejayaannya.
oleh karena
itu,sudah saatnya bangsa ini menggali kembali potensi Islam yang telah Allah
anugerahkan pada bangsa ini. Sungguh, jika sistem pendidikan Islam diambil
sebagai dasar dunia pendidikan, niscaya
kegemilangan dunia pendidikan di masa lalu akan kembali bahkan lebih gemilang
lagi di abad modern ini. Wallahu a'lam bishawab.(**)
Post a Comment