TKA Masuk Saat Angka Covid-19 di Kolaka Meningkat, Bisnis di Masa Kritis?
Oleh :Wa Ode Rahmawati (Pemerhati Sosial)
Kasus
Covid-19
di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) masih
melonjak drastis. Tidak terelakkan,
beranda media sosial masih dipenuhi kabar duka atas kasus wabah ini.
Namun, di tengah lonjakan tersebut,
17 Tenaga Kerja Asing (TKA) justru dibiarkan masuk di Desa Sopura, Kabupaten Kolaka, Sulawesi
Tenggara (Sultra) demi melanjutkan
pembangunan smelter salah
satu perusahaan di sana.
Kepala Bidang Pembinaan, Penempatan, dan Perluasan Kesempatan Kerja Dinas Nakertrans Kolaka, Hartono mengatakan, mereka adalah tenaga ahli di bidangnya. Sebagiannya merupakan tenaga ahli di bidang tertentu, seperti kontruksi, metalurgi, hingga tenaga khusus yang menangani keuangan (http://telisik.id, 26/7/2021).
Kebijakan Pemerintah
Inkonsistensi
.
Juru
Bicara Satgas Covid-19 Sultra,
La Ode Rabiul Awal di Kendari, Kamis malam, mengatakan kasus positif Covid-19 di provinsi saat itu lebih banyak daripada
pasien sembuh. Rinciannya adalah
Kota Kendari sebanyak 109 orang, Kabupaten Konawe 30, Kolaka 29, Wakatobi 20,
Konawe Selatan 14, Kolaka Utara 8, Muna 5, masing-masing Kota Baubau dan
Kabupaten Bombana 4, Kolaka Timur 2 dan Buton Tengan 1 orang. (m.antaranews.com, 15/7/2021)
Mestinya, di tengah situasi ini aktivitas yang berpotensi
memicu bertambahnya kasus Covid-19 tidak terjadi. Mengingat saat ini pemerintah
sedang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat
yang berlaku 21-25 Juli 2021. Bahkan update terbaru, mulai Senin, 26 Juli 2021 pemerintah
resmi melakukan perpanjangan PPKM yakni PPKM
berdasarkan level. (Liputan6.com, 27/7/2021)
Dari kebijakan
tersebut mobilitas
masyarakat dibatasi, ruang gerak dipersempit, izin pembukaan pasar
rakyat (penjualan sembako) harus dengan prokes yang ketat, izin penjualan selain
kebutuhan pokok dengan waktu yang
terbatas. Begitupun, warung
makan pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya membatasi jumlah pengunjung maksimal
3 orang dan sebagainya.
Tentu hal ini
sangat berdampak pada rakyat
yang pemenuhan hidupnya
sangat bergantung
kepada pendapatan harian.
Tidak jarang pendapatan mereka menurun drastis bahkan benar-benar hilang.
Ironisnya, pemerintah justru menambah luka rakyat dengan membuka akses masuk untuk TKA. Hal tersebut membuat masyarakat
bingung bukan kepalang terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang terlihat
inkonsistensi. Alih-alih menjalankan
kebijakan PPKM secara serius, untuk kesekian kalinya kembali mempertontonkan
perlakuan pilih kasih antara rakyat sendiri dan asing.
Kedatangan TKA Bukan Kali Pertama
Dan terulang kembali, dalam kondisi genting ini sikap
pemerintah kian tidak karuan. Bagaimana tidak, saat nyawa manusia terus
berjatuhan perlahan demi perlahan, nasib rakyat semakin sengsara karena banyak
yang kehilangan pekerjaan, pemerintah justru memberikan kesempatan kerja untuk
asing. Maka wajar jika rakyat menyimpulkan bahwa kebijakan yang ada hanya untuk
berbisnis di masa kritis.
Inilah
kapitalisme, dimana takaran untung rugi materi lebih berharga daripada persoalan kesehatan jutaan manusia.
Tata kelolanya yang terkesan tumpang tindih dan tidak jelas arah menyebabkan
harapan penyelamatan nyawa manusia tinggal ilusi. Jika alasannya karena terlanjur menyepakati kerjasama dengan pihak
luar, maka inilah saatnya mengubah
posisi sebagai negara independen,
mandiri, tidak dikontrol oleh asing sebagaimana amanat dari UUD 1945. Akan tetapi, hal
ini mustahil terwujud dalam sistem yang berasaskan keuntungan daripada maslahat
bagi manusia.
Pandemi Tuntas Dengan Islam
Sebagaimana
sabda Rasulullah saw, “Bila kamu
mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika
wabah terjadi di daerah kamu berada , maka jangan tinggalkan tempat itu.”(HR Bukhari
dan Muslim)
Ketika
suatu wilayah menghadapi wabah, maka pemimpin secara tegas mengambil solusi sigap dan cepat tanggap
dengan melakukan lockdown total terhadap wilayah terjadinya wabah. Rakyat pun dilarang keluar-masuk
wilayah itu yang berpeluang besar menularkan wabah pada warga di wilayah lain,
tanpa ada pengecualian, termasuk
asing. Hal ini menunjukkan prioritas pemimpin adalah keselamatan rakyat.
Pemimpin
pun tidak akan berlepas tangan terhadap warganya selama masa lockdown, ia akan
memenuhi apa saja
yang rakyat butuhkan, sebab ia memahami bahwa akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Terkait dengan
sumber pembiayaan, maka negara memiliki kas yang bernama Baitul Mal.
Sumber-sumbernya meliputi pengelolaan negara atas kepemilikan umum dan negara,
seperti kharaj, fa’i, hasil tambang, hasil hutan dan lain sebagainya. Sehingga,
ia mampu memajukan negara dan berdiri sendiri sebagai negara mandiri dalam
menjalankan fungsinya, meski tanpa campur tangan asing.
Pemimpin
seperti inilah yang menjadi harapan umat hari ini. Pemimpin Islam yang akan
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh manusia di bawah kepemimpinannya. Dan
semua itu hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, bukan Kapitalisme yang
hanya menambah rentetan persoalan umat manusia tanpa pernah menghadirkan solusi
tuntas atasnya. Wallahu a’lam bi
shawwab.(**)
Post a Comment