Petani Cabai Konflik , Butuh Solusi Sistemik
Oleh: Anis Zakiah (Mahasiswa USN Kolaka)
Dilansir
dari rctiplus.com, Anggota komisi DPR RI Slamet menanggapi Vidio viral yang
memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya.
Kemarahan petani di duga akibat harga cabai dipasar turun. Slamet mengatakan,
harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang seharusnya
menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah harus hadir melindungi
petani Indonesia. Jangan hanya berpikir impor terus, sementara nasib petani
kita semakin sengsara, ujarnya, Jum’at (27/8) lalu.
Slamet
mengatakan impor cabai di semester 1 2021 sebesar 27.851 ton. Naik 54 persen di
banding tahun 2020 sebesar 18.075 ton angka tersebut meningkat jika
dibandingkan dengan realisasi impor pada semester 1 2020 yang sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai
US $ 34,38 juta. Cabai yang di impor pemerintah pada umumnya adalah cabai
merah, termaksud juga cabai rawit merah. Ini menunjukkan betapa pemerintah
memang tidak berpihak kepada petani kita, jelasnya (politik.rmol.id/ 30/82021).
Penelitian
pusat studi ekonomi kerakyatan Yogyakarta Hempri Suyatna menyayangkan adanya
kebijakan impor cabai yang di lakukan pemerintah Indonesia pada saat pandemi.
“perlu mengurangi cabai impor dari luar negri. Hal ini karena selama pandemi
Indonesia tetap melakukan impor cabai besar-besaran. Sehingga panen produk
lokal rentan terganggu seperti saat ini”.
Berdasarkan
data yang di himpun, pada bulan Januari-juni 2021 ini. Indonesia melakukan
impor cabai mencapai 27.851,98 ton atau senilai Rp. 8,58 triliun. “Negara sebenarnya
bisa memfasilitasi pengembangan industri-industri olahan cabai dan juga
membangun sistem atau teknologi penyimpanan cabai agar tahan lama tetapi tidak
pernah dilakukan (yogya.ayoIndonesia.com, 29/8/2021).
Ironi
Kapitalisme Gagal Memberi Solusi
Nasib
tragis juga menimpa petani cabai dikawasan Sleman. Petani cabai tersebut harus
menelan pil pahit lantaran komoditas cabai penanganannya yang digadang-gadang
harganya bagus ternyata anjlok. Saking rendahnya harga jual cabai dari petani,
mereka akhirnya membagi-bagikan cabai gratis kemasyarakatan sebagi bentuk
keprihatinan komoditas cabai yang dengan susah payah ditanam dihargai drop.
Wajar
jika dibeberapa wilayah, para petani banyak yang memilih membiarkan tanaman
cabainya rusak. Bahkan petani cabai di Majalengka memilih menelantarkan
lahannya hingga membakar tanaman. Memang bukan komoditas strategis.
Namun,
tingkat konsumsi masyarakat kita terhadap cabai cukup tinggi. Wajar saja jika
menanam cabai Menjadi salah satu pilihan terbaik bagi sebagian petani. Apalagi
di momen-momen tertentu, harga pasar cabai cukup menggiurkan. Maret lalu
Misalnya, harga cabai bisa mencapai Rp. 135.000,- sementara disaat normal,
kisaran harga antara Rp. 35.000- Rp. 40.000.
Ironisnya
seringkali impor tetap berjalan di tengah produksi yang surplus, baik karena
impor maupun panen raya. Di luar impor komoditas, penderitaan petani pun
bertambah oleh persoalan biaya produksi, terutama pupuk. Kartu tani yang
diperoleh sebagian kecil petani pun nyatanya tidak bisa dimanfaatkan untuk
mendapatkan pupuk bersubsidi.
Pihak
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, biasanya berdalih anjloknya
harga adalah akibat faktor kelebihan produksi atau sulplus. Akibatnya
ketersediaan barang di pasar terlalu melimpah, sementara permintaan atas barang
tersebut tetap atau malah kurang akibat daya beli masyarakat yang terus menurun
di masa pandemi.
Tak
dipungkiri, pemerintah tampak selalu gagap dalam menghadapi situasi seperti
ini. Padahal semestinya semua bisa diantisipasi sekiranya mereka serius
berpikir, dan bekerja untuk memberi solusi, semata-mata demi mewujudkan
kesejahteraan para petani dan keadilan bagi konsumen.
Inilah
penerapan sistem kapitalis liberal, sistem ini telah meminimalisasi peran
negara dalam mengurusi hajat rakyat. Negara sebatas regulator dan fasilitator
untuk membuat aturan dan regulasi, sementara pemenuhan hajat rakyat diserahkan
ke pasar (korporasi). Akibatnya korporasi menguasai seluruh rantai pangan,
mulai dari produksi hingga konsumsi. Pengelolaan hajat pangan pun dilakukan
dengan prinsip bisnis sehingga menghilangkan prinsip pelayanan pada rakyat.
Alhasil kedaulatan pangan tidak akan pernah bisa diwujudkan dalam sistem ini.
Namun kedaulatan dan kemandirian pangan sebenarnya bisa direalisasikan jika
sistem yang diterapkan sistem shahih.
Mekanisme
Islam Mengatasi Pangan
Islam
memiliki mekanisme agar kedaulatan pangan bisa tercapai dan bebas dari
ketergantungan impor, sistem ini akan menjamin berjalannya proses produksi dan
menjaga stok pangan dengan mendukung penuh usaha pertanian yang dilakukan
rakyat.
Seperti,
memberikan kemudahan mengakses bibit terbaik atau teknologi pertanian terbaru.
Menyalurkan bantuan subsidi, membangun infrastruktur pertanian, pendidikan,
serta pelatihan, pengembangan dan seterusnya. Sistem Islam juga akan menerapkan
hukum seputar pertanian hukum menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan
lebih dari tiga tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian. Ini akan
menjamin semua tanah dan lahan terkelola maksimal, begitu pula pada aspek
distribusi dan stabilitas harga.
Prinsip
distribusi akan menentukan harga dalam Islam, mengikuti hukum permintaan dan
penawaran yang terjadi secara alami. Namun negara akan melakukan pengawasan
menerapkan larangan penimbunan (kecurangan) yang berpotensi mengganggu
distribusi dan merusak harga pasar. Jika ditemukan kondisi harga tidak normal
negara akan melakukan dua kebijakan. Yang pertama dengan cara menghilangkan
penyebab distorsi pangan seperti penimbunan dan sebagainya. Kedua dengan menjaga keseimbangan supply dan
demand, negara akan benar-benar memperhatikan aktivitas perdagangan agar
berlangsung secara benar dan optimal.
Karena
itu, sudah saatnya masyarakat menyadari pentingnya perubahan ke arah Islam.
Sepanjang sejarah peradaban Islam, kita mendapati sistem pemerintahan terbaik
yang dibutuhkan manusia. Pengurusan urusan ummat yang sempurna dengan penuh
berkah dibawah naungannya sebagaimana firman Allah SWT, “Dan sekiranya penduduk
negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi”.(**)
Post a Comment