Kejahatan Seksual Anak Semakin Marak di Konsel, Ada Apa ?
Oleh : Asma Sulistiawati (Mahasiswa UM Buton)
Pergaulan bebas merupakan
salah satu dampak negatif dari kemajuan zaman saat ini yang semakin pelik. Apalagi jika tidak digunakan
dengan baik, maka akan
berujung kerugian pada diri sendiri dan
apabila tidak di awasi
dengan baik akan berujung petaka.
Seperti kasus yang menimpa anak di bawah umur
di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) mengalami peningkatan. Pada tahun 2020
telah terjadi 36 kasus sedangkan tahun ini Januari hingga Oktober 2021 tercatat
55 kasus. Pendamping Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial RI bersama
Dinas Sosial Kabupaten Konawe Selatan menangani 55 kasus anak sepanjang tahun
2021, dan paling mendominasi adalah kasus kejahatan seksual pada anak. “Hingga
November 2021 ada 55 kasus anak dan paling mendominasi adalah kasus kejahatan
seksual pada anak. Peningkatan kasus ini sangat mencemaskan kita semua,” ungkap
Pendamping Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Wilayah Konsel, Helpin,
S.Sos, Kamis (4/11/2021). Helpin menjelaskan, dari Januari hingga September
tahun 2021 dirinya telah mendampingi 50 kasus anak. Namun di Oktober hingga
September ini ada tambahan 5 kasus sehingga dengan mencuatnya kasus baru, angka
kasus kejahatan pada anak bertambah menjadi 55 kasus. (Telisik.id, 04/10/2021).
Pertahanan Yang Kurang Memadai
Ini menjadi salah satu dampak juga apabila
tidak ada pengontrolan salah satunya dari orang tua. Namun tidak keseluruhan harus menyalahkan orang tua, karena ini memerlukan pula
kesadaran dari diri sang anak. Inilah
pentingnya pengajaran yang disampaikan karena anak masih awam
soal benar dan salah. Mereka hanya fokus pada kesenangan diri semata yang pada
akhirnya berujung pada penyesalan.
Maka dari
itu sudah seharusnya kasus sebelumnya bisa diambil sebagai pelajaran. Namun
jika dilihat kondisi saat ini sangat pelik untuk direalisasikan. Bahkan jika
tersadarkan itu hanya bisa mencakup sebagian saja. Hal ini diakibatkan lingkungan dan
tontonan yang tidak terjaga dengan baik yang akhirnya membuat dari kebanyak
anak itu merasakan naluri nau (mencintai) terhadap lawan jenis mulai tumbuh yang akhirnya berujung pada
coba-coba.
Apalagi dengan kondisi saat ini, dimana hal itu dianggap sebagai
sesuatu yang lumrah untuk dilakukan, seperti
aktivitas pacaran. Akibatnya kejahatan seksual merebak
dimana-mana.
Maka dibutuhkan orangtua yang selalu hadir menemani anak-anaknya. Sebagaimana kehadiran secara fisik,
di mana orangtua berperan sebagai pihak yang mengawasi keselamatan dan kegiatan
anak. Kemudian, kehadiran
secara psikis, dimana orang tua menjadi tempat berbagi cerita dan pendidikan
bagi anak. Apabila dua fungsi kehadiran itu sangat sedikit diterima oleh anak,
maka kita tak boleh mengeluh kalau ternyata pendidikan dan berbagai cerita anak
didapat dari situs-situs internet maupun media sosial.
Sekolah juga harus merangkul anak. Pertama
merangkul dalam muatan pembelajaran, dimana pendidik tidak hanya mengajarkan agama dan budi
pekerti secara umum dan abstrak, tetapi juga menyentuh pada aktivitas
keseharian peserta didik. Kedua merangkul dalam aktivitas dan perilaku peserta
didik sehari-hari, di mana hubungan pertemanan, bahasa yang digunakan, serta
implementasi nilai-nilai karakter menjadi perhatian pendidik.
Aturan hukum yang dilanggar oleh para predator
anak telah merusak masa depan anak-anak kita. Lebih jauh, kejahatan seksual
para predator anak tersebut telah mengganggu tatanan nilai dan norma yang
selama ini kita anut. Tetapi kita tidak akan membiarkan mereka menyebarkan
penyimpangan yang mereka bawa. Oleh karena itu, kejahatan seksual hanya bisa
berhenti ketika ada sistem sanksi dan hukum yang tegas.
Hukum yang diberikan saat ini tidak membuat
jera. Apalahi ditambah faktor teknologi informasi yang makin massif yang tidak
menjaga arus peredaran pornoaksi pornografi.Kondisi sekuler dan individualis
membuat Negara lepas tangan untuk persoalan seksual individunya. Maka dari itu
faktor dari pada penyebab kejahatan seksual masih marak terjadi karena sistem
kapitalisme yang diterapkan.
Ketika kita memakai hukum berstandarkan sekuler
tak heran jika kejahatan itu masih ada hingga saat ini. Karena disebabkan
lalainya kita dari perintah Allah dan enggan untuk melaksanakannya.
Kembali Kepada Syari'at
Islam memiliki aturan yang jelas terkait
kejahatan seksual. Mulai dari akar, yakni menjaga aurat, menjaga pemikiran dan
menjaga beredarnya tontonan yang membangkitkan jinsiyah manusia.Sistem hukum
Islampun juga memberikan efek jera, Karena berfungsi sebagai penebus dan
penjera.
Dalam pandangan Islam kejahatan dan kekerasan
terjadi akibat lunturnya nilai-nilai kemanusiaan yang Allah lekatkan dalam setiap diri manusia.
Karena nilai kemanusiaan itulah ia disebut sebagai manusia. Melalui
kemanusiaannya pula manusia saling
mencintai, mengasihi, melindungi, menghormati, dan tolong menolong. Jika
seorang melakukan kekerasan, termasuk KBGO, berarti kemanusiaannya sedang
bermasalah. Sebab itu setiapkali
seseorang melakukan tindakan yang merugikan dan membahayakan orang lain, Islam
mengajarkan agar ia “bertaubat” dan ber “islah”. Islam menyerukan tobat dan
islah bukan hanya pada pelaku, tetapi secara terutama pada korban.
Tobat secara bahasa memiliki makna antara lain
kembali atau mengembalikan. Kembali dan mengembalikan kemana? Bagi pelaku,
taubah bermakna kembali kepada kemanusiaannya, sebab kemanusiaanya luntur
setiap kali ia melakukan tindakan yang merugikan dan membahayakan orang lain.
Namun bagi korban, tobat berarti mengembalikan korban kepada kondisi sebelum ia
menjadi korban dan di sinilah makna pemulihan korban. Pemulihan korban berarti
mengembalikan ia kepada kondisi sebelum ia menjadi korban baik secara fisik,
mental, dan sosial. Setelah korban
kembali kepada kondisi semula, maka Alquran menganjurkan agar pelaku melakukan
“islah”. Islah adalah tindakan atau upaya untuk menciptkan rekonsiliasi dan
perbaikan. Islah penting dilakukan,
sebab umumnya korban terhambat baik secara fisik, mental dan ekonomi sepanjang ia menjadi korban dan ketika
menjalankan proses pemulihan, termasuk di dalamnya korban KBGO Sebab itu rekonsiliasi dan perbaikan (islah) harus
segera dilakukan pasca pemulihan korban untuk menyusulkan kerugian baik materi maupun non materi. Ishlah meniscayakan taubah, tidak ada islah
tanpa tobat.
Sebab itu dalam beberapa ayat Alquran, Allah
kerapkali menyertakan rekonsiliasi dan perbaikan setelah pertobatan. Ayat 5
surat An-Nur mengisahkan bahwa menuduh
perempuan-perempuan baik berbuat zina adalah dosa besar, bahkan lebih besar
dari dosanya berzina itu sendiri. Sebab menuduh perempuan baik-baik berzina
berarti merendahkan dan menghancurkan martabat kemanusiaan perempuan. Menuduh
perempuan baik-baik berbuat zina adalah pelecehan seksual verbal yang
diharamkan. Alquran menegaskan bahwa
pelaku harus segera melakukan pertobatan dengan mengembalikan korban pada
kondisi sebelum menjadi korban dan selanjutnya melakukan rekonsiliasi dan
perbaikan pada korban. Demikian halnya dengan korban KBGO yang kini semakin
marak terjadi, korban harus mendapatkan pemulihan dan setelah itu memperoleh
ishlah.
Rasulullah memberikan contoh nyata bagaimana
beliau melakukan pemulihan baik secara fisik, terutama mental, sosial, dan
ekonomi terhadap korban kekerasan seksual.
Disebutkan dalam banyak hadis bagaimana Rasulullah mensolati perempuan
yang diduga menjadi korban kekerasan seksual
setelah ia dihukum rajam berdasar
pengakuannya. Beberapa sahabat pada
awalnya mempertayakan kenapa perempuan yang berzina itu disalati? Namun Rasulullah tetap mensalatinya yang
dapat dimaknai bahwa Rasulullah sedang melakukan pemulihan mental dan sosial
bahwa korban kekerasan seksual tidak boleh mengalami reviktimisasi dan stereotipe/pelabelan. Kitab-kitab fiqih
juga menegaskan bahwa perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan seksual,
sebagai contoh “wathi’ syubhat”
mislanya, maka pihak pelaku harus memberikan konpensasi (mahar) yang
senilai dengan posisi sosial perempuan
yang menjadi korban.
Informasi Alquran, As-Sunnah dan juga pandangan
Fuqaha menegaskan bahwa korban kekerasan seksual wajib dipulihkan baik secara fisik, mental, dan sosial serta
berhak untuk mendapatkan perbaikan ekonomi dan kehidupan sosialnya.
Wallahu a’lam Bishowwab(*)
Post a Comment