Peredaran Miras Kian Deras
Oleh: Imroatus Sholeha
Pandemi covid19 telah membawa dampak besar bagi kehidupan, tak hanya di bidang kesehatan namun merambah ke berbagai sektor diantaranya ekonomi. Oleh karenannya pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan ekonomi negeri, salah satunya dengan upaya menggenjot sektor pariwisata yang di gadang-gadang menarik keuntungan besar.
Untuk
memuluskan sektor pariwisata, salah satu upaya pemerintah menarik minat wisatawan
asing dengan keputusan permendagri Terkait pelonggaran miras oleh para turis.
Dilansir
Kumpara News, MUI mengkritisi aturan Kemendag soal impor, salah satunya aturan impor
minuman keras. MUI menilai aturan ini bisa merusak anak bangsa. Menurut Ketua MUI
Cholil Nafis dalam keterangannya, Minggu (7/11), Permendag RI No. 20 tahun 2021
Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini memang memihak kepentingan wisatawan
asing agar datang ke Indonesia, tetapi merugikan anak bangsa dan pendapatan negara.
"Kerugian
negara terletak pada perubahan pasal 27 Permendag tahun 2014 yang menyatakan bahwa
pengecualian bawaan minuman beralkohol (minol) boleh di bawah 1000 ml menjadi longgar
di Permendag No. 20 tahun 2021 bahwa minol bawaan asing boleh 2500 ml. Pastinya
ini menurunkan pendapatan negara," beber Cholil Nafis. "Tak hanya soal
pendapat negara, kerugian bangsa juga terletak pada melonggarnya peredaran minol
(minuman beralkohol) dan menganggapnya hal yang biasa karena wisatawan asing atau
kita yang keluar negeri akan membawa minol lebih banyak," ujarnya.
Cholil
Nafis berharap, Kemendag tak hanya memikirkan kepentingan wisatawan asing, tetapi
juga anak bangsa. "Kami berharap Permendag ini direvisi demi menjaga moral
dan akal sehat anak bangsa juga kerugian negara. Berharap pembahasan RUU minuman
keras/ beralkohol segera dibahas dan dituntaskan," tutup dia.
Memang
benar, pelonggaran ini dapat berimbas pada moral dan akal sehat anak bangsa.
Hal ini disebabkan meningkatnya peredaran miras yang terbawa oleh wisatawan
asing, dan berpotensi menyebarkannya kepada generasi bangsa ini dalam interaksi
yang dilakukan oleh para wisatawan asing tersebut.
Sementara
itu, fakta di lapangan mengungkapkan bahwa tingginya angka kriminalitas yang
terjadi banyak dipengaruhi oleh miras. Sebut saja kekerasan dalam rumah tangga,
tawuran, hingga kasus pembunuhan.
Sebagai
seorang warga negara, tentu kita menginginkan agar ekonomi negeri ini semakin
baik di tengah pandemi yang entah sampai kapan akan berakhir. Namun, jika harus
mengorbankan masa depan generasi muda negeri ini dengan melonggarkan peredaran minuman
keras, tentu kita akan berfikir ribuan kali untuk melakukan hal tersebut.
Karena sesungguhnya masa depan generasi muda lebih penting ketimbang nilai
ekonomi yang akan didapat dari peredaran miras.
Indonesia
sebagai negeri dengan penduduk mayoritas muslim, tentu telah mendapat maklumat
oleh zat pencipta alam semesta tentang status minuman keras. Allah SWT jelas mengharamkan khamr/miras. Hal
ini berdasarkan firman Allah Swt : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari
keperluan,’ Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berpikir.” (QS Al-Baqarah: 219)
Nabi
saw. pun menegaskan dalam sabdanya, “Minuman keras itu induk dari hal-hal yang
buruk, siapa yang meminumnya, salatnya tidak akan diterima selama empat puluh
hari. Jika ia meninggal sedangkan minuman keras berada di dalam perutnya, ia
akan meninggal dunia dalam keadaan jahiliah.” (HR Ath-Thabarani).
Dalam
sabdanya yang lain, “Allah melaknat minuman keras, orang yang mengonsumsinya,
yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya, pembelinya, pemerasnya,
orang yang meminta untuk memeraskannya (membuat minuman keras), pembawanya,
orang yang meminta untuk membawakannya, dan orang yang memakan hasil dari
penjualannya.” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim).
Kebijakan
terkait pelonggaran miras menunjukan negeri ini tidak mengadopsi Islam. Banyak kebijakan yang diambil lebih
mementingjan materi, tak jarang mengabaikan syariat agama dan membahayakan generasi.
Sebagai seorang muslim dan warga negara kita wajib menolak dan mengingatkan penguasa
akan bahaya kebijakan yang diambil ketika bertentangan dengan aturan agama.
Semestinya pemerintah lebih berhati-hati dalam
mengambil kebijakan. Khususnya kebijakan terkait pengurusan rakyatny karena kepemimpinan akan di mintai pertanggung
jawaban di hadapan Allah SWT. Abdullah
bin Umar mengatakan, Rasulullah saw. berkata, “Ketahuilah bahwa setiap dari
kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban
atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka
dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.“
Hal semacam
ini tidak akan terjadi jika negara mengambil islam sebagai sumber hukum. Halal
dan haram menjadi patokan yang jelas sehingga masalah miras tidak lagi menjadi
persoalan. Sudah semestinya sebagai penduduk muslim yang beriman kita menjadikan
islam sebagai tuntunan bukan hanya dalam lingkaran individu tetapi bermasyarakat dan bernegara. Seperti
yang pernah terjadi 13 abad lamanya kaum muslim menjadi mercusuar peradaban dengan
islam sebagai pedomanya dalam seluruh lini kehidupan. Sebab islam berasal dari
zat yang maha sempurna pencipta alam semesta. Wallahu alam bishawab(*)
Post a Comment