Pinjol Bukannya Untung, tapi Malah Buntung
Oleh : Dewi Sartika ( Pemerhati Sosial )
Akhir-akhir ini masyarakat
diresahkan dengan adanya kasus pinjaman online (pinjol). Pinjol telah banyak
memakan korban dari masalah psikologis, depresi, sampai hilangnya nyawa. Banyak
kejadian di tengah-tengah masyarakat dimana akibat depresi dan tekanan dari
para penagih utang pinjol, sehingga para korban nekat untuk mengakhiri
hidupnya. untuk itu, pihak aparat kepolisisian menghombau kepada masyarakat
agar berhati hati dengan pinjaman online.
Dilansir dari
zonasultra.com_Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengimbau
agar masyarakat berhati-hati terkait pinjaman online (pinjol) ilegal yang
sedang marak di Indonesia termasuk di Sultra.
Kasubbid Penmas Polda Sultra
Kompol Dolfi Kumaseh meminta agar masyarakat menggunakan jasa pinjaman resmi
yang sudah jelas keberadaannya, terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
“Kita tidak inginkan
masyarakat ada yang diteror apalagi mendapatkan ancaman,” ujar Dolfi diruang
kerjanya, Kamis (28/10/2021)
Kini, pinjaman online beragam modusnya, dengan
iming iming dana yang cepat cair, bunga rendah, dan berbagai macam tipu
muslihat lainya yang digunakan oleh mereka agar para konsumen tergiur untuk meminjam
uang kepada mereka. Namun, dibalik manisnya iming iming yang katanya menguntungkan, ternyata
masyarakat mengalami kebuntungan.
Sebagai bagian dari transaksi
yang mengandung riba. Pinjaman online baik legal maupun ilegal kedua duanya
sama saja, yaitu sama sama mengandung transaksi riba. Transaksi riba apapun
bentuknya mengandung unsur kezaliman kepada pihak lainya. Tapi, faktanya di
tengah tengah masyarakat pinjaman riba
seolah olah menjadi primadona dan
dewa penolong di tengah sulitnya memenuhi kebutuhan hidup.
Yang menjadi pertanyaanya saat
ini adalah mengapa pinjaman online sangat diminati masyarakat? ada beberapa
faktor yang menjadi penyebabnya
Pertama: Lemahnya ekonomi
masyarakat, akibat pandemi yang berkepanjangan, banyak masyarakat yang kehilangan
pekerjaan karena PHK, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Selain itu, rendahnya pendapatan rumah tangga juga menjadi
pemicu utamanya. Tak sedikit masyarakat berfikir pendek, rela terjerat pinjaman
riba.
Berdasarkan data BPS 2019,
jumlah penduduk rentan berpendapatan per kapita Rp25 ribu mencapai 52,8%.
Sementara, menurut laporan Bank Dunia pada 2020, total kelompok miskin, rentan,
dan menuju mencapai menengah 78,3%. Untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti
makan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, masyarakat menilai pinjol itu
solusi. Prinsipnya gali lubang tutup lubang. Bukan perkara yang aneh lagi bila
seorang warga terlibat dalam belasan perusahaan pinjol.
Kedua, pola hidup konsumtif.
Mssyarakat menjadikan Indonesia pasar seksi untuk dana dari luar masuk ke
Indonesia, salah satunya penyedia pinjol ilegal. Hak ini sebagaimana tutur
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Y. Wijaya (16/10/2021).
Berdasarkan data OJK, sejak
2018 sebanyak 3.516 situs pinjol ilegal telah terblokir. Nyatanya, total pinjol
resmi yang terdaftar di OJK hanya seratusan. Perusahaan pinjol tidak tertarik
untuk mendapatkan legalitas karena permintaan masyarakat terhadap pinjol ilegal
semakin meluas meskipun dengan bunga mencekik. Alhasil, mekanisme pasar
berlaku.
Ketiga, adanya legalitas
lembaga keuangan riba. Pemerintah menyediakan lembaga rendah seperti perbankan,
koperasi, dan PNM beroperasi dengan bunga rendah. Namun, pinjol ilegal tentu
masih lebih mudah dan cepat dalam mencairkan dana.
Inilah kondisi masyarakat yang
sesungguhnya, utang dijadikan jalan instan agar dapat bertahan hidup. Bahkan,
tak jarang dari mereka merelakan harta benda berharganya untuk digadaikan agar
perekonomian rumah tangganya tetap berjalan dan perut dapat terisi. Saat ini
masih banyak masyarakat yang berstatus miskin, apalagi pada masa pandemi saat
ini.
Penurunan tingkat
kesejahteraan rumah tangga penyebabnya adalah menurunnya tingkat pendapatan
rumah tangga, menurut data hingga 75% masyarakat
mengalami penurunan pendapatan rumah tangga. Penyebab inilah yang menjadikan
masyarakat lebih memilih rela terjerat riba yang penting kebutuhanya terpenuhi.
Sementara peran negara dalam mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat serta menjauhkan masyarakat dari praktek riba tidak nampak.
Padahal, masyarakat saat ini
membutuhkan sosok pemimpin yang yang dapat mengatasi persoalan kebutuhan
sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, tanpa harus ter terlibat dengan
pinjaman riba, dan pemimpin yang dapat mengatasi pinjaman online hingga ke
akarnya. Sebab keberkahan hidup akan diraih ketika suatu negara terhindar dari
praktek ribawi.
Untuk mewujudkan masyarakat
yang bersih dari riba tidak cukup dengan gerakan individu atau kelompok saja,
tetapi dibutuhkan sebuah institusi yang dapat menerapkan serta melaksanakan
hukum hukum terkait pijaman online atau riba. Jika dalam sistem hari ini solusi
yang diberikan adalah dengan menerbitkan moratorium agar pinjaman online
menjadi legal yang sebenarnya tidak dapat menyelesaikan masalah. Berbeda dengan
solusi yang di tawarkan oleh islam.
Apabila Khilafah tegak di
negeri yang memiliki utang luar negeri, negara hanya akan membayar pokoknya
saja. Jika perusahaan swasta yang berutang, juga cukup membayar pokoknya saja
oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika rakyat yang memiliki utang, ribanya
akan terhapus, hanya wajib membayar pokoknya saja.
Penagihan pun dengan tetap
mengedepankan akhlak dan adab Islam, sehingga pihak yang tertagih dan
penagih tidak akan saling terzalimi satu sama lain. Selain itu, ketika
masyarakat membutuhkan dana, negara akan mengklasifikasikannya terlebih dahulu.
Bila fakir miskin atau termasuk golongan mustahik zakat, akan mendapat dana
zakat dan bantuan berupa sembako, sandang, pekerjaan, modal usaha, atau
keterampilan. Semua ini akan terpenuhi dengan pengelolaan baitulmal.
Penerapan Islam secara kaffah
akan menghapus praktek riba. Untuk menghilangkan fenomena pinjaman online
khilafah akan berusaha memenuhi kebutuhan individu masyarakat dengan mekanisme
langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara tidak langsung, pihak kepala
keluarga yang bertanggung jawab mencari nafkah akan dipermudah dan difasilitasi
dalam bekerja, baik itu akses modal tanpa riba atau pelatihan hingga penyediaan
lapangan kerja secara seluas luasnya. Jika kepala negara tidak mampu
memenuhinya, maka, yang wajib membantu adalah kerabatnya. Pendataan yang baik
di sertai dengan aparat yang amanah akan meniscayakan pelaksanaan pendataan
tersebut. Jika seluruh kerabatnya tidak
mampu memenuhi kebutuhanya, maka, kewajiban jatuh pada kas negara yaitu baitul mal, anggaran yang di
gunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu diambil dari pos zakat.
Adapun mekanisme secara
langsung akan dilakukan negara pada pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan,
dan keamanan serta mengratiskan pelayanan tersebut kepada masyarakat. Sehingga
harta yang dimiliki masyarakat benar benar fokus untuk pemenuhan kebutuhan
pokok sandang, pangan, dan papan.
Bagi masyarakat yang
membutuhkan uang untuk modal usaha, mahar, dan lain lain maka negara akan
memberikan pinjaman yang tentunya tanpa adanya riba. Begitulah mekanisme negara
khilafah dalam mengatasi serta
membebaskan masyarakat dari dosa riba
dan dosa dosa lainya ditengah tengah masyarakat tatkala islam diterapkan aecara
sempurna.(*)
Post a Comment