Children of Heaven ala Baubau, Kapitalisme Sah Bobroknya
Oleh : Annisa Al Maghfirah
(Relawan Media)
Beranda
sosial media (Sosmed) masyarakat Kota Baubau akhir-akhir ini dihebohkan dengan
viralnya video dua orang kakak beradik yang saling bertukar sepatu untuk
bersekolah. Keduanya diketahui merupakan siswa/siswi SDN 3 Wameo. Riski (9
tahun) masih duduk di bangku kelas 3 dan kakaknya Nadia (11 tahun) yang kini
duduk di bangku kelas 4.
Mereka
mendadak viral setelah videonya saling tukar sepatu dibagikan di sosial media
tiktok dan facebook. Video tersebut kemudian viral dan dibagikan puluhan kali
dan telah mendapat banyak komentar. Setelah ditemui oleh media Publiksatu.co,
keduanya mengaku saling menukar sepatu karena hanya memiliki sepasang sepatu
dan untuk digunakan dua orang. Hal seperti itu sudah dilakukan sejak Riski
menghadapi kenaikan kelas 3 lalu.
Ibu mereka (Mardiana) bekerja di perusahaan
pengkreditan barang mengaku kesulitan menjalani kesehariannya. Di mana ia hanya
akan mendapat penghasilan jika mendapat konsumen untuk kredit barang melalui
dirinya.
Viralnya
kabar ini, mengingatkan netizen dunia maya dengan 'children of heaven', film
luar negeri yang memiliki kisah seperti yang dialami Riski dan Nadia. Banyak
pihak sudah menyalurkan bantuan. Dari pak Kapolres hingga calon gubernur dan
partai politik yang sedang memulai memoles citra menuju 2024.
Kejadian
bertukar sepatu ini menjadi tanda tanya. Sebab, tiap sekolah biasanya memiliki
dana untuk warga miskin. Di sistem kapitalisme, bantuan yang ada memang tidak
bisa menuntaskan kemiskinan. Bantuan yang ada untuk masyarakat sebagian besar
salah sasaran dan berbelit-belit dalam pengurusannya. Belum lagi para oknum
pejabat yang terkadang mengambil keuntungan yang tak seharusnya (korupsi). Akar
masalahnya ada pada sistem ekonomi dan peraturan yang digunakan kental akan
sekulerisme.
Dari
kejadian tersebut juga kita kaum muslim teringatkan dengan hadits yang
menjelaskan tentang keutamaan menolong dan memperhatikan saudara sesama muslim,
yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh
melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan
(urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla
memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi
(aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat.
Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong
saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)
Tapi,
apakah sebatas menggalang dana serta membantu secara gotong royong baik atas
nama individu maupun kelompok dapat menuntaskan masalah kemiskinan di negeri
ini? Tentunya tidak. Jika hal tersebut konon dikatakan bisa menuntaskan, itupun
sekedar setengah tidak bisa tuntas secara menyeluruh. Walaupun kita bersyukur
masih ada orang-orang baik di negeri ini. Maka itu pula pentingnya negara.
Sebab negara bertugas untuk melihat, memenuhi, menjaga, harus mengurusi dan
bertanggungjawab terhadap rakyatnya.
Memang
benar, memimpin ribuan orang itu agak susah. Namun, lebih susah jika tidak
mengambil petunjuk dan pedoman hidup yakni Islam sebagai aturan hidup bagi
individu, keluarga, masyarakat dan bernegara. Karena kemiskinan hanyalah satu
cabang permasalahan dan sekian banyak permasalahan yang saling berkaitan sebab
dipinggirkannya aturan Ilahi sebagai aturan kehidupan.
Umar
bin Khathab pernah berkata:
''Bagaimana
saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan apa
yang mereka derita,''
''Kalau negara makmur, biar saya yang terakhir
menikmatinya, tapi kalau negara dalam kesulitan biar saya yang pertama kali
merasakannya.''
Saat
beliau (Umar bin Khathab) melakukan 'sidak' atau berkeliling di malam hari, ia
mendengar tangisan anak dan mendapati seorang ibu yang sengaja memasak batu
sebab tak memiliki makanan sedikitpun. Ia memasak batu untuk menenangkan
anaknya yang kelaparan hingga tertidur. Melihat hal itu, amat takutlah Umar bin
Khathab. Beliau segera mengambil gandum dari kediamannya di Madinah dan
memanggulnya sendiri. Aslam, seorang pengawalnya yang ingin membantu memanggul
gandum tersebut mendapat gertakan dari amirul mukminin, "apa kau mau
membawa bebanku di hari kiamat nanti?"
Begitulah
sosok Umar bin Khathab yang pemberani namun saat diberi amanah sebagai khalifah
kaum muslim beliau bersedih sebab pertanggungjawaban seorang pemimpin amatlah
berat. Sebagaimana hadits sahih riwayat al-Bukhari: 4789.
Dari
Abdullah, Nabi ﷺ bersabda:
"Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang
laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan
ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas
harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya."
Wallahu
a'lam bishowwab
Post a Comment