MTQ Korpri V Tingkat Nasional dalam Balutan Moderasi Beragama
Oleh : Wa Limi, S.Pd.
(Relawan Media Kendari)
Beberapa
waktu lalu, Kota Kendari kembali menjadi pusat perhatian. Pasalnya, kota dengan
julukan Kota Lulo itu, dipercaya menjadi tuan rumah dalam event Musabaqah
Tilawatil Quran (MTQ) Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) V Tingkat
Nasional Tahun 2021.
MTQ
Korpri tahun ini diikuti oleh 816 peserta dari 71 kafilah. 37 perwakilan
kementerian/lembaga dan 34 perwakilan provinsi (KemenagRI.co.id, 15/11).
Perhelatan
dua tahunan itu berlangsung kurang lebih sepekan lamanya. Dibuka tanggal 14 November 2021, oleh Wakil Menteri
Agama Zainut Tauhid Sa'adi, di pelataran Tugu Religi MTQ Kendari, dan
berlangsung hingga 20 November 2021 (Republika.co.id, 15/11).
Pembukaan
MTQ Korpri V dilanjutkan dengan pelantikan dewan pengawas, dewan hakim, dan
panitera MTQ oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Korpri Prof. Dr.
Zudan Arif Fakrulloh dan Gubernur Sultra Ali Mazi. Keberadaan dewan pengawas ,
dewan hakim, dan panitera tersebut tidak lain sebagai dewan juri yang akan
menentukan pemenang MTQ berdasarkan syarat dan ketentuan penilaian yang sudah
ditetapkan.
Gubernur
Ali Mazi mengatakan, keberadaan dewan hakim dalam setiap event MTQ, memiliki
kedudukan yang terhormat dan mulia. Disamping karena tugasnya dalam menetapkan
peserta terbaik MTQ, juga karena kapasitas keilmuan Al Quran yang dimilikinya.
Acara
pelantikan dewan dirangkaikan dengan seminar Al Quran dengan mengusung tema
Implementasi Moderasi Beragama di Kalangan ASN. Gubernur Ali Mazi mengatakan,
seminar ini menjadi penting karena setidaknya memberi jawaban atas sikap umat
yang berlandaskan nilai-nilai Al Quran, senantiasa mengedepankan toleransi
beragama di tengah keragaman dan kemajemukan bangsa (telisik.id, 14/11).
Ajang
Kampanye Moderasi Beragama
Event
MTQ pastinya menjadi kebahagiaan tersendiri dan selalu ditunggu-tunggu oleh
kaum muslim. Betapa tidak, agenda tersebut menjadi momen menghormati dan
membumikan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam. Pun, salah satu upaya untuk
menjaga dan melestarikan Al Quran Al Karim.
Dipilihnya
Kota Kendari sebagai tuan rumah, bukan tanpa alasan. Di samping Sulawesi
Tenggara pernah menjadi juara umum pada MTQ Korpri III di Provinsi Kalimantan
Timur, agenda ini juga sejalan dengan visi pembangunan pemerintah provinsi
Sultra. Gubernur Ali Mazi mengatakan, kegiatan MTQ Korpri V sangat relevan
dengan visi pembangunan pemprov, khususnya pada program prioritas Sultra
Beriman yang sejatinya diarahkan untuk meningkatkan kualitas keimanan
masing-masing umat beragama (antaranews.com, 14/11).
Sementara
itu, dalam sambutannya pada pembukaan MTQ Korpri V tingkat nasional tahun 2021,
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, spirit Al Quran adalah
motivasi terbaik untuk kita semua menjadi abdi negara yang moderat, toleran,
dan penuh dedikasi (KemenagRI.co.id, 14/11).
Dari
sini tersirat pesan bahwa kita memang harus menghormati dan membumikan Al Quran
sebagai kitab suci umat Islam. Namun, tidak wajib menjadikan Al Quran sebagai
satu-satunya pengatur kehidupan. Tidak wajib melaksanakan seluruh hukum-hukum
Allah. Cukup sebagian saja. Dengan alasan toleransi dan keberagaman. Inilah
moderasi beragama.
Moderasi
Beragama Mengancam Akidah Kaum Muslim
Moderasi
beragama atau moderat dalam cara beragama sejatinya adalah mengambil jalan tengah atau kompromi dalam
melaksanakan ajaran Islam. Memilah mana yang perlu dilaksanakan, mana yang
tidak. Bahkan, merubah hukum yang sudah ditetapkan Allah, Swt. Yang halal jadi
haram, yang haram jadi halal. Contoh paling nyata adalah hukum tentang khamr,
riba, zina, jilbab, dan sebagainya. Diotak-atik atas nama toleransi dan
keberagaman.
Seruan
Islam moderat cenderung mendistorsi ajaran Islam. Menghembuskan keraguan terhadap ajaran Islam. Menggerus rasa bangga kaum
muslim akan kesempurnaan dan kemuliaan Islam. Seruan moderasi beragama
berpotensi menimbulkan salah pikir dan bahkan sesat pikir. Meracuni pemikiran
dengan toleransi dan pluralisme. Lambat laun, umat Islam tidak lagi merasa
sebagai umat terbaik. Malu ketika harus mengatakan, Islam agama sempurna.
Parahnya lagi, mereka justru bangga terhadap ajaran agama lain. Bangga bisa menjadi bagian dari
agama umat lain. Alhasil, perilaku murtad dianggap hal biasa. Sebab, moderasi
beragama mengajarkan semua agama sama. Sudah begitu banyak kita saksikan,
seorang muslim dengan mudahnya keluar dari Islam. Terlepas dari apapun
alasannya, semua itu adalah produk moderasi beragama.
Contoh
lain, tentang pakaian muslimah, misalnya. Dalam Al Quran Surah An Nur :31 dan
Surah Al Ahzab :59 telah jelas mengenai tuntunan pakaian muslimah dari kepala
hingga kaki. Mana yang termasuk aurat dan bukan aurat. Siapa saja yang boleh
melihat aurat dan yang tidak boleh melihat. Setiap muslimah yang telah balihg
wajib tunduk atasnya. Namun, atas nama moderasi beragama, ada pihak-pihak yang
kemudian mengatakan bahwa tingkat keimanan dan ketaatan seseorang tidak diukur
dari syar'i tidaknya pakaian yang dikenakan. Pun, baik buruknya akhlak
seseorang bukan dilihat dari menutup aurat atau tidak. Fatalnya, banyak kaum
muslim mengamini lalu mengadopsi pemikiran tersebut. Ya, semua atas nama
moderasi. Miris sekali.
Al
Quran Wujudkan Keimanan yang Sempurna
Al
Quran merupakan kitab suci yang diturunkan Allah, Swt. dalam satu kesatuan yang
sempurna. Petunjuk sekaligus pengatur bagi manusia dalam mengarungi kehidupan
dunia. Kesempurnaan Al Quran terwujud melalui pengaturan hubungan manusia
dengan sang pencipta yang mencakup perkara akidah dan ibadah, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri yang mencakup perkara makanan, minuman, pakaian, dan
akhlak, serta hubungan manusia dengan manusia lainnya yang mencakup perkara
muamalah dan sanksi.
Kiranya
telah jelas, betapa Al Quran begitu sempurna mengatur seluruh urusan kehidupan
manusia. Karena itu, manusia, terutama kaum muslim, dituntut pula untuk
menjalankan agama (Islam) secara sempurna sesuai tuntunan Al Quran. Bukan
dengan memilih dan memilah. Bukan pula dengan mengambil sebagian dan
mencampakkan sebagian yang lain.
Pantaskah,
ketika kita telah mengaku beriman kepada Allah, Swt. dan mengaku beriman kepada
Al Quran, namun ketika mengambil aturan dalam menjalani kehidupan, kita
meninggalkan Al Quran? Saatnya kaum muslim menyadari bahwasanya moderasi
beragama adalah racun yang ditebarkan kaum kuffar melalui lisan para ulama yang
telah terbeli oleh dunia. Bahwa sekularisme adalah biang lahirnya ide moderasi
beragama. Pera pembenci Islam tidak menghendaki kaum muslim menerapkan Islam
secara sempurna (kaaffah). Mereka senantiasa menggiring kaum muslim untuk
mengubah apa yang telah Allah tetapkan, dengan pemikiran jalan tengah
(moderasi). Semua berjalan mulus di atas kompromi jahat para pemuja liberalisme
sekularisme.
Dengan
demikian, tidak ada jalan lain, jika kita menginginkan kehidupan yang diridhai
Allah, Swt. dan kembali menjadi umat terbaik, umat ini wajib terjaga dan
terselamatkan dari pemikiran sekuler semisal moderasi beragama dan seluruh pemikiran kufur, apapun bentuknya. Wajib kembali kepada Islam. Seluruh
kaum muslim wajib menegakkan kembali hukum- hukum Islam dalam seluruh aspek
kehidupan. Baik dalam tatanan keluarga, masyarakat, maupun negara.
Maka
benarlah firman Allah, Swt.
“ Dan
tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (Yang
lain) bagi mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguh, dia telah sesat. Dengan kesesatan yang nyata." (QS. AL Ahzab :
36). Wallaahu A'lam(*)
Post a Comment