Mengerikan, Kasus Asusila di Baubau Tinggi
Oleh : Annisa Al Maghfirah
(Relawan Media)
Terhitung
baru Januari 2022, kasus kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur yang
ditangani Polres Baubau sudah ada 5 (lima) kasus. Kasus terakhir yang masuk ke
Polres Baubau adalah seorang Paman yang tega mencabuli Ponakan Istrinya selama
13 tahun, mulai tahun 2006 hingga 2021. Sungguh bejat bin amoral.
Dilansir
dari rri.co.id, Kapolres Baubau melalui Kasat Reskrim AKP Najamuddin SH
mengakui kota Baubau cukup rawan dengan kasus pelecehan seksual anak, terbukti
angka kasus yang ditangani cukup tinggi. Jika tidak cepat ditangani dapat
menimbulkan gesekan dan tindakan pidana lain, baik itu tersangka hingga korban.
Ditambahkan
pula, perlu ada peran serta instansi terkait sangat menunjang tugas kepolisian
dalam rangka memberantas kekerasan seksual pada anak. Baik dalam bentuk
sosialisasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan anak serta tak kalah
penting orang tua lebih mengawasi anak-anaknya agar tidak menjadi korban
kekerasan.
Dalam
upaya mengurangi kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak, di Kota Baubau
telah mengandalkan dua program. Pertama, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga)
dan kedua UPTD perlindungan perempuan dan perlindungan anak.
Sejatinya,
solusi-solusi semacam ini bukanlah solusi yang bisa menuntaskan masalah. Sebab
fakta kekerasaan yang terjadi pada anak dan perempuan pun multi faktor. Mulai dari mabuk akibat miras, faktor ekonomi
hingga efek dari dunia digital yang juga semakin berperan sebagai pemicunya.
Dunia digital sendiri sering terabaikan dalam diskursus publik. Di Baubau sendiripun
kasus asusila pelajar sering terjadi yang kemudian disebar ke media sosial.
Masalah ini kadang berujung damai sebab masih di bawah umur. Lagi-lagi tidak
soluktif.
Persoalan
kekerasan seksual dan asusila terhadap perempuan juga anak, melibatkan banyak
dimensi sistemik. Yang tidak lain akarnya akibat dari penerapan sistem
sekularisme, liberalisme, dan demokrasi yang merupakan anak-anak dari
kapitalisme yang dikandungbadan oleh ibu pertiwi.
Dari
sisi implementasi hukum, negara kita memiliki hukum yang lemah terhadap
kejahatan dengan anak sebagai korban. Kejahatan seksual terhadap anak hanya
mendapat ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Yang bisa terpotong remisi
dan masa percobaan setelah menjalani 2/3 masa hukuman. Totalnya mungkin hanya 8
atau 9 tahun hukuman yang harus pelaku jalani. Hukum mandul, tidak berefek
pencegahan, bahkan tidak membuat pelaku jera.
Demikianlah
hukum yang merupakan hasil penerapan demokrasi yang menyerahkan penyusunannya
kepada pikiran dan akal manusia yang sifatnya terbatas. Lantas, bagaimana Islam
mengatasi kekerasaan seksual pada anak dan perempuan?
Upaya
perlindungan negara berpedomankan Islam agar anak tidak jadi korban kekerasan
merupakan perlindungan terpadu dalam semua sektor. Pada sektor ekonomi,
mekanisme pengaturannya dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara,
termasuk anak yatim dan terlantar.
Dalam
Islam, perempuan tidak berkewajiban mencari nafkah sehingga mereka bisa
berkonsentrasi sebagai ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak.
Sedang bagi lelaki, bekerja adalah kewajiban yang akan difasilitasi oleh
negara.
Kemudian,
negara akan mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat. Media
massa di dalam negeri bebas menyebarkan berita, tetapi tetap terikat syariat.
Media massa ataupun digital tidak boleh menyiarkan konten berbau porno.
Dalam
segi hukuman, negara akan menghukum tegas para penganiaya dan pelaku kekerasan
seksual terhadap anak. Pemerkosa mendapat 100 kali cambuk bila belum menikah.
Sedangkan bila sudah menikah, hukuman rajam menanti. Penyodomi dibunuh. Jika
melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan, terkena denda 1/3 dari 100
ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina. (Abdurrahman
al-Maliki. 1990. hlm. 214—238).
Dengan
hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan seksual terhadap
anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan. Penerapan Islam
secara utuh ini akan menyelesaikan dengan tuntas masalah kekerasan terhadap
anak, juga masalah lain yang ditimbulkan dari jeratan sekulerisme dan
liberalisme.
Wallahu
a'lam bishowwab
Post a Comment