MotoGP Mandalika, Dana Tersedot, Siapa Untung ?
Oleh : Hildayanti, SE ( Pegiat Opini Muslimah )
Biaya fantastis perhelatan MotoGP 2022 menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Seperti di lansir dari JakBarNews.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati beberkan anggaran negara yang dihabiskan untuk perlehatan MotoGP 2022 di Indonesia.
Gelaran MotoGP Mandalika
2022 tak lepas dari keseriusan Pemerintah Indonesia dengan
menggelontorkan dana triliunan demi kesuksesan event olahraga internasional
ini. Sri Mulyani menyebut ajang balap motor kelas dunia ini bakal sulit
terselenggara jika tanpa adanya kucuran dana dari negara melalui APBN. Alokasi
dana triliunan Rupiah digelontorkan negara melalui skema penyertaan modal
negara (PMN) BUMN, dana yang dialokasikan senilai Rp1,3 triliun.
Telaah
Akar Masalah
Sebenarnya
keseriusan pemerintah untuk menyelenggarakan kejuaraan dunia MotoGP lagi-lagi
menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah menyelesaikan persoalan ekonomi
rakyat yang semakin terhimpit akibat pandemi. Padahal di saat yang sama
infrastruktur negeri ini masih sangat minim. Pembangunan jalan, jalan tol,
jembatan, konstruksi bangunan, jaringan listrik, bendungan, dan sebagainya,
masih jauh dari kata berhasil.
Terlebih
lagi, pembangunan infrastruktur seperti sirkuit Mandalika tidak memberikan
dampak positif yang besar bagi kehidupan masyarakat. Padahal
infrastruktur adalah salah satu kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas
publik yang bisa terakses semua warga negara.
Pembangunan
infrastruktur yang jauh dari kemaslahatan publik tersebut, sejatinya adalah
konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem tersebut
meniscayakan proyek pembangunan bukan untuk kepentingan rakyat, namun hanya
untuk kepentingan bisnis para pemilik modal.
Bukan
itu saja, Sebagaimana diberitakan, penyelenggaraan MotoGP di Mandalika bukan
untuk kali ini saja. Rencananya, sirkuit ini akan menggelar agenda yang sama
untuk 10 musim ke depan. Sebagai kompensasinya, Indonesia harus membayar biaya
komitmen sebesar 9 juta Euro per musim kepada Dorna Sport sebagai pemegang hak
komersial untuk olahraga MotoGP Internasional. Biaya tersebut sudah termasuk
lisensi, hak cipta, dan biaya penyelenggaraan.
Meski
harus membayar, pemerintah meyakinkan, keuntungan yang didapat akan jauh lebih
besar. Sejak dalam rencana, memang banyak harapan tersemat pada perhelatan
akbar ini. Ekonomi masyarakat akan terungkit dan lapangan kerja terbuka lebar.
Siapa
Diuntungkan?
Saat
ini KEK Pariwisata Mandalika dikelola PT Indonesia Tourism Development
Corporation (PT ITDC). Korporasi plat merah ini mendapat privilese menjalankan
industri pariwisata Mandalika dalam berbagai bentuknya. Antara lain berupa
dukungan modal, kemudahan birokrasi, dukungan sarana pra sarana seperti
infrastruktur jalan, perbaikan kawasan pemukiman, pembangunan hunian atau
homestay, dan lain-lain.
Adapun
penyelenggaraan MotoGP 2022, menjadikan KEK ini termasuk dalam Destinasi
Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Tak heran jika kucuran dana dan dukungan
lainnya mengalir deras untuk menyukseskan proyek ini, baik dari pihak
pemerintah maupun para investor lokal serta asing.
Nyatanya,
sejak proyek pengembangan KEK ini digelar, PT ITDC mengklaim telah mengantongi
komitmen investasi senilai Rp23 triliun. Komitmen tersebut terdiri dari
pembangunan sirkuit balapan MotoGP, klaster sport, entertainment, perhotelan,
akses jalan, penyediaan air bersih, penyedia listrik, fasilitas umum, dan
lain-lain
Investasi
terbesar berasal dari Vinci Constructions Grand Project senilai US$1 miliar
(setara Rp14,5 triliun) yang diberikan secara bertahap selama 15 tahun. Lalu
dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) senilai US$248,4 juta (setara
Rp3,6 triliun) yang diberikan dalam payung program Mandalika Urban &
Tourism Infrastructure Project (MUTIP). Serta pembiayaan ekspor dari Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang dikucurkan melalui skema National
Interest Account (NIA) dengan besaran mencapai Rp1,18 triliun.
Keterlibatan
para investor ini tentu bukan tanpa kompensasi. Selayaknya sebuah proyek
bisnis, para investor pun tentu melakukan hitung-hitungan ekonomi. Investasi
harus menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.
Oleh
karenanya, apa yang diklaim pemerintah soal target pertumbuhan ekonomi,
sejatinya lebih tertuju pada para pemilik modal. Adapun rakyat banyak,
dipastikan hanya mendapatkan remah-remahnya, itu pun belum tentu mampu
meningkatkan kesejahteraan orang per orang.
Selain
dampak ekonomi yang makin timpang, ada dampak lain yang semestinya mendapat
perhatian besar. Hal ini terkait fakta bahwa industri pariwisata identik dengan
mobilisasi manusia antarwilayah, antaragama, dan antarbudaya. Semua ini pasti
berpengaruh pula pada perubahan sosial kemasyarakatan.
Tak
heran jika budaya dan aktivitas yang bertentangan dengan Islam akan tetap
dilestarikan dan ditawarkan. Semisal budaya kemusyrikan, pornografi pornoaksi,
fasilitas minuman keras, dan sejenisnya. Kasus pawang hujan di acara MotoGP
kemarin adalah contoh yang bisa kita saksikan.
Semua
ini tentu akan membawa bahaya yang lebih besar bagi masyarakat secara
keseluruhan. Terlebih pengembangan sektor wisata berorientasi kapital akhirnya
juga mengharuskan perubahan mindset masyarakat, dari yang taat syariat menjadi
lebih inklusif dan moderat.
Pembangunan
Sarana Publik Dalam Islam
Dalam
pandangan Islam, setiap pembangunan sarana publik dilakukan dalam rangka
melayani kemaslahatan publik. Pembangunan infrastruktur tidak boleh dimonopoli
individu. Jalan raya, tol, laut, listrik, bandara, pelabuhan, dan lain-lain
termasuk fasilitas umum, maka negara wajib membangun dan mengelola
infrastruktur agar dapat dinikmati hasilnya oleh rakyat. Penggunaannya pun
gratis tanpa dipungut biaya.
Dalam
Islam, pembangunan infrastruktur dibuat untuk memudahkan kegiatan masyarakat,
meringankan aktivitas kerja mereka, dan memperlancar distribusi pemenuhan
kebutuhan rakyat. Hal tersebut pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ra
yang menyediakan pos khusus untuk mendanai infrastruktur khususnya jalan dan
semua hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan.
Dalam
sistem khilafah, perencanaan hingga pembangunan infrastruktur akan dirancang
sematang mungkin, agar tidak ada infrastruktur mubazir. Pembangunan
infrastruktur dalam khilafah tidak membutuhkan puihak swasta bahkan haram
melibatkan swasta.
Negara
khilafah memiliki mekanisme pengelolaan anggaran negara yang mendukung
pembangunan infrastruktur. Institusi yang mengatur hal tersebut dikenal dengan
sebutan Baitul Mal.
Baitul
Mal terdiri dari dua bagian pokok. Pertama, berkaitan dengan harta yang
masuk kedalam Baitul Mal dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Kedua,
berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus
dibelanjakan.
Oleh
karenanya, sudah saatnya umat mencampakkan sistem sekuler kapitalisme
neoliberal yang melegalkan kerusakan dan penjajahan, lalu menggantinya dengan
sistem Islam yang berlandas keimanan dan berorientasi kemaslahatan. Tidak hanya
untuk umat Islam, melainkan juga bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam.
Post a Comment