Di Ambang Kehancuran Universitas Lakidende: Kalau Begini Terus Kita Bukan Lagi Mahasiswa
Oleh : Asma Sulistiawati (Mahasiswa UM Buton)
Lagi-lagi permasalahan negeri ini belum ada
usainya. Katanya berdemokrasi tetapi ketika berbicara selalu dibungkam.
Berbicara salah tak berbicarapun salah. Karena masalah jika terus didiamkan
maka akan semakin merusak dan makin merugikan masyarakat. Jadi mau tidak mau
harus mengungkapkan keluh kesah tentang permasalahan saat ini yang perlu untuk
diatasi.
Seperti yang terjadi pada ratusan mahasiswa
Universitas Lakidende atau Unilaki Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara yang
melakukan gelar unjuk rasa.
Dilansir dari TribunnewsSultra.com (11/4/2022).
unjuk rasa di mulai di depan Kampus Unilaki di Kelurahan Lalosabila, Kecamatan
Wawotobi. Tampak sejumlah atribut bendera dari beberapa organisasi menghiasi
massa aksi. Tak lama kemudian massa bergerak ke Tugu Adipura, Kelurahan
Ambekairi, Kecamatan Unaaha.
Kemudian berunjuk rasa di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Konawe. Untuk diketahui, massa aksi ini dilakukan dalam
rangka penolakan sejumlah poin. Diantaranya:
1. Menolak penundaan Pemilihan Umum (Pemilu)
dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
2. Menolak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
(BBM).
3. Menolak Kenaikan Harga Bahan Pokok
4. Menolak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11
persen.
Dari hasil poin diatas mahasiswa lakidende
berusaha untuk memberikan masukan pada penguasa saat ini agar tidak hanya
mementingkan diri sendiri. Tetapi,
penguasa juga hatus berupaya melihat kondisi yang menjadi krusial sekarang
harus cepat diatasi bukan malah menggelar proyek bisnis dengan rakyat dengan
meninggikan harga pangan.
Gencarnya mahasiswa untuk mencoba bersuara
tidak lepas dari pada ikatan jas
almamaternya. Karena mahasiswa yang melakukan
unjuk rasa ini dari Universitas Lakidende adalah satu dari perguruan
tinggi yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Kampus ini berlokasi
di Kelurahan Lalosabila, Kecamatan Wawotobi, Kabupaten Konawe. Universitas
Lakidende atau disingkat Unilaki, merupakan perguruan tinggi swasta.
Unilaki bukan kampus yang baru di Provinsi
Sultra. Sudah berdiri pada tahun 1996, dikelola di bawah naungan Yayasan
Lakidende-Razak Porosi. Bisa dibilang, Unilaki merupakan kampus tertua di
Kabupaten Konawe. Telah melahirkan para sarjana terbaik di Sulawesi Tenggara,
khususnya di kabupaten Konawe. Itu karena dahulu Unilaki merupakan dunia bagi
organisasi kemahasiswaan.
Bahkan merupakan tempat pengkaderan calon para
pemimpin bangsa. Tujuannya untuk membina dan memberitahu kemana arah
pergerakan, fungsi, dan peran mahasiswa sebagai kaum intelektual. Namun, ada
yang berbeda dengan orientasi mahasiswa Unilaki di era modern saat ini. Dahulu,
mahasiswa sangat berfungsi dalam berbagai kegiatan masyarakat. Tak jarang
dibangga-banggakan di kalangan masyarakat, terkhusus di lingkungannya.
Namun gerakan mahasiswa Unilaki saat ini seakan
melupakan Tridarma Perguruan Tinggi yang juga merupakan ideologinya. Bahkan,
tak jarang lakon mahasiswa dewasa ini berbuah stigma negatif. Fungsi dan peran
mahasiswa sebagai agent of control dan agent of change, hanya semacam jargon.
Untuk langkah yang diambil mahasiswa saat ini ikut
bersuara sangat bagus. Akan tetapi terkadang sikap ini tidak konsisten.
Permasalahan negeri ini sudah banyak jauh ada sebelumnya tetapi kenapa
lagi-lagi baru sadar. Tak ayal sikap bungkamnya mahasiswa saat ini tidak lepas
juga dari terkungkungnya mahasiswa dengan upaya pengontrolan penguasa.
Bahkan jika ditelisik tidak semua mahasiswa
yang turun kejalan ikut menyuarakan, benar-benar paham dengan permasalahan saat
ini. Istilah panas-panas tai ayam,
janganlah mahasiswa bersuara dan ikut jika permasalahan masih panas saja
dan setelahnya kembali seperti semula.
Permasalahan negeri ini tidak akan selesai jika
pemilunya pun tetap lanjut. Sebab yang menjadi problem bukan pemimpin dan
lembaga dibawahnya, akan tetapi sistemnya. Inilah yang kebanyakan mahasiswa itu
belum sadar akan masalah akar negeri ini. Terutama dalam pendidikan sistem
kapitalis sekuler memiliki orientasi salah satunya mencetak individu yang
sekedar study dan money oriented, tanpa ada kesadaran dalam memberikan
kemaslahatan umat.
Baik mahasiswa maupun tenaga pengajar, tidak
saling bersinergi dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban. Karena
tujuan pendirian institusi pendidikan skala universitas lebih kepada materi dan
kepentingan. Jika materi dan kepentingan itu tidak didapatkan pada lulusan maka
akan menimbulkan konflik diantara pemegang kebijakan kampus.
Inilah yang menjadi batu sandungan mahasiswa
yang terkadang hanya mengandalkan panasnya berita atau banyaknya orang bukan
atas kepedulian sendiri melihat permasalahan yang buruk. Sejatinya menginginkan
perubahan pada era demokrasi untuk sejahtera tidak akan bisa terjadi. Buktinya
masalah makin menjadi meski sudah ada upaya
penanganan.
Sudah saatnya kita kembali pada Islam yang
telah terbukti mensejahterakan masyarakatnya. Bahkan dalam Islam, institusi
pendidikan adalah menghasilkan kepribadian Islami, yakni lulusan yang memiliki
pola sikap dan pola pikir Islam. Apalagi jika berupa Universitas/ perguruan
tinggi, tentu yang menjadi orientasi Negara adalah mencetak generasi calon pemimpin
peradaban.
Tidak akan pernah ada perguruan tinggi yang
terbengkalai karena salah pengelolaan atau hanya sekedar mengeruk keuntungan
materi semata. Sistem pendidikan di masa Khilafah Islam yang menjadi tonggak
ukur pembelajaran adalah.
1.Khilafah Islam meletakkan prinsip kurikulum,
strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini
diharapkan terbentuk SDM terdidik dengan pola berfikir dan pola sikap yang
islami.
2.Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan
keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat.
Dalam bidang pendidikan Islam, seorang khalifah
akan memfasilitasi dan mendanai untuk kelancaran proses pembelajaran rakyatnya.
Bahkan dengan kegemilangan Islam terbukti bisa mencetak generasi-generasi unggul.
Seperti, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi,
al-Khawarizmi, dan al-Ferdowsi.
Dan lembaga pendidikannya, antara lain,
Nizamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Mesir, al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, dan
Sankore di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem
dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Dari beberapa lembaga
itu, berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat
disegani.
Jadi tidak perlu diragukan lagi kualitas
mahasiswa yang berada dalam dekapan naungan khilafah Islamiyah pasti unggul dan
memiliki kualitas mumpuni. Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa
saat ini sadar bahwa yang kita butuhkan bukan penundaan pemilu atau penurunan
minyak goreng, tetapi menganti sistem sekuler dengan Islam.
Hanya Islam yang hanya mampu menyelesaikan
problem saat ini yaitu hanya dengan kembali menerapkan Islam kaffah dalam
kehidupan kita. Dan Islam bisa membuktikan hal itu pantas dengan berjaya 13
abad lamanya dan menguasai 2/3 belahan dunia. Apakah kita masih belum mau
sadar?
Wallahu'alam
Post a Comment