Asing Lecehkan Negeri Muslim, Butuh Penerapan Islam
Oleh : Norma Rahman, S.Pi
Belum
usai kasus Ustadz Abdul Somad (UAS) yang ditolak masuk Singapura saat datang
dari Pelabuhan TPI Batam Center, Kepulauan Riau, pada 16 Mei 2022. UAS dan
rombongan kembali dipulangkan ke Indonesia melalui pelabuhan Batam tempat
rombongan itu awalnya berangkat. KBRI Singapura menjelaskan UAS mendapat not to
land notice karena dinilai tidak memenuhi kriteria eligible untuk berkunjung ke
Singapura.
Kementerian
Dalam Negeri Singapura menyebutkan sejumlah alasan menolak kedatangan UAS di
negara tersebut. Salah satu poinnya yaitu UAS dianggap menyebarkan ajaran
ekstremisme dan segregasi (memecah belah). Singapura juga menyampaikan kritik
terhadap pernyataan UAS yang pernah melontarkan komentar merendahkan agama lain
seperti Kristen. UAS disebut pernah menyebut salib sebagai tempat tinggal roh
kafir. (CNN Indonesia.com, 18/5/2022).
Selang
beberapa hari kemudian, Indonesia diramaikan dengan polemik pemasangan Bendera
LGBT oleh Kedubes Inggris di Jakarta. Pengibaran bendera LGBT itu langsung
mendapat kecaman dari berbagai pihak di Indonesia. Dalam postingan di Instagram
resminya, pihak Kedubes Inggris menuliskan tujuan dari pengibaran bendera LGBT
tersebut. Menurut mereka, pengibaran bendera tersebut berkaitan dengan
peringatan Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia, dan Transfobia
(IDAHOBIT) yang jatuh pada 17 Mei 2022. Kedubes Inggris juga mengatakan bahwa
setiap orang memiliki hak untuk mencintai siapapun dan bebas untuk
mengekspresikan diri mereka. “Inggris menyatakan bahwa hak LGBT+ adalah hak
asasi manusia yang mendasar. Cinta itu berharga, setiap orang di mana pun,
harus bebas mencintai siapa yang mereka cintai dan mengekspresikan diri tanpa
kekerasan atau diskriminasi.”
Pesona
pelangi menghiasi Kedubes Inggris adalah lanjutan dari rolemap imperialisme
lawas, yang didesign ulang. Seakan bendera pelangi sedang menantang imperium
Islam yang akan datang dan tegak tak lama lagi. Bendera pelangi melukai banyak
negeri muslim di sekitarnya. Mengingat Inggris adalah negara yang cukup
diperhitungkan existensinya. Bisa dikatakan secara dzohir, bahwa pengibaran
“rainbow flag” adalah pelecehan sekaligus perendahan terhadap negeri muslim
terbesar saat ini. Semua ini terjadi, karena sikap negeri kaum muslimin
terbesar tidak tegas dalam menentang keberadaan kaum LGBT
Mencermati
kedua peristiwa ini, satu kesimpulan yang dapat kita mengerti adalah adanya
sikap lancang asing terhadap negeri muslim terbesar di dunia ini. Indonesia
seolah tidak berdaya menghadapi negara “sekecil” Singapura.
Indonesia
pun bagai melempem begitu saja tanpa ketegasan terhadap Kedubes Inggris,
kendati L687 adalah kasus yang sangat sensitif di negeri ini yang bahkan
beberapa waktu lalu protes masyarakat mampu membuat seorang influencer terkenal
harus menghapus podcast yang memuat konten L687.
Ada
Apa dengan Indonesia?
Dengan
tegas harus kita akui, posisi tawar politik Indonesia di hadapan internasional
adalah lemah. Kasus-kasus anti-Islam sebagaimana radikalisme dan L687 terbukti
membuat Indonesia tidak bernyali untuk menentangnya. Yang terjadi, dalam sistem
demokrasi di negeri ini justru seringkali memberi ruang propaganda bagi isu
antiradikalisme dan pro L687.
Ini
tentu tidak sejalan dengan jumlah masyarakat muslim Indonesia sebagai penduduk
mayoritas. Lagi-lagi isu mayoritas tertindas oleh minoritas. Lihat saja, isu
antiradikalisme sejatinya adalah islamofobia, sedangkan isu L687 tentu saja
adalah propaganda keharaman yang dalam ajaran Islam tidak ada tawar-menawar
meski dengan alasan hak asasi.
Kedua
isu ini jelas mencederai identitas hakiki umat Islam dan ajarannya yang dalam
kacamata sekuler, antiradikalisme dan pro L987 itu sah-sah saja.
Sebagai
negeri muslim terbesar, Indonesia pun mau tidak mau menjadi sasaran empuk.
Kasus UAS dan pengibaran bendera L987 di Kedubes Inggris hanya secuil contoh
bahwa realitas politik Indonesia dikendalikan kepentingan global negara
adidaya.
Wajar
jika akhirnya sikap asing makin lancang terhadap negeri kita. Hal ini karena
asing memiliki basis dukungan ideologis, yakni kapitalisme yang berakidahkan
sekularisme. Sementara itu, negeri kita dengan sistem demokrasinya, menjadi
habitat yang menyuburkan sekularisme itu.
Inilah
sebabnya, sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia semestinya menggunakan
kacamata politik Islam yang berbasis Ideologi Islam untuk menentukan sikap di
hadapan kepentingan global tersebut agar harga diri umat Islam selaku penduduk
mayoritas tidak mudah terhinakan.
Islam
Identitas Sejati
Memang
menyedihkan ketika menyadari bahwa sejak keruntuhan dunia Islam, kini tidak ada
lagi negeri yang mengemban ideologi Islam yang pernah menguasai dunia selama 13
abad. Negeri-negeri muslim yang dulu berada dalam satu naungan Islam kini telah
berpecah belah dan lebih banyak menjadi negara yang berada di bawah pengaruh
negara adidaya sekuler.
Identitas
Islam perlahan tergerus. Label radikalisme yang tersemat pada pejuang Islam
sejati kian nyaring berdendang sehingga membungkam orang-orang kritis. Mereka
lambat laun terbeli dan berbalik arah menjadi bagian pengarus sekularisme.
Begitu
pula, ide-ide sekuler juga makin tidak punya malu untuk tampil meski ide
tersebut melawan fitrah dan syariat. Padahal, di sisi lain, umat Islam di akar
rumput sebenarnya telah jenuh hidup dalam kekangan sekularisme. Namun, ketika
umat mencoba mencari Islam sejati, langsung saja diberondong dengan
tudingan-tudingan antidemokrasi, anti-HAM, dsb.
Kisah
Rasulullah saw. dan para sahabat adalah teladan terbaik. Mereka yang diboikot
dengan begitu kerasnya oleh kaum kafir Quraisy, tetap istikamah dan tidak
berhenti mengharapkan pertolongan Allah. Mereka tidak pernah melewatkan sekali
pun kesempatan untuk menyampaikan Islam. Akidah Islam yang mereka yakini telah
menumbuhkan sikap percaya diri terhadap identitasnya sebagai umat Islam. Sikap
seperti inilah yang harus kita ambil.
Allah
SWT berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah
ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan
kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
beriman. Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (darinya).” (QS Al-A’raf [7]: 2—3). Wallahu a'lam
Post a Comment