Demokrasi Menyuburkan Oligarki
Luthfiah Jufri, S. Si, M.Pd (Pemerhati sosial asal Konawe)
Belum lama ini kita ramai-ramai dihebohkan
dengan isu penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Tentunya ini membuat sebagian masyarakat semakin geram dengan rezim ini. Mereka
semakin menampakan kerakusannya atas jabatan dan kekuasaan.
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu dalam agenda diskusi dengan
Tema "Bergerak Bersama Membangun Negeri", di Kawasan Jakarta Selatan,
Jumat (22/4/2022). Mengatakan bahwa adanya isu penundaan
Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden karena pihak oligarki kapital
atau kaum pemodal sudah merasa nyaman dengan kondisi hari ini. (suara.com.22/4/2022).
Menurut Masinton, bagi kaum pemodal atau
oligarki kapital sangat mudah untuk memuluskan keinginan untuk penundaan pemilu
dan perpanjangan masa jabatan presiden. Para pemodal hanya tinggal menyiapkan
uang dan meninggalkan parpol yang menyatakan penolakan seperti PDIP.
Eksistensi oligarki telah menjadikan suara
rakyat hanya slogan semata. Persaingan menjadi tidak sehat sebab kandidat
dengan dukungan finansial yang paling banyak, berpeluang besar untuk menang.
Para pejabat terpilih akan menjadi lebih bertanggung jawab kepada mereka yang
membiayai kampanye mereka daripada konstituen mereka.
Mereka dengan mudah meluapkan
prinsip-prinsipnya dan menghabiskan masa jabatan untuk membayar kembali ‘utang’
mereka, termasuk dengan menjual akses (seperti izin impor, konsesi pengelolaan
tambang dan perkebunan serta prioritas tender) kepada pihak yang bersedia
memberikan kontribusi yang besar.
Tidak heran jika persaingan untuk mendapatkan
kekuasaan, menguasai institusi pemerintah dan sumber daya negara lebih banyak
ditentukan oleh politik uang. Upaya yang dilakukan pun berbagai cara agar
mereka tetap bertahan dipanggung kekuasaan saat ini. Disinilah para oligarki
memainkan peran mereka, memberikan umpan untuk mendapatkan hasil yang lebih
besar.
Pada akhirnya kebijakan penguasa tidak lagi
berpihak kepada rakyat banyak, namun kepada para segelintir elit. Mereka dengan
sukarela menzalimi rakyatnya ketika kebijakan itu bertabrakan dengan
kepentingan oligarki. Misalnya, pemerintah dan DPR dengan mudahnya meloloskan
UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Minerba dan UU IKN meskipun ditentang masyarakat
luas.
Semakin lama mereka berkuasa tentunya semakin
mudah menguasai kekayaan Indonesia. Tentunya, kemudahan itu melalui jalan
politik ‘uang’. Para oligarkilah yang pegang kendali demi mempertahankan
kekayaan mereka.
Kuatnya pengaruh oligarki dalam
pemerintahan Indonesia selama ini merupakan konsekuensi penerapan sistem
politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Para oligarki berhasil
menunggangi kedua sistem ini untuk menguasai, mempertahankan dan memperluas
kekuatan ekonomi dan politik dalam suatu negara. Akibatnya, fungsi dan peran
negara untuk melindungi dan melayani rakyatnya di atas kepentingan para
oligarki menjadi lumpuh.
Berbeda dengan Islam memiliki sistem
politik yang paripurna karena pilar kedaulatan berada ditangan Syariah bukan
Rakyat. Dengan pilar ini UUD, Undang-undang dan peraturan turunannya digali
dari Al-Quran, Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Tugas manusia hanya berhukum
pada aturanNYA, tidak membuat aturan seenak hawa nafsunya.
Jikalau pun ada penyimpangan yang terjadi
maka Islam akan memberikan Sanksi yang tegas dan efek jera. Sistem sanksi yang
bersumber dari Zat yang maha adil akan mencegah diskriminasi. Sistem peradilan
Islam tidak membedakan antara pejabat dan rakyat, yang kaya dan miskin, Muslim
dan Ahlu-dzimmah. Semuanya berhak
mendapatkan keadilan.
Islam dengan sistem ekonominya akan
mengatur secara tegas kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan
negara. Sehingga, tidak akan ada penguasaan oleh segelintir individu kekayaan
milik umum, seperti hutan, tambang yang depositnya besar. Kekayaan tersebut
akan didistribusikan kepada masyarakat. Islam memberikan jaminan kebutuhan
dasar dan memberikan peluang yang sama kepada seluruh warga negara untuk
memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya serta kebijakan afirmatif kepada
mereka yang membutuhkan. Wa’allahu’alam
biishowab.
Post a Comment