DMO Migor Curah, Efektifkah Stabilkan Harga?
Eka Dwi (Pegiat Literasi)
Problema minyak goreng saban hari terus bergulir di tengah publik bak bola salju. Bahkan baru-baru ini, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah menghapus kebijakan subsidi minyak goreng (migor) curah, lalu diikuti dengan penerbitan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) / pemenuhan pasar domestik. Kebijakan ini dimaksudkan agar stok migor membanjiri pasaran domestik.
Menurut
Luhut, masyakarat tak perlu lagi khawatir akan kelangkaan migor. Sebab jumlah
DMO diklaim lebih tinggi 50% dari kebutuhan domestik negeri yaitu 300 ribu ton
migor. Selain itu, HET ditetapkan pemerintah sudah terjangkau berkisar
Rp.14.000-Rp.15.000/liter (msn.com, 6/6/22).
DMO
Stabilkan Harga, Benarkah?
Migor
adalah salah satu bahan pokok yang menempati posisi primadona di dapur
masyarakat. Karena itu, kebijakan baru ini bisa menjadi angin segar bagi
masyarakat. Apalagi sebelumnya terjadi kelangkaan migor, yang mengharuskan
masyarakat mengantri panjang. Itupun jumlah migor tak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Hingga akhirnya ada masyarakat yang tidak kebagian. Stok migor yang
melimpah di pasaran diklaim mampu menyelesaikan permasalahan ini.
Memang
benar jika stok migor membanjiri pasar dalam negeri, tidak akan ada lagi
kelangkaan. Namun, perlu dipahami kembali kemana muara kebijakan ini. Apakah
pemerintah dapat menjamin stok yang ditetapkan akan sampai ke tangan konsumen?
Jika penyebarannya tidak merata, apakah HET migor yang ditetapkan masih akan
sama di pasaran?
Pengamat
ekonomi, Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS)
meragukan kebijakan terbaru ini. Jika kebijakan subsidi dihapus, maka
kemungkinan penyebaran tidak akan merata, utamanya masyarakat ekonomi menengah
ke bawah tidak bisa menjangkau. Apalagi menurutnya, selama ini distribusi migor
masih dikendalikan swasta.
Jika
rantai distribusi masih berkutat pada skema swasta, maka diduga kuat DMO tidak
bisa menstabilkan harga apalagi mengamankan stok agar tetap berlimpah di pasaran.
Oleh
karena itu, sejatinya sangat diperlukan perhatian pemerintah dalam pengurusan
distribusi migor agar benar-benar sampai kepada konsumen. Dalam artian,
kebijakan ini tidak hanya berhenti pada pengusaha atau distributor tingkat
makro semata.
Seharusnya,
kebijakan pemerintah seputar migor tidak hanya berputar pada pengaturan pola
distribusi saja. Jika dilihat dari kejadian yang lalu, pola seperti ini hanya
dialamatkan pada swasta.
Karena
migor termasuk kebutuhan dasar masyarakat, maka negara wajib memenuhinya.
Sehingga, setiap orang yang membutuhkan migor, wajib ada ketersediaannya dan
tentu dengan harga terjangkau, bahkan kalau perlu digratiskan.
Islam
Solusi Tuntas
Dalam
Islam, negara adalah pemegang peran sebagai pengurus urusan umat. Negara wajib
memenuhi segala kebutuhan umat. Rasulullah bersabda, negara adalah raa'in
(pengurus) dan junnah (pelindung) yang bertanggungjawab atas rakyatnya
(HR.Bukhari).
Termasuk
pula dalam hal migor. Sebagai bagian dari sumber daya alam, migor tidak boleh diprivatisasi.
Demikian pula, negara tak boleh memfasilitasi oknum untuk mengelola migor.
Migor yang diambil dari kelapa sawit adalah kepemilikan umum, tidak bisa
didominasi individu atau kelompok. Sebagaimana sabda Rasul, tidak ada proteksi
(terhadap fasilitas umum) kecuali oleh Allah dan Rasul-Nya. (HR. Al-Bukhari,
Abu Dawud, Ahmad, dan Al-Hakim).
Untuk
itu, pengaturan migor dan distribusinya harus diserahkan kepada negara. Praktik
permainan harga tentu tidak akan terjadi, sebab negara yang mengontrol
segalanya, hingga sampai ke tangan rakyat.
Negaralah
yang menjamin pengaturan sesuai kepemilikannya berdasarkan syari'at. Semua itu
dapat terjadi, jika negara menerapkan Islam secara mutlak bukan kapitalisme.
Sebab di dalam syariat Islam pasti ada maslahat, sedang kapitalisme hanya
menuai petaka bagi masyarakat. Wallahu a'lam bishshowab.
Post a Comment