Lansia Jangan Disia-sia, Bahagiakan Dengan Syariat-Nya
Oleh : Annisa Al Maghfirah (Relawan Opini)
Tanggal 29 Mei, ditetapkan sebagai peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN). Pada tahun 2022 ini sudah peringatan ke 26 kali. Penetapan ini sebagai wujud penghargaan dan kepedulian kepada seseorang yang berumur lanjut usia.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, lansia adalah
orang yang terkategori berusia 60 tahun ke atas. Sedangkan berdasarkan WHO
(2013), lansia diklasifikasikan pada beberapa kategori. Ada lansia (elderly)
yakni umur 45-54 tahun, lansia muda
(young old) yakni umur 55-65 tahun serta lansia tua (old) yakni umur 75-90
tahun keatas.
Pada
peringatan HLUN di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (SCM) Tasikmalaya,
Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan sambutan dan bantuan sosial untuk
mengurusi lansia sebesar Rp. 26.958.320.000 (Kompas.com,29/05/2022).
Penentuan
lokasi di Tasikmalaya didasarkan data bahwa banyak terdapat lansia tunggal
(lansia yang hidup sendirian), jadi pemerintah melalui Kementerian Sosial ingin
memberi perhatian lebih.
Peringatan
HLUN 2022 mengambil tema Lansia Sehat, Indonesia Kuat. Tema tersebut dipilih
bersumber pada kenyataan, bahwa populasi lansia di Indonesia cukup besar.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, ada 29,3 juta penduduk
lansia di Indonesia (10,82% total populasi). Dari keseluruhan lansia tersebut,
43,29% berasal dari keluarga miskin dan
tidak sejahtera.
Berbicara
lansia di Indonesia, sangat banyak fakta lansia yang membuat pilu. Baik dibuang
atau ditelantarkan oleh anaknya sendiri, masih bekerja banting tulang di usia
senja karena kemiskinan. Bahkan karena kemiskinan para lansia terkadang
mengambil jalan pintas dengan bunuh
diri. Ada juga lansia yang hidup sebatang kara tanpa anak ataupun ditinggal
mati oleh pasangannya, seperti yang terjadi di kota Baubau lansia meninggal
dunia dan diketahui setelah 3 hari (dilansir oleh indosultra.com 02/06/2022).
Serta kekerasan pada lansia masih banyak terjadi.
"Seorang
Ibu bisa merawat 10 orang anak, akan tetapi 10 orang anak belum tentu bisa
merawat seorang ibu".
Penggalan
quote diatas agaknya benar adanya. Terlebih di sistem kapitalisme. Dimana
tuntutan ekonomilah yang membuat seorang anak dan orangtua terpisah jarak
sehingga anak tak bisa mengurusi. Mahalnya biaya kehidupan di sistem saat ini
juga membuat para orangtua dan anak memang harus menabung rindu dan cuan untuk
bertemu.
Standar perbuatan manusia di sistem saat ini
banyak semata manfaat berupa materi (uang). Sementara berbicara tentang standar
kebahagiaan manusia juga sama, yakni materi dan kekayaan. Lingkungan sekitar
lansia yang sebagian besar individualis menjadikan para lansia teracuhkan.
Pada
segi pendidikan sistem kapitalisme saat ini, turut andil pula berdampak adanya
penelantaran lansia. Asas sekularisme menghasilkan manusia yang penilaian
segala sesuatu berdasarkan materi sebagai dasar pertimbangan dalam merawat
orang tua. Bukan lagi pemahaman tentang memuliakan orang tua.
Selain
itu, liberalisme yang merupakan turunan dari sistem kapitalisme ini juga
mengambil peran sebagai penyebab hilangnya fitrah anak dalam menyayangi orang
tua. Paham yang menganggap bahwa manusia memiliki berbagai kebebasan, termasuk
kebebasan berperilaku, mendorong manusia untuk berbuat sesuka hati tanpa
memperhatikan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala untuk memuliakan orang tua.
Ada pula
sampai pada titik merawat orangtua dirasakan sebagai beban. Di samping itu,
banyak juga orangtua yang merasa hanya menjadi beban bagi anaknya. Semua itu
tidak lain karena berdasar pada sudut pandang materi.
Lemahnya
penanaman nilai agama menjadi sumber petaka bagi keluarga. Anak tidak memahami
kewajibannya untuk menghormati dan melindungi orang tua yang sudah renta. Pun,
kita dapati pula orangtua yang sangat toxic parent, sehingga anak terkadang
tidak peduli lagi kepada orangtua ketika dewasa.
Ada pula
anak yang mengalami luka batin akibat suasana keluarga yang broken home,
kurangnya pemahaman orangtua dalam mendidik anak yang baik, menjadikan hubungan
anak dan orangtua tidak harmonis pula. Semua ini tidak lain sebab adanya paham
sekuler dan liberal sebagai turunan dari sistem kapitalisme.
Jauh
beda jika hidup dengan aturan Islam. Paradigma Islam memandang bahwa negara
sebagai pengurus segala kebutuhan rakyatnya. Adanya lansia yang ditelantarkan
oleh anaknya akibat himpitan ekonomi seperti di sistem kapitalisme ataupun
kedurhakaan anak, akan dibantu oleh negara agar anak kembali bisa berbakti.
Baik dengan menasehati anak dan lansia, hingga mengurusi kebutuhan
lansia.Sistem ekonomi Islam akan mengatur berbagai kepemilikan demi
kesejahteraan rakyatnya. SDA akan dikelola dengan baik oleh negara dan akan
membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.
Kedudukan
orang tua diatur dalam Islam, sampai-sampai Allah Subhana Wa Ta'ala
menempatkannya sebagai salah satu amalan yang baik. Firman Allah Subhana Wa Ta'ala
:
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau
membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (TQS.
Al-Isra ayat 23).
Selain
itu Rasulullah pun bersabda mengingatkan kita tentang birrul walidain (berbakti
kepada orangtua). Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam
bersabda:
“Orang
tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah
pintu itu atau jagalah ia.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Lansia
tidak akan tersia-sia, akan bahagia serta sejahtera dengan syariat-Nya. Semoga
kita bisa menjadi anak yang berbakti kepada orangtua. Yang bukan saja bisa
bersama di dunia tapi juga di surga. Aamiin. Insyaa Allah
Wallahu
a'lam bishowwab
Post a Comment