Melihat Stunting dari Sisi yang Berbeda
Oleh: Rosmiati
Sebanyak
49 Desa di Konawe dari 11 kecamatan menjadi fokus intervensi pencegahan dan
penanganan stunting tahun ini. Demi merealisasikan tujuannya tersebut instansi
terkait telah membentuk tim percepatan penurunan stunting di tingkat kabupaten,
kecamatan, desa, tim audit serta Satgas (telisik.id, 23/05/2022). Mengingat
persoalan stunting atau gagal tumbuh bagi anak- anak ini merupakan perihal
penting bagi kelangsungan hidup bangsa ke depan karena berbicara generasi,
mereka sang Penggerak roda peradaban.
Untuk
itu, sejumlah road map telah disiapkan oleh lembaga terkait. Sebagaimana yang
diwartakan oleh telisik.id (23/05/2022). BKKBN telah menyiapkan program
pencegahan stunting yang di mulai dari hulu ke hilir. Dimana BKKBN menyasar
calon pengantin/remaja, ibu hamil, pasca melahirkan dan orang tua yang memiliki
anak/bayi umur 0 sampai 59 bulan. Semuanya diberi pendampingan dan pemahaman
terkait hal tersebut.
Menyoal
Persoalan Stunting
Stunting
merupakan fenomena pilu bagi generasi bangsa yang tak hanya terjadi di Konawe
atau wilayah lainnya di Sultra. Melainkan fenomena ini telah menjadi isu yang
menasional hingga mendunia. Ya, di negara-negara bekas perang atau negara
miskin lainnya, persoalan stunting juga kerap terjadi.
Di
tanah air sendiri, prevalensi stunting sendiri masih mencapai angka 24,4%
sebagaimana yang diutarakan oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021.
Dimana 1 dari 4 anak di tanah air mengalami stunting dan angka ini masih di
atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%.
Bagaimana
mengatasinya?
Stunting
atau gagal tumbuh dan kembang terhadap anak- anak akibat kurangnya asupan gizi
dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak
memadai terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Untuk
itu saat ini pemerintah mulai mencanangkan beberapa program pendampingan baik
bagi para catin maupun kepada pasangan subur guna untuk mengantisipasi atau
menghilangkan pengaruh yang menjurus pada bahaya gagal tumbuh bagi anak- anak.
Anemia
dan kurangnya gizi bagi para catin dan ibu menjadi penyebab lahirnya generasi
stunting. Maka sedini mungkin hal ini dihalau.
Namun
tentu tak cukup sampai di situ. Jauh ke akar rumput narasi kemiskinan dan
sulitnya kepada akses pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan
papan adalah pemicu awal lahirnya fenomena anemia dan kurang gizi di kalangan
anak bangsa saat ini.
Ya,
kemiskinan serta mahalnya akses kepada kebutuhan pokok membuat rakyat kesulitan
menjamah makanan yang bergizi seimbang. Maka tak heran bila mal nutrisi
menimpah mereka.
Agar
Cerita Stunting Berakhir
Pendampingan
serta pemberian arahan yang sifatnya edukatif perlu terus digalakan di tengah
masyarakat. Akan tetapi, kebijakan nyata dari para pemangku kebijakan agar
rakyat ini dapat mengakses kebutuhan pokok mereka dengan baik sejak dini juga
harus dicarikan jalan. Karena di tengah beratnya himpitan beban ekonomi rakyat
menjadi semakin sulit mengakses makanan yang bergizi.
Sebut
saja harga bahan pangan hewani yang merupakan komponen pencegah anemia, seperti
daging ayam, telur, daging sapi, dan lainnya. Mengalami kenaikan harga di
pasaran.
Belum
lagi jika kita berbicara pasal minyak goreng dan melonjaknya harga produksi
karena naiknya harga BBM. Ini semua tentu turut mempengaruhi pendapatan dan
akses warga terhadap kebutuhan asasiyah mereka. Maka bagaimana bisa para catin
maupun generasi lainnya terhindar dari anemia dan gizi buruk ini? Sedang biaya
untuk menebus harga aneka produk pangan yang dimaksud tak dimampunya.
Oleh
karenanya, harus ada upaya yang memudahkan warga untuk bisa mengakses dan
memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan mudah utamanya akses pangan, sandang,
maupun papan serta pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Hal-
hal yang menjadi kebutuhan asasiyah rakyat harus tersedia dengan mudah dan
murah. Agar semua lapisan masyarakat dapat menjamahnya. Termaksud dalam urusan
pangan untuk menunjang gizi seimbang generasi.
Di
dalam Islam, Negara harus memposisikan dirinya sebagai penanggungjawab setiap
urusan umat. Tak boleh di dalam suatu kehidupan bernegara ada fenomena yang
menuntut kepada bahaya (mudarat) yang akan menyengsarakan umat. Jika pangan itu
merupakan kebutuhan penting dan utama maka negara harus menjamin kemudahan dan
ketersediaannya tanpa terkecuali.
Segalah
praktek monopoli yang membuat kelangkaan dan mempengaruhi tingginya harga di
pasaran harus di diberangus. Sebagaimana tindakan Umar bin Khathab yang
melarang tindak praktik monopoli di pasar- pasar kaum muslimin karena
berpotensi menyulitkan warga mengakses segalah produk kebutuhan pokok.
"Tidak
boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.” (Rawwas Qal’ahji,
Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 29).
Oleh
karenanya, dibutuhkan kerjasama dari sejumlah komponen yang ada di dalam
kehidupan agar dapat saling bekerja sama satu sama lain. Disamping melakukan
pendampingan terhadap masyarakat, negara juga harus mendukung terpenuhinya gizi
seimbang bagi setiap anak. Harapannya dengan begitu, taraf kehidupan anak
bangsa akan terangkat. Dan dengan izin- Nya generasi yang sehat, cerdas, dan
kuat akan digenggam. Wallahu'alam
Post a Comment