Legalisasi Nikah Beda Agama, Indonesia Makin Liberal
Oleh: Ummu Raihan (Pemerhati Sosial)
Menikah
adalah jalan yang harus dilalui oleh laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan
hubungannya. Di setiap agama sudah ada aturannya agar pernikahan tersebut
berjalan dengan baik. Misalnya pasangan tersebut harus seagama. Persyaratan
harus seagama ini sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1947 tentang
Perkawinan Pasal 29 Ayat 2 yang mengatur soal status agama yang sama: “Perjanjian
tersebut (perjanjian perkawinan) tidak dapat disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan”.
Dalam
Undang-undang itu laki-laki dan perempuan harus seagama. Tidak dibenarkan jika
memiliki perbedaan keyakinan, sebab pernikahan yang dijalankan tersebut tidak
sah dimata agama, dan dianggap berzina misalnya dalam agama Islam. Selain itu,
pasangan tersebut akan dipersulit dalam pencatatan di Dukcapil.
Namun
sayang aturan tersebut saat ini sudah dilanggar dengan alasan yang tidak
berdasar. Misalnya belum lama ini Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengesahkan
atau mengizinkan pernikahan beda agama, alasan pengesahan tersebut untuk
menghindari adanya kumpul kebo. Pengesahan pernikahan beda agama ini diawali
dari pasangan Islam dan Kristen yang berinsial RA dan EDS yang mengajukan
permohonan pernikahan beda agama.
Pasca
pengesahan tersebut, ada beberapa pihak yang menanggapi. Mereka mengatakan hal
itu akan menjadi preseden atau acuan kedepannya atas pernikahan beda agama.
Sebagaimana yang diungkapkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Tholabi Kharlie, mengatakan putusan tersebut akan menjadi preseden lahirnya
putusan-putusan serupa bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berbeda
agama. “Putusan ini membuka keran bagi pengesahan peristiwa nikah beda agama
lainnya." (sindonews, 24/6/2022).
Jika
kita telusuri, pernikahan beda agama ini sudah sering terjadi. Sebelum adanya
pengesahan ini, dua pasangan beda agama viral dimedia sosial. Mereka melakukan
ijab kabul terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan pemberkatan nikah digereja,
padahal yang perempuan memakai kerudung. Akan tetapi mereka tidak merasa malu,
bahkan banyak yang mendukung pernikahan tersebut. Karena yang sebelumnya tidak
mendapatkan sanksi, sehingga menyusul lagi pasangan-pasangan lain. Pada
akhirnya dibolehkan.
Di
negara ini sudah ada aturan terkait larangan menikah beda agama, sebagaimana
yang tercantum dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1947 tentang Perkawinan Pasal 29
Ayat 2. Akan tetapi aturan tersebut saat ini sedang mengalami ketidak jelasan.
Para pemegang kekuasaan selalu mengutak-atik aturan yang ada. Dari utak-atik
tersebut, akhirnya melahirkan aturan baru. Misalnya pengesahan pernikahan beda
agama tersebut.
Putusan
PN Surabaya ini sebenarnya didasarkan pada beberapa pasal, antara lain pada
Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: (a) perkawinan yang
ditetapkan oleh Pengadilan; dan (b) perkawinan warga negara asing yang
dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan.
Dari
kedua pasal itu, akan menimbulkan tafsir bahwa bolehnya menikah beda agama
asalkan sudah ditetapkan oleh pengadilan. Dengan penetapan tersebut, akan
banyak pihak yang melakukan pernikahan beda agama. Umat Islampun akan banyak menjadi
pelaku, sebab sebelum ada pengesahan saja sudah banyak yang menikah beda agama.
Apalagi sudah dilegalkan. Para pelaku nikah beda keyakinan ini ketika
diingatkan, banyak berdalih bawah itu adalah takdir atau alasan toleransi.
Apalagi banyak instansi yang membolehkan adanya pernikahan beda agama.
Padahal
sejatinya pernikahan dalam Islam itu merupakan ibadah. Dan dari pernikahan yang
seagama inilah akan melahirkan anak-anak atau generasi salih dan salihah, yang
akan menjadi investasi bagi orang tua di akhirat kelak. Bukannya mendapatkan
ridho dari Allah karena terhindar dari zina, malah mendapatkan murka Allah Swt
karena akan berzina terus.
Dalam
Islam dibolehkan laki-laki muslim menikah dangan wanita ahli kitab yakni yahudi dan nasrani yang
menjaga kesuciannya. Sesuai dengan Surah Al-Maidah ayat 5. Meskipun boleh,
anak-anaknya harus ikut agama ayah bukan ibu. Akan tetapi saat ini, akan susah
untuk mendapatkan wanita yang terpelihara kehormatannya dan memberikan hak anak
untuk mengikuti agama ayahnya. Apalagi saat ini laki-laki muslim menikahi
wanita kafir hanya sebatas cinta bukan karena ilmu. Wanita diluar kedua agama
itu haram hukumnya.
Sedangkan
wanita muslim haram hukumnya menikah dengan laki-laki diluar Islam meskipun
agama laki-laki tersebut nasrani atau yahudi. Hal ini berdasarkan Surah
Al-Mumtahanah ayat 10.
Segala
keruwetan yang ada ini, merupakan hasil dari penerapan sistem yang dibuat oleh
manusia. Dalam sistem saat ini, manusia diberi kebebasan untuk menetapkan
hukum. Hal itu sangat didukung oleh sistem saat ini yang menjunjung tinggi
kebebasan (liberal), baik kebebasan berpendapat, beragama, bertingkah laku dan
memiliki sesuatu.
Dari
kebebasan inilah, sehingga muncullah individu-individu yang tidak mau taat pada
syariah Islam atau bermaksiat. Individu muslim tidak mau lagi menjadikan Islam
sebagai landasan ia berbuat. Misalnya larangan terjadinya pernikahan antara
laki-laki dan perempuan yang berbeda keyakinan.
Sebelum
disahkan, pernikahan beda agama sudah sering terjadi hanya saja jarang diliput
dimedia masa. Apalagi sudah disahkan ini, akan semakin terang-terangan. Dahulu
masih sesuatu yang tabu, akan tetapi karena sudah banyak yang melakukan maka
akan menjadi hal yang lumrah. Umat Islam akan semakin jauh dari agamanya.
Apalagi sanksi tidak ada dengan dalih Hak Asasi Manusia.
Belum
lagi saat ini penguasa melalui kemenag sedang gencar-gencarnya mempromosikan
moderasi agama. Tidak boleh menganggap agama Islam paling benar. Lalu, tidak
semua umat Islam menyadari bahwa program moderasi itu adalah program barat yang
sengaja disuarakan agar umat Islam semakin benci dengan agamanya. Kelompok yang
berdakwah untuk kembalinya Islam, tak jarang disebut sebagai teroris. Sedangkan
yang melanggar norma agama misalnya pernikahan beda agama selalu saja
mendapatkan pujian.
Oleh
sebab itu, umat Islam hanya bisa menjalankan ajaran agamanya secara menyeluruh
ketika negara mengambil Islam sebagai
sistem. Karena negara akan bertanggung jawab dalam membantu membentuk
kepribadian warganya. Dalam sistem Islam juga, masyarakat tidak diberi
kebebasan untuk berbuat apalagi menyangkut kemaksiatan.
Ketika
terjadi pernikahan beda agama. Negara wajib mencegah pernikahan batil tersebut.
Negara juga akan menghukum para pelakunya, juga pihak-pihak yang menikahkan dan
mendukung pernikahan tersebut. Pelegalisasian nikah beda agama membuktikan
bahwa Indonesia amat teracuni virus liberal.
Pencegahan
terhadap nikah beda agama bertujuan untuk melindungi akidah kaum Muslim. Allah
SWT mengingatkan bahwa orang-orang kafir akan berusaha mempengaruhi pasangannya
yang Muslim untuk murtad dari agamanya. Allah SWT berfirman dalam Surah
Al-Baqarah ayat 221 :
"Mereka mengajak ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan
ayat-ayat (perintah-perintah)-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran".
Jika
ada fakta pemurtadan terhadap Muslimah lewat cara pernikahan. Misalnya seorang
lelaki non-Muslim yang berpura-pura masuk Islam lalu menikahi wanita Muslimah.
Tujuannya menikah untuk kembali murtad sambil mengajak dan memaksa istri serta
anak-anaknya. Maka laki-laki terserah akan dibunuh. Sebab murtad merupakan dosa
besar dan pelakunya diancam hukuman berat. Sabda Nabi saw: " Siapa yang
mengganti agamanya, bunuhlah dia "(HR. Al-Bukhari).
Begitulah
negara Islam menjaga akidah umatnya agar tidak menjadi murtad. Dalam Islam,
pernikahan beda keyakinan tidak dianggap sebagai hak asasi manusia, yang
diberikan kebebasan, kepada siapa ia menikah. Dalam Islam sudah diatur bahwa
perempuan muslim hanya boleh menikah dengan laki-laki muslim.
Wallahu'alam bishowab.
Post a Comment