Biaya Kuliah Kian Mahal, Jamin Hasilkan Mahasiswa Berintelektual?
Feronika Satria (Praktisi Pendidikan)
Biaya
pendidikan di Indonesia cenderung semakin mahal setiap tahunnya. Hal itu
membuat pemenuhan akan kebutuhan pendidikan menjadi tantangan besar bagi
penduduk miskin. Biaya pendidikan di Indonesia cenderung semakin mahal setiap
tahunnya. Dikarenakan harga berbagai komponen, mulai dari uang pendaftaran,
sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) atau Uang Kuliah Tunggal (UKT), peralatan
seperti buku dan alat tulis, biaya internet, hingga transportasi semakin
membebani biaya mengenyam edukasi mulai dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi (dataindonesia.id, 10/07/2022).
Biasanya,
biaya yang dibebankan kepada calon mahasiswa seperti jalur mandiri, cenderung
lebih mahal dibandingkan jalur reguler. Besaran biaya tersebut juga
berbeda-beda disetiap kampus. Ada yang menerapkan kebijakan pembayaran uang
pangkal di awal pendaftaran dan adapula yang tidak (kumparan.com, 30/06/2022).
Dilansir
dari biayakuliah.net, sesuai ketentuan yang diatur dalam Permenristekdikti No
60 tahun 2018, jumlah alokasi daya tampung mahasiswa baru program sarjana untuk
setiap program studi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yaitu SNMPTN minimal
20%, SBMPTN minimal 40% dan jalur mandiri maksimal 30%. Namun berdasarkan
ketentuan terbaru melalui peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (permendikbud)
Nomor 6 Tahun 2020 jalur mandiri dapat dibuka paling banyak 30 persen. Untuk
setiap program studi di PTN Badan Hukum
(PTN-BH). Adapun khusus untuk PTN-BH diperkenankan membuka kouta jalur mandiri
hingga 50 persen.
Bicara
mengenai pendidikan, di indonesia ternyata masuk dalam 15 besar Negara dengan
biaya pendidikan termahal menurut survey yang dilakukan oleh HSBC. Indonesia
berada diperingkat 13, sementara posisi pertama di duduki oleh Hongkong. Sangat
mahalnya biaya kuliah pada pendidikan Tinggi tak terkecuali Pendidikan Tinggi
Negeri. Apapun alasannya, adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa lembaga
pendidikan tinggi tersebut dikelola diatas prinsip-prinsip liberalistik dan
juga kapitalistik, bukan sosial (gratis atau dengan biaya sangat murah).
Bersamaan
dengan itu, tidak sedikit yang terkecoh dengan gagasan tata kelola yang
liberalistik tersebut. Oleh karena gagasan ini dipoles dengan prinsip yang
dipandang elegan. Permasalahan biaya mahal, memang bukan masalah baru didunia
pendidikan. Namun dalam hal masalah ini akan semakin terasa seolah leher
mahasiswa itu tercekik dan hanya bisa pasrah. Bahkan suara mahasiswapun sudah
tak berarti seolah seperti angin berlalu. Seakan negeri ini sedang menegaskan
bahwa pendidikan seperti halnya perdagangan yang bebas dan menguntungkan.
Sehingga
tak bisa dipungkiri sejak indonesia menandatangani GATS (General Agreement on
Trade in Service) atau perjanjian umum tentang perdagangan jasa yang mencakup
jalan yang disetujui di 12 sektor jasa pada Desember 2005 dan sayangnya
indonesia kehilangan kedaulatannya akan 12 sektor jasa salah satunya jasa
pendidikan.
Tentu
dari mahalnya biaya pendidikan ini tidak akan terjadi jika saja negara menjalankan perannya untuk
menyediakan pendidikan yang gratis dan
bermutu kepada setiap generasi di Negerinya. Namun kenyataannya itu hanyalah
sebuah impian belaka. Mengeyam pendidikan gratis serta dilandasi fasilitas yang
memadai adalah impian banyak penerus masa depan indonesia. Tetapi hal itu tak
bisa dilakukan dengan sangat maksimal dikarenakan beratnya biaya hidup.
Sehingga mau mengurus kehidupan sehari-hari sudah terasa sempit apalagi mau
memikirkan masuk PT. Dari sini banyak dari remaja indonesia yang melanglang
buana hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Parahnya,
ada yang ditawari untuk kuliah pun mereka menolak padahal tawaran itu berupa
beasiswa dari orang yang cukup berpengaruh di Indonesia. Hal ini jelas
menimbulkan tanda tanya, apakah pendidikan saat ini itu penting? Sebab, jika
tawaran itu penting pasti pemuda itu akan langsung mengambilnya. Namun
kenyataannya pengeluaran iuran untuk masuk di Universitas tidak hanya seputar
beasiswa yang bisa diharapkan. Sehingga inilah yang menjadi tolak ukur lemahnya
pendidikan di indonesia karena kebanyakan dari PT hanya memikirkan tentang
kualitas kampusnya namun tidak dengan mahasiswanya. Sayangnya juga banyak
mahasiswa yang merasa terzalimi dengan pembayaran UKT yang mahal namun minim
fasilitas yang didapatkan. Bahkan parahnya dibeberapa kampuspun ada yang
pungli, apakah ini pendidikan yang generasi bisa harapkan ? kalaupun kita cari
dalam sistem saat ini yaitu kapitalisme tidak akan mungkin didapatkan karena
dalam sisitem saat ini hanya memikirkan untung dan rugi.
Oleh
karena itu, sudah saatnya kita kembali pada islam karena Islamlah yang dapat
mensolusikan apabila terjadi masalah. Islam bukan hanya memandang pendidikan
sebagai perkara yang penting, tetapi islam juga menjadikan pendidikan sebagai
salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Dengan demikian Islam bukan hanya
menjamin terpenuhinya kebutuhan akan pendidikan tetapi Islam juga mewajibkan
setiap warga negara untuk menuntut ilmu dan mewajibkan negara untuk memberikan
layanan nomor satu kepada rakyatnya dalam bidang pendidikan.
Nabi
bersabda, “Tuntutlah ilmu meski sampai ke China. Karena, menuntut ilmu hukumnya
fardhu bagi setiap orang muslim.” (Al Khatib Al Baghdadi, ArRihlah fi Thalab Al
Hadist; As Suyuthi, Jami; Al Masanid wa Al Marasil, Juz 1/463). Artinya dari
sini bisa disimpulkan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak mengenal batas
daerah. Selain tidak mengenal batas daerah, menuntut ilmu juga tidak mengenal
batas waktu, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabi kepada para sahabat mereka
menuntut ilmu hingga wafat.
Ilmu
juga merupakan kunci dunia dan akhirat. Karena dengan ilmu dunia dan akhirat
bisa dikuasai. Generasi terbaik umat Islam ini telah menguasai dunia sekaligus
mendapatkan kebaikan akhirat, melalui penguasaan mereka akan ilmu. Mereka
peroleh melalui proses edukasi. Sebab menyadari pentingnnya kebutuhan mereka ankan
ilmu, para sahabatpun terus menerus belajar tanpa mengenal usia. Demikian pula
bagi para sahabat yang masih belia mereka juga tidak mau ketinggalan contohnya
seperti Ali bin Abi Thalib. Dan Ibn Abbas yang dapat menafsirkan Al-qur’an dan
mulai belajar sejak usia 7 atau 8 Tahun.
Pada
zaman Nabi SAW dan para khulafa’ Rasyidin setelahnya masjid nabawi telah
dijadikan sebagai tempat belajar. Nabi membentuk halqah ilmu, demikian jiuga
para sahabat. Tidak hanya itu ketika kita melihat di dalam negara Islam pun
menyediakan infrastuktur pendidikan kelas satu untuk seluruh rakyatnya. Mulai
dari sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, hingga tenaga pengajar bukan
hanya itu di dalam negara Islam akan menjamin biaya pendidikan yang lebih
memadai. Bahkan tidak membedakan seperti pada zaman Abbasiah, Al Kuttab
(sekolah dasar) juga banyak didirikan oleh Khilafah, tak lupa disekitarnyapun
menyatu dengan masjid. Lalu disana juga dibangun perpustakaan.
Seperti
halnya juga pendidikan tinggi pertama pada zaman itu yang berada pada masa
Abbasiah contohnya Bait Al Hikmah, yang didirikan oleh Al Ma’mun (830 M) di
Baghdad. Fakta sejarah di era keemasan Islam pun banyak dalam catatan sejarah
dan terjamin mutu dan juga kualitas. Sehingga kualitasnya pun dalam mencetak
generasi di dalam Islam yang dihasilkan oleh khilafah telah mendapatkan
pengakuan dunia. Menariknya, pendidikan kelas satu yang diterapkan dan
difasilitasi oleh negara itu diberikan dengan gratis alias cuma-cuma kepada
seluruh warga negaranya.
Karena
itu, pendidikan gratis tetapi bermutu bisa diwujudkan oleh Khilafah karena
Khilafah mempunyai sumber pendapatan yang besar. Selain itu, kekayaan milik
negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara yang hasilnya dapat
dialokasikan kepada rakyat untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan layanan
publik yang lain. Sehingga jika kas negara tidak mencukupi, maka negara berhak
mengambil hak secukupnya dari kaum muslim untuk membiayai kebutuhan ini.
(Allamah Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, Muqoddimatu Ad Dus-tur, hal. 364-370).
Begitulah
cara islam, melalui institusi Khilafah dapat merealisassikan pendidikan gratis
dan bermutu bukan hanya imajinasi belaka tetapi bisa direalisasikan secara
nyata. Alhasil sudah saatnya kita bijak untuk melihat solusi yang dapat
mensolusikan secara benar bukan hanya sekedar tambal sulam belaka. Wallahu’alam
Post a Comment