BUMN Pailit, Hidup Rakyat Makin Sulit
Drg
Endartini Kusumastuti (Pemerhati Kebijakan Publik Kota Kendari)
Sejumlah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan gulung tikar karena kesalahan
manajemen. Akibatnya, banyak yang rugi dan pailit karena banyak utang.
Sepanjang 2005—2021, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyuntikkan modal
kepada BUMN sebesar 51,8% dari total suntikan Rp695,6 triliun, yaitu Rp361
triliun dan sisanya ke Badan Layanan Umum (BLU). Sekitar Rp12,7 triliun untuk
membantu restrukturisasi badan usaha yang kesulitan keuangan. (Kompas,
15/12/2021).
Pengamat
BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan beban utang BUMN
disebabkan dua hal. Pertama, dampak pandemi Covid-19 yang memukul kinerja semua
industri, termasuk BUMN. Kedua, kinerja berbagai BUMN yang sudah buruk,
beberapa adalah Istaka Karya, Merpati Nusantara Airlines, Industri Sandang
Nusantara (ISN), Industri Gelas (Iglas), Kertas Kraft Aceh (KKA), dan
Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN).
Mengapa
pemerintah terus menyuntik modal ke BUMN yang pailit? Tenaga Pengkaji
Restrukturisasi, Privatisasi, dan Efektivitas Kekayaan Negara Dodok Dwi Handoko
menyatakan hal tersebut bertujuan meraup keuntungan, terutama untuk BUMN yang
melakukan penugasan atau yang membangun proyek-proyek infrastruktur yang
membutuhkan waktu untuk bisa untung. (IDN Times, 14/01/2022).
Kebangkrutan
BUMN bukan karena kesalahan manajemen semata, melainkan ada paradigma yang
keliru dalam memandang kepemilikan negara (milkiyah daulah) dan kepemilikan
rakyat (milkiyah ammah). Dalam kacamata kapitalisme saat ini, negara bisa
menjual kepemilikan negara kepada publik, baik pemodal dalam negeri maupun luar
negeri. Jadi, aset BUMN dapat diperjualbelikan kepada publik. Tanggung jawab
pengelolaan aset negara akhirnya dipegang oleh individu, padahal seharusnya ini
adalah tugas penuh negara.
Tidak
seharusnya BUMN dijadikan bancakan para elit pengusaha dan politikus. Banyak
akhirnya karena politik balas budi, penguasa menjadikan tampuk pimpinan BUMN
sebagai jabatan politis. Padahal sesungguhnya, BUMN merupakan badan untuk
mengelola asset Negara yang peruntukkannya dikembalikan kepada masyarakat.
Padahal, UUD 1945 menyatakan, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3).
Wajarlah,
ketika pengelolaan hajat hidup rakyat dijadikan bahan politik dagang sapi
antara penguasa dan pengusaha, hidup rakyat yang menjadi korban. Pemalakan atas
nama pajak semakin besar dan menyangkut segala lini kehidupan. Seolah rakyat
semakin tak bisa bernapas dalam kondisi saat ini. Ketika pengelolaan BUMN ini
diserahkan kepada pihak ketiga (swastanisasi/privatisasi), bukan lagi
berorientasi kepada kemakmuran rakyat, melainkan sekedar untung rugi.
Selama
sistem kapitalisme sekuler yang masih diterapkan saat ini, maka akan selamanya
sengkarut BUMN tidak akan terpecahkan. Sebab sistem kapitalisme meniadakan
peran Negara dan tidak melibatkan aturan Allah sebagai Sang Pengatur kehidupan
manusia. Dan selama itu pula rakyat akan hidup dalam kesulitan, baik materi
maupun spritualnya. Ketika pemisahan agama dari kehidupan dilakukan, standar
kemakmuran dan kebahagiaan pun menjadi semata-mata karena materi. Itulah
kerusakan kapitalisme sekuler. Dimana oligarki tidak bisa lenyap karena
pengusaha akan semakin bermain di belakang penguasa. Inilah yang menyuburkan
korupsi, nepotisme dan kolusi.
Oleh
karena itu, tidak ada jalan lain kecuali dengan merombak sistem pengelolaan
Negara berdasarkan kepada Islam Kaffah. Sistem Islam kafah mengatur kepemilikan
rakyat dan negara sesuai syariat Islam secara menyeluruh. Keduanya dikelola
untuk kemaslahatan seluruh warga Negara Islam. Kepemilikan umum adalah izin
Asy-Syari’ (Allah Swt.) kepada suatu kelompok masyarakat untuk sama-sama
memanfaatkan benda atau barang.
Asy-Syari’
melarang benda tersebut dikuasai oleh individu saja. Benda-benda ini tampak
pada tiga macam, yaitu pertama, fasilitas umum yang kalau tidak ada di dalam
suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.
Kedua, barang tambang yang tidak terbatas. Ketiga, SDA yang sifat pembentukannya
menghalangi untuk dimiliki individu. Fasilitas umum adalah apa saja yang
dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum.
Islam
menjelaskan tentang fasilitas umum ini dalam sebuah hadis, dari segi sifatnya,
bukan dari segi jumlahnya. Demikianlah pengaturan harta milik umum dan harta
milik negara. Dalam sistem Islam kaffah, BUMN termasuk harta milik negara yang
pengelolaannya bergantung pada pandangan dan ijtihad khalifah. BUMN tidak boleh
dijual ke publik/swasta, apalagi dengan harga murah.
Post a Comment