Islam Memberikan Solusi Sistemik Persoalan Sampah
Ema Fitriana Madi, S.Pd. Muslimah Peduli Lingkungan)
Melansir kendaripos.co.id, Jumat 5 Agustus 2022, produksi sampah Teluk Kendari terus menunjukan grafik peningkatan. Jika tahun 2021 lalu hanya sekitar 1 ton perhari, kini meningkat menjadi 2 ton perhari. Kabid Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Kendari Prayitno mengakui, peningkatan volume sampah di kawasan Teluk Kendari benar adanya. Selain peningkatan jumlah penduduk, masih banyaknya pedagang sekitar yang tidak taat dengan peraturan turut menjadi penyumbang sampah. Oleh karenanya, beliau memaparkan, pendangkalan Teluk Kendari tak hanya disebabkan oleh sedimentasi dari aliran sungai. Tetapi juga minimnya kesadaran membuang sampah di wilayah perairan menjadi salah satu pemicu.
Menurut
Kabid Tata Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Kendari, Adi Jaya
Purnama, penanganan sampah Teluk Kendari tetap menjadi prioritas. Tiap harinya,
petugas rutin mengangkut sampah termasuk di area peraiaran. Sejauh ini,
pengangkutan sampah hanya mengandalakan peralatan seadannya.
Ia
menambahkan, meskipun menggunakan peralatan seadanya, pihaknya tetap berupaya
semaksimal mungkin untuk terus melakukan pembersihan di sekitaran Teluk
Kendari. Upaya ini tentunya dalam mewujudkan Kendari sebagai kota layak huni
yang berbasis ekologi (lingkungan), informasi dan teknologi.
Problem
sampah kerap kali dianggap remeh, tetapi sangat berpengaruh bagi kehidupan
manusia. Lantas, bagaimana Islam memandang terkait masalah sampah dan bagaimana
pula solusinya?
Menyoal
Problem Sampah di Era Kapitalisme
Berbicara
persoalan sampah, sebenarnya telah dilakukan berbagai upaya untuk mengentaskan
problem sampah ini. Apabila dikritisi, beragam langkah yang diambil untuk
mengatasi problem sampah di hari ini hanya berputar pada antisipasi dampak,
tetapi tidak mengatasi akar masalah. Akar masalah sampah adalah gaya hidup
konsumtif masyarakat, yang justru dipupuk dalam sistem kapitalisme. Selama
mindset ini tidak dibenahi, rasanya sulit problem sampah dapat terselesaikan.
Mindset
kapitalisme yaitu meraih kepuasan materi sebesar-besarnya. Mereka tidak
memisahkan keinginan dengan kebutuhan, sehingga semuanya menuntut adanya
pemuasan. Inilah yang memupuk perilaku konsumtif.
Terlebih
lagi, negara hari ini hanya berperan sebagai regulator, yang berada di
tengah-tengah para pengusaha (produsen) dan masyarakat (konsumen). Negara
menyerahkan pengelolaannya kepada pasar bebas, yakni berdasarkan pada
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Sehingga, makin banyak
produk-produk di pasar yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan, tapi tetap
diproduksi karena adanya permintaan. Sebagai dampaknya, terjadilah peningkatan
jumlah sampah.
Bagi
masyarakat, seolah tak menjadi masalah besar jika harus menghamburkan uang demi
memuaskan perilaku konsumtif pada waktu Lebaran, misalnya. Bahkan, tak sedikit
yang kehilangan kewarasannya, sampai mengutang sana-sini, menggadaikan barang
berharga, mengambil pinjaman riba di bank, meminta-minta di sosmed, semata-mata
demi memenuhi “tradisi serba baru” di saat Idulfitri.
Tentu
hal ini membuat produsen bergembira. Merekalah yang meraup keuntungan fantastis
akibat budaya konsumtif masyarakat. Sungguh miris, masyarakat hari ini lebih
mengejar pamor, tanpa merenungkan dampaknya terhadap lingkungan dan produksi
sampah.
Solusi
Islam terhadap Persoalan Sampah
Islam
sebagai agama yang sempurna, memiliki mekanisme khusus dalam menanggulangi
perilaku konsumtif dan problem sampah. Akan tetapi, solusi ini hanya dapat
terlaksana secara maksimal apabila ada institusi yang menerapkan Islam dalam
segala aspek kehidupan, yang dalam fiqih disebut khilafah.
Sekiranya,
berikut adalah solusi Islam mengatasi problem sampah. Pertama, di satu sisi,
Islam memang mendorong produktivitas individu dalam memperoleh harta dan tidak
melarang konsumsi. Namun, di sisi lain, Islam juga mendorong manusia untuk
memiliki gaya hidup bersahaja. Islam mengajarkan umatnya untuk mengonsumsi
barang sesuai kebutuhan dan melarang adanya hobi menumpuk barang tanpa
pemanfaatan. Kita diperintahkan membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Hal
ini ada kaitannya dengan hari pertanggungjawaban nanti.
Allah
Swt. berfirman dalam QS. Al-Waqi’ah [56]: 41-45, yang artinya,
“Golongan
kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat
panas dan air panas yang mendidih. Dan naungan asap hitam. Tidak sejuk dan
tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup berfoya-foya atau
bermewah-mewah.”
Ayat
di atasa menujukkan, walaupun Islam tidak melarang untuk menikmati dan
merasakan rezeki yang telah Allah anugerahkan, akan tetapi Allah membenci
banyaknya kenikmatan yang melahirkan sikap arogan, sombong, dan membangkang,
yaitu tindakan berfoya-foya atau menghambur-hamburkan harta. Termasuk, perilaku
konsumtif yang muncul pada saat Idulfitri. Karena biasanya perilaku konsumtif
ini dilakukan dengan tujuan mengejar prestise, pengakuan, atau demi gengsi dan
eksistensi diri. Namun, melalui sistem pendidikan, Khilafah Islam akan mendidik
seluruh rakyat untuk memahami konsep tersebut. Sehingga dapat menekan jumlah
produksi sampah.
Kedua,
berkaitan dengan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi yang wajib dijamin
oleh negara. Sehingga, pengelolaan sampah yang merupakan upaya untuk menjaga
kesehatan rakyat juga akan ditempuh oleh negara. Negara akan menyediakan
infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai di seluruh penjuru wilayah dan
menerapkan aturan yang tegas untuk menanggulangi problem sampah. Negara akan
mendorong para ilmuwan untuk menciptakan inovasi terkait pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan. Negara juga mengedukasi rakyat akan pentingnya menjaga
kebersihan sebagai perwujudan dari keimanan, kemudian saling bahu-membahu untuk
menciptakan lingkungan yang bersih dari sampah.
Nabi
saw. bersabda, “Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih.
Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih.” (HR. Baihaqi).
Berkaca
pada sejarah peradaban Islam, dalam Kekhilafahan Bani Umayah, yaitu tepatnya
pada abad 9-10 M, telah mulai dilakukan pengelolaan sampah. Pada masa itu,
Cordoba menjadi ibukota Andalusia yang Muslim. Kota itu begitu bersih dari
sampah sebab telah dilakukan mekanisme pengelolaan sampah di perkotaan yang
idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi.
Tokoh-tokoh muslim inilah yang mencetuskan dan membangun sistem pengelolaan
sampah perkotaan yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran individu. Ini
dilakukan untuk menghilangkan potensi terjadinya kota kumuh. Sebagai
perbandingan, kondisi ini amat berbeda jauh dengan masyarakat di Eropa pada
periode waktu yang sama. Mereka belum mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan
sampah dapur dibuang begitu saja di depan rumah-rumah mereka, sehingga
menimbulkan bau busuk yang menyengat (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).
Karena
itu, solusi atas gaya hidup konsumtif dan problem sampah hari ini tak lain
hanyalah dengan kembali pada Islam. Sebab, hanya Islam, satu-satunya sistem
yang memiliki solusi paripurna dalam mengatasi seluruh problem kehidupan,
termasuk masalah sampah. Sungguh, sudah saatnya umat mengkaji Islam secara
kafah, mendakwahkan dan menerapkannya di tengah masyarakat. Wallahu a'lam
Post a Comment