Jalan Rusak, Akses Pendidikan Terhambat, Sampai Kapan?
Siti
Komariah (Freelance Writer)
Berbicara
tentang jalan rusak, rasanya problem
tersebut hingga saat ini masih juga belum menuai solusi, bahkan hal tersebut
senantiasa menjadi problem yang menganggu aktivitas warga. Sebagaimana yang
terjadi di Desa Horodopi, Kecamatan
Benua, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), para
pelajar mengeluhkan jalan rusak di wilayah tersebut. Jalan rusak itu pun
menghambat para pelajar untuk ke sekolah (kendariinfo.com, 09/09/2022).
Siswa
kelas 11 SMKN 7 Konsel, Respi, mengatakan jalan itu merupakan satu-satunya
akses untuk menimba ilmu di sekolahnya. Respi yang tinggal sekitar 13 kilometer
dari sekolah mengaku setiap hari berjibaku dengan jalan rusak.
Respi
menjelaskan, sejumlah ruas jalan di Kecamatan Benua memang belum pernah
diperbaiki sejak lama. Bukan hanya pelajar yang mengeluh, warga sekitar pun
merasakan hal serupa. Bahkan jika sudah turun hujan, dia dan teman-temannya
yang lain tak bisa ke sekolah karena salah satu ruas jalan sepanjang 50 meter
selalu tergenang air.
Jamak
diketahui jika persoalan jalan rusak memang masih menjadi PR besar bagi
pemerintah baik pusat maupun daerah. Namun, persoalan tersebut seakan sukar
untuk diselesaikan, padahal negeri ini memiliki banyak sumber daya alam, bahkan
Indonesia digadang-gadang menjadi negara pemilik cadangan aspal alami terbesar
di dunia. Tambang aspal alami Indonesia berada di Pulau Buton. Pulau di bagian
tenggara Sulawesi ini menyimpan 80 persen total cadangan aspal dunia. Cadangan
aspal yang berada di Pulau Buton diperkirakan mencapai 750 juta ton. Tahun lalu
produksi aspal Buton ditargetkan sekitar 705 ribu ton, atau sepertiga dari
total kapasitas terpasang yang sebanyak 1,99 juta ton per tahun (sindonews.com,
04/07/2022).
Cadangan
alam yang melimpah seyogianya bisa digunakan untuk membangun insfratruktur
publik, seperti jalan. Apalagi keberadaan aspal tersebut berada di daerah
Sulawesi Tenggara yang tak jauh dari
jalan rusak yang berada di desa Horodopi, Kecamatan Benua, Kabupaten
Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Namun lagi-lagi, hal tersebut seakan tidak menjadi
prioritas negara. Padahal, jalan tersebut merupakan salah satu akses penting
bagi warga desa Horodopi, yakni sebagai sarana untuk menimba ilmu bagi para
pelajar dan satu-satunya akses menuju sekolah. Mirisnya, jika musim penghujan
tiba, para pelajar harus rela tidak bersekolah akibat ruas jalan tergenang air.
Sungguh
kerusakan periayahan urusan rakyat dalam sistem kapitalisme begitu nampak.
Berlimpahnya SDA di negeri ini yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun
insfratruktur jalan yang bagus dan kokoh untuk mensejahterakan rakyat justru
dikuasai oleh para pemilik modal dan asing. Akibatnya rakyat harus menanggung
derita di negeri yang kaya. Belum lagi kebijakan penguasa yang senantiasa
berpihak pada para pengusaha dan asing yang membuat rakyat semakin melarat.
Sistem
kapitalisme juga membuat negara hanya sebagai regulator semata, akibatnya
perbaikan jalan sering kali dijadikan ajang bisnis guna meraup sebuah
keuntungan. Dimana, perbaikan jalan tersebut dijadikan tender-tender oleh
sebuah perusahaan. Belum lagi, penanganan jalan terkadang harus berbeda, mulai
dari jalan desa, jalan provinsi dan lain-lain. Sehingga, dengan berbagai
mekanisme yang berbelit dan ruwet, tak heran membuat perbaikan jalan tidak
kunjung terlaksana.
Seyogianya,
para pemimpin negeri ini mencontoh para khalifah terdahulu. Mereka menjalankan
amanah kepemimpinan sebagai tanggungjawab yang wajib ditunaikan dengan
sebaik-baik amanah. Para khalifah menjalankan kepemimpinan guna menjamin
kesejahteraan rakyatnya. Begitu pun memprioritaskan keadaan jalan yang rusak
agar tidak menjadi penghambat bagi keberlangsungan hidup rakyatnya atau
mencelakai nyawanya. Sebab, pembangunan jalan merupakan tanggungjawab negara.
Sebagaimana
kisah khalifah Umar bin Al-Khattab yang begitu memikirkan jalan rusak dan takut
akan dimintai pertangungjawaban oleh Allah.
Suatu
ketika, Khalifah Umar mendapat laporan ada seekor keledai yang terperosok di
wilayah Baghdad, karena jalan yang berlobang. Ini membuat keledai itu mengalami
luka parah. Begitu dilapori peristiwa ini, Umar menangis sejadi-jadinya. Dia
merasa sangat bersalah. Si ajudan khalifah pun kaget dan heran, dan bertanya
“Mengapa Amirul Mukminin menangis, toh ini hanya seekor keledai?” Mendapat
pertanyaan ini, Umar tampak memerah wajahnya karena marah. “Bagaimana aku nanti
harus mempertanggungjawabkan di depan Allah terkait nasib keledai ini?”
Betapa
hati-hatinya Khalifah Umar dalam mengemban amanah sebagai pemimpin. Bahkan,
nasib seekor keledai pun menjadi perhatiannya. Sehingga, di era
kepemimpinannya, Umar banyak membangun sarana infrastruktur. Di antaranya
banyak membangun jalan untuk memudahkan akses ke negara-negara Islam. Serta,
sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan antar daerah.
Begitupun
dengan menjamin kebutuhan pendidikan bagi setiap anak merupakan tanggungjawab
negara. Islam menyediakan pendidikan
yang berbiaya murah, bahkan gratis bagi setiap rakyat. Pemimpin menyediakan
sarana dan prasarana terbaik di setiap sekolah, baik di pelosok maupun di perkotaan, termaksud menyediakan akses
menuju ke sekolah tersebut.
Oleh
karena itu, pada masa kejayaan Islam silam rakyat sungguh mendapatkan
kesejahteraan hakiki. Dan semua itu
hanya bisa diperoleh jika Islam ditegakkan sebagai aturan bagi Umat Manusia. Wallahu
A'alam Bisshawab.
Post a Comment