Usut Penambangan Ilegal Di Kolaka, Islam Solusi Nyata
Risnawati (Pegiat Opini Muslimah)
Dilansir
dari laman Liputan6.com, Jakarta TNI memberi sorotan terhadap
aktivitas pertambangan
nikel ilegal yang terjadi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi
Tenggara. Pasalnya, kegiatan tersebut sangat merugikan negara hingga triliunan
rupiah, baik dari sisi ekonomi maupun ekologi.
Salah
satu yang menjadi sorotan terkait aktivitas pertambangan nikel ilegal
dalam kawasan hutan produksi yang dilakukan oleh PT Babarina Putra Sulung (BPS)
di Desa Muara Lapao-pao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka.
Panglima
Kodam (Pangdam) XIV Hasanuddin Mayjen TNI Andi Muhammad mengatakan, sebelum
izin usaha perusahaan bersangkutan dicabut, mereka diketahui hanya mengantongi
izin batuan. Namun pada kenyataannya melakukan penambangan nikel ilegal.
"Saya
minta aparat yang punya wilayah hukum, mulai dari Polres, Gakum Kehutanan dan
Pengawan kelautan atau Polsus PWP3K maupun Kejaksaan, serta instansi terkait
untuk bertindak tegas," serunya dalam keterangan tertulis, Kamis
(18/8/2022).
Sebelumnya,
dikutip dari laman AmanahSultra.Id : Kolaka (17/5/2021) – Perusahaan tambang
PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI) kembali menuai sorotan. Karena, jebolnya
tanggul penahan air tambang perusahaan itu. Akibatnya pemukiman warga di Desa
Ponre Waru, Kecamatan Wolo Kolaka terendam. Menurut Direktur Eksekutif Daerah
WALHI Sultra bahwa PT.CNI diduga melanggar pasal 40 ayat 3 UU 20/2007 tentang
penanggulangan bencana.
Telusuri
Akar Masalah
Akibat
penerapan sistem kapitalisme sekular telah membuat kerusakan dari semua aspek
kehidupan. Sistem kapitalis hanya menguntungkan segelintir orang khususnya para
korporat atau pengusaha, sehingga sistem ini gagal mensejahterakan rakyatnya.
Selain itu, aktivitas penambangan yang terjadi selalu mengabaikan aspek
kelestarian lingkungan dan perusahaan tambang selalu kebal hukum atas
pelanggaran yang dilakukan.
Berbeda
dengan Islam yang mampu mengatasi persoalan pertambangan. Karena, Islam
memiliki seperangkat aturan sempurna yang mampu menyelesaikan seluruh
problematika kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Islam
memiliki konsep kepemilikan yang lengkap. Yakni kekayaan alam merupakan
kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun Negara.
Sistem
kapitalisme demokrasi memang menghalalkan berbagai cara demi melakukan
penguasaan terhadap apapun. Hal ini tidak lain karena asas kebebasan berkepemilikan
yang dijadikan sebagai salah satu asas dasar. Kebebasan memiliki sesuatu, seolah-olah
membolehkan seseorang memiliki kekayaan alam tanpa batas dengan cara apapun,
tak heran jika dengan asas ini para kapitalis dengan mudah mampu menguasai
kekayaan alam negeri ini. Pasalnya, kekayaan alam dinegeri yang sangat melimpah
ini sebenarnya dapat dikelola dengan sempurna ketika penguasa mau mengambil
alih pengelolaan seluruh sumber daya alam. Hal ini sejalan dengan apa yang
diajarkan Islam terkait dengan kepemilikan sumber daya alam yang seharusnya
dikelola oleh Pemerintah dan hasilnya dikembalikan kepada rakyatnya.
Butuh
Penerapan Syariat
Allah
SWT telah memperingatkan, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (TQS.
ar-Ruum: 41).
Islam
dengan konsep kepemilikan umum terdiri dari tiga kategori, pertama sarana umum
yang diperluakn oleh seluruh rakyat dalam pemenuhan kebutuhan hidup setiap
harinya; seperti air Rasulullah Saw bersabda, “Kaum Muslim bersekutu (dalam
kepemilikan) atas tiga hal yaitu air,
padang rumput dan api.” (HR. al-Bukhari).
Hadits
tersebut menjelaskan, pertama : setiap harta yang di dalamnya terdapat sifat-sifat
sarana umum maka tidak boleh dimiliki. Kedua: harta yang keadaannya asal
pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi, karena
termasuk sarana umum. Ketiga: barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas,
yaitu barang tambang yang diprediksi oleh para ahli pertambangan mempunyai
jumlah yang sangat berlimpah. Hasil dari pendapatannya merupakan hasil milik
bersama dan dapat dikelola oleh Negara dan haram dikelola oleh individu,
swasta, apalagi asing.
Selain
itu, hukum Islam tidak bisa jika diambil hanya sebagian saja, sebab kini
kerusakan yang terjadi sudah sangat parah dan menyerang semua lini kehidupan.
Jika Islam hanya diterapkan hanya pada satu aspek kehidupan saja, dipastikan
tidak mampu menyelesaikan seluruh masalah, misalnya saja hukum Islam di bidang
perkawinan memang diterapkan di Indonesia, tapi hal itu tidak menbuat
masyarakat terhindar dari berbagai masalah lainnya.
Selain
itu, pengelolaan tambang dalam Islam tidak boleh ada kedzaliman terhadap
masyarakat atas pengelolaan tersebut. Negara sebagai raa’in (pengurus),
bertanggungjawab mengurus hal ini dengan baik. Negara harus memerhatikan pula
aspek lingkungan, kesehatan, maupun sosial masyarakat dengan adanya pengelolaan
tambang. Maka, tidak ada cara lain kecuali meninggalkan sistem kapitalisme
demokrasi, kemudian mengembalikan penerapan syariah secara kaffah. Sudah
selayaknya pemimpin kita mengganti sistem kapitalis demokrasi dengan sistem
Islam, karena persoalan pertambangan ini hanya akan tuntas jika diterapkan
kembali syariah kaffah, sehingga bisa menjadi rahmatan lil ‘alamiin.
Sebagai
konsekuensi keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, setiap Muslim, termasuk
para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu
semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan sumberdaya
alam, harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman: Jika
kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu
kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah
dan Hari Akhir (Lihat QS. an-Nisa [4]: 59).
Dengan
demikian, untuk mengakhiri konflik pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana yang
terjadi saat ini, maka kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama
pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis,
tidak diatur dengan syariah Islam, semua itu tak akan banyak manfaatnya bagi
rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya. Pasalnya, sebagian besar
kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing,
bukan oleh rakyat kebanyakan.
Alhasil,
mari kita bersegera menjalankan semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan
cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh
syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Tanpa peran negara yang
menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana
terjadi saat ini. Wallahu a’lam.
Post a Comment