Kepalang Banjir, Upaya Pencegahan Tak Pernah Terpikir
Media Nasional masih dipenuhi dengan berita
banjir di sejumlah wilayah Indonesia,
ya! Indonesia terkepung banjir, susul menyusul beritanya dan makin meluas
wilayah yang terdampak. Bahkan di wilayah yang menjadi paru-paru dunia
sekalipun seperti Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Seperti misalnya banjir Aceh yang makin meluas,
18 ribu warga terpaksa mengungsi. Banjir
telah berdampak pada 22.535 jiwa yang tinggal di 12 kecamatan. Juru Bicara
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari mengatakan warga yang mengungsi terdiri dari 5.104
kepala keluarga, mereka terpaksa mengungsi ke meunasah atau musala dan dataran
tinggi yang tersebar di 28 titik( Katadata.co.id, 6/10/2022).
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara,
Asnawi mengatakan meluasnya banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain
curah hujan tinggi yang masih sering terjadi, kondisi tanggul daerah aliran
sungai (DAS) besar juga kehilangan kemampuan menampung debit air yang
meningkat.
Tak beda dengan
di Jakarta Selatan, banjir sebabkan 3 siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) 19, Jakarta Selatan tewas usai tembok sekolah mereka rubuh diterjang
banjir. Dan 270 kepala keluarga
Mengungsi, banjir menyebabkan 41 RT dan
17 ruas jalan di Jakarta Selatan terendam. Banjir selalu menyisakan duka, sebab
tak hanya harta benda yang menjadi korban, tak jarang nyawa manusia juga
melayang, sampai kapan rakyat Indonesia terus menderita?
Belum Serius Garap Antisipasi dan Mitigasi
Bencana banjir hampir selalu terjadi setiap tahun, di berbagai wilayah di Indonesia, namun nampaknya upaya antisipasi dan mitigasi bencana belum diperhatikan secara serius dan seksama, padahal peringatan BMKG terus diberikan.
Hal ini menunjukkan ketidak seriusan penguasa
dalam mengurusi rakyatnya, khususnya dalam mitigasi bencana yang rutin terjadi.
Akar masalahnya bukan pada tingkat kepedulian
masyarakat yang rendah terhadap kebersihan lingkungan saja, namun juga karena
kita mengadopsi sistem kapitalisme yang menghalalkan segala cara dalam
mewujudkan sesuatu. Kasus pembangunan jalan, perkantoran, industri, perumahan
dan fasilitas umum lainnya yang tidak memperhatikan lahan hijau, tempat-tempat
serapan air dan lain sebagainya. Semua dibangun tanpa ada perencanaan yang
matang, semata karena tuntutan keindahan kota dan kemudahan akses bagi para
investor. Tak dipungkiri, produk undang-undang pemerintah turut menambah dampak
banjir tak pernah surut, seperti ilegal logging, penggundulan hutan diganti
dengan perkebunan sawit, hilangnya wilayah gambut untuk industri dan pertanian,
mudahnya tukar guling tanah hutan menjadi ladang atau pemukiman dan lain
sebagainya tak bisa dipandang enteng.
Meski Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) berteriak
tak henti-hentinya untuk hentikan eksploitasi hutan Kalimantan , Sumatra dan
Papua, pemerintah tetap tak bergeming, kontrak kerjasama atau investasi sudah
ditandatangi, maka apa yang termaktub di dalamnya tak bisa dihindari untuk
diterapkan. Padahal apa yang ada di dalam hutan, laut, gunung , Padang
gembalaan dan lain sebagainya adalah hak milik rakyat. Haram hukumnya , negara
memprivatisasi kepada pihak asing. Ini baru dampak banjir, belum yang lainnya,
sebab ini adalah alamiah menjadi efek domino.
Islam Solusi Mustanir Atasi Banjir
Jika terjadi berulang, tentulah bukan masalah
sepele lagi. Apalagi wilayah yang terdampak kian meluas. Harus ada keseriusan
memikirkan solusinya. Bukankah negara ada untuk memudahkan urusan rakyat?
Umat membutuhkan pemimpin yang mengurus kebutuhan rakyat dengan amanah dan
melindungi rakyat. Bukan yang sibuk kontestasi diri dan partainya. Pemilu masih
tahun depan tapi hari ini sudah kelimpungan, seolah tak ada urusan yang lebih
darurat daripada memilih pemimpin. Sebetulnya , mudah saja menentukan apakah
pemilu kelak layak disebut urgen, yaitu kita pertanyakan, adakah salah satu
pasangan calon presiden yang secara lugas dan terbuka menyebutkan jika mereka
terpilih, berhasil memegang tampuk kekuasaan akan menerapkan syariat Kaffah?
Jika tidak, maka mereka bukan pemimpin umat, melainkan pemimpin yang
melanjutkan program pemerintahan rezim.
Keamanan dalam pandangan Islam adalah salah
satu kebutuhan pokok yang harus dijamin negara untuk setiap individu masyarakat.
Sebab dengan aman, ibadah, muamalah maupun interaksi antar manusia satu dengan
yang lain akan berjalan lancar juga. Ini juga bagian dari penguatan imun sebuah
negara agar berdaulat dan mandiri.
Jika melihat pada apa yang dilakukan para pemimpin Muslim , maka sepanjang sejarah
kejayaan Islam, nyata terlihat keseriusan mereka dalam melayani umat.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,”Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”
(HR. Abu Na’im).
Solusi khilafah , negara yang menerapkan
syariat Islam sebagai dasar aturannya, dalam upaya mengatasi banjir pertama
secara infrastruktur dengan membangun
bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, sungai dan lain-lain. Memetakan daerah rawan
banjir dan melarang penduduk membangun pemukiman di dekat daerah tersebut.
Pengadaan pembangunan sungai buatan, kanal, saluran drainase dan sebagainya
yaitu untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air
,membangun sumur-sumur resapan di daerah tertentu.
Kemudian ketiga dari sisi pencegahan, negara
akan membentuk badan khusus untuk
penanganan bencana alam, persiapan daerah-daerah tertentu untuk cagar alam.
Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara
lingkungan, kebijakan atau persyaratan tentang izin pembangunan bangunan.
Pembangunan yang menyangkut tentang pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah
serapan air,penggunaan tanah dan sebagainya.
Kemudian ketiga dari sisi penanganan korban
banjir yaitu dengan penyediaan tenda, makanan, pengobatan, dan pakaian serta
keterlibatan warga(masyarakat) sekitar yang berada di dekat kawasan yang
terkena bencana alam banjir. Penguatan atas akidah untuk menerima bencana
sebagai bagian dari qada dan qadar baik buruknya berasal dari Allah. Semua kebijakan tidak hanya didasarkan pada
pertimbangan rasional tetapi juga nash-nash syara. Sebab semestinya pemimpin
sebuah bangsa atau negara adalah orang yang sanggup baik dzahir maupun batin
menerapkan syariat Islam
Keempat, dalam
aspek undang-undang dan kebijakan, maka negara akan
Membatasi pembukaan pemukiman atau kawasan baru
dengan mengharuskan adanya variabel-variabel drainase, penyediaan daerah
resapan, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik dan topografi. Izin
pembangunan harus dimiliki warga yang hendak membangun rumah, tetapi negara
tidak mempersulit dengan menggratiskan biaya surat izin pendirian bangunan bagi
siapa saja.
Khalifah tidak akan menerbitkan izin pendirian
bangunan, jika pendirian bangunan rumah bisa menghantarkan bahaya madlarah.
Ini merupakan implementasi kaedah Ushul fikih al-dlararu yuzaalu (bahaya itu
harus dihilangkan). Memberi sanksi jika ada pelanggaran tanpa pandang bulu.
Negara akan membentuk badan khusus yang
menangani bencana alam dengan dilengkapi peralatan lengkap sesuai kebutuhan warga
yang terdampak bencana. Petugas-petugas lapangan diberi pengetahuan yang cukup
tentang SAR (search and rescue), serta keterampilan, dan terbiasa bergerak
cepat jika ada bencana.
Menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar
alam, hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali
dengan izin negara. Mensosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan dan
memelihara lingkungan dari kerusakan. Mendorong kaum muslimin menghidupkan
tanah mati ihyaa’ al-mawaat sehingga bisa menjadi buffer lingkungan yang
kokoh. Dan solusi ini seluruhnya dibiayai oleh Baitul Mal, yang pos pendapatan
dan pengeluarannya ini ditentukan juga oleh syariat. Maka, tak ada lagi yang
perlu diragukan. Bahwa perjuangan kita hari ini dengan meninggallan kapitalisme
beralih kepada syari’at. Wallahu a’ lam bish showab.
Post a Comment