Faktor di Balik Fenomena Manusia Gerobak
Salah satu penyebab fenomena ini adalah banyak masyarakat yang enggan mencari pekerjaan dan lebih memilih mengandalkan belas kasihan orang lain untuk mendapatkan uang. Hal ini terjadi meskipun Kota Serang memiliki Modern Cikande Industrial Estate, yang merupakan kawasan industri terbesar di Indonesia.
Fenomena manusia gerobak tidak muncul secara tiba-tiba. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya, di antaranya:
Pertama, eksploitasi kemiskinan. Banyak orang yang menjual kesedihan dan nasib malang mereka. Kemiskinan dapat mendorong seseorang untuk melakukan apa saja asalkan dapat menghasilkan uang. Mereka rela merendahkan diri dan martabat mereka sebagai manusia demi memenuhi kebutuhan hidup. Kadang-kadang, mereka bahkan mengeksploitasi anak-anak, lansia, atau orang cacat untuk memanfaatkan empati dan simpati masyarakat.
Kedua, tuntutan gaya hidup. Konsep ekonomi kapitalisme menekankan pada keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil mungkin. Beberapa orang mungkin menerapkan konsep ini dalam hidup mereka. Demi memenuhi tuntutan gaya hidup, mereka tidak ragu untuk menggunakan segala cara. Mereka mengandalkan belas kasihan orang lain sebagai cara instan untuk mengumpulkan uang tanpa perlu bekerja keras.
Banyak pengemis sebenarnya masih muda, sehat, dan kuat sehingga masih mampu bekerja atau berdagang. Namun, mereka memilih untuk mengemis karena lebih mudah dan tidak membutuhkan modal. Ironisnya, saat dirazia, mereka memiliki kekayaan lebih banyak daripada harta yang mereka peroleh dari sedekah.
Ketiga, fenomena manusia gerobak juga mengungkapkan lemahnya peran negara dalam mengatasi kemiskinan yang menjadi masalah kronis.
Banyak masyarakat yang hidup dalam kondisi miskin adalah korban kebijakan kapitalisme yang serakah. Kemiskinan saat ini bukan hanya disebabkan oleh individu yang malas bekerja, tetapi juga akibat kebijakan negara yang mengabaikan pemenuhan kebutuhan masyarakat secara luas. Hal ini terlihat dari kebijakan yang cenderung menguntungkan pemilik modal.
Kesenjangan sosial yang dihasilkan oleh sistem kapitalis dan penguasa yang cenderung pro-oligarki hanya dapat diselesaikan melalui Islam dengan sistem pemerintahan khilafah yang berprinsip adil bagi semua warga negara, baik kaya maupun miskin.
Dalam sistem pengelolaan harta Islam, kekayaan individu tidak dibatasi. Namun, usaha untuk mendapatkan harta harus sesuai dengan hukum syariat. Jika usaha tersebut bertentangan dengan hukum syariat, seperti mengemis, negara akan memberikan sanksi sesuai pelanggarannya.
Pengelolaan sumber daya alam akan ditangani langsung oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Penguasaan tambang, hutan, laut, dan sumber daya alam lainnya akan dilarang bagi individu atau kelompok tertentu. Karena itu, tidak ada lagi monopoli terhadap sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik umum.
Sistem ekonomi Islam juga akan melarang praktik riba. Semua usaha didasarkan pada sektor riil, bukan sektor fiktif. Oleh karena itu, kekayaan yang dimiliki masyarakat adalah nyata, bukan hanya angka di atas kertas. Dengan dihilangkannya praktik riba, perusahaan atau individu akan memberikan pinjaman dengan niat untuk membantu dan meringankan masalah sesama.
Undang-undang dalam sistem khilafah akan selalu mengacu pada hukum syariat, bukan berdasarkan keinginan perusahaan atau individu tertentu. Negara bukan hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai pengatur urusan umat. Negara akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyediakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tidak akan ada perbedaan perlakuan, baik mereka kaya maupun miskin. Dengan pengelolaan sumber daya alam dan pendapatan lainnya, negara akan menyediakan pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, lapangan kerja, dan keamanan yang memadai. Rakyat tidak perlu khawatir memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semua kebutuhan rakyat akan terjamin, sehingga fenomena manusia gerobak tidak akan lagi ditemui. [IDN]
Post a Comment