Nikel Bocor
HILIRISASI. Inilah program yang selama ini dibanggakan pemerintah untuk menaikkan nilai tambah barang tambang Indonesia.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi melarang pengeksporan nikel sejak 1 Januari 2020. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019.
Sayangnya, program tersebut menjadi paradoks setelah terungkapnya temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China sejak Januari 2020-Juni 2022.
Bagaimana mungkin penyelundupan terjadi di tengah larangan ekspor ore nikel ke luar negeri sejak 2020?
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menuturkan, penyelundupan ore nikel terjadi di Pelabuhan China sejak 2021. Penyelundupan ore nikel tersebut diduga terjadi dengan memakai dokumen pelaporan kode barang yang diekspor yakni HS Code 2604 atau HS0 2604.
"Terjadi ilegal (ekspor) nikel ore yang ada beberapa custom atau port di China, dan memang setelah kita cek memang betul ada. Dan ini menggunakan HS Code 2604. Artinya HS Code 2604 ini untuk nikel olahan atau nikel pig iron atau sejenisnya. Apakah ini ada kebobolan di mana terjadi ekspor untuk bijih nikel seharusnya dalam dokumen pelaporan dokumen digunakan HS Code 2604 jadi bukan bijih nikel, ini tentu yang harus diwaspadai bagaimana bea cukai kita loloskan beberapa dokumen,” ujar Meidy dalam program acara Mining Zone di salah satu media online, dikutip Selasa (27/6/2023).
Ia menambahkan, ekspor illegal bijih nikel ke China tersebut menyebabkan kerugian. Pihaknya mencatat kerugian nilai ekspor ilegal bijih nikel diprediksi mencapai USD 48 juta pada 2021. Sedangkan pada 2022, kerugian ekspor ilegal bijih nikel diperkirakan USD 54,6 juta. "Ini kerugian cukup besar,” ujar dia.(Liputan6.com)
Meidy mengingatkan untuk mewaspadai pabrik yang punya akses ke Pelabuhan internasional untuk ekspor olahan nikel. Ia menuturkan, dokumen dengan memakai kode HS Code 2604 tersebut keluarkan barang pabrik, jadi bukan tambang.
"Kita bukan menuduh, belum dapat detail, siapa eksportir yang nakal ini, kita hanya dapat data dari China saja nilai, kuantatif per bulan, di ekspor, di custom China, cuma yang harus dicek daerah mana, port mana yang dikirim bijih nikel ini yang menggunakan HS Code 2604 ini yang paling penting,” kata dia.
Sementara itu, Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria dalam keterangannya, Jumat (23/6/2023) menyebutkan lima juta ton ore nikel yang dikirim ke Tiongkok terjadi sejak Januari 2020 hingga 2022. Ekspor ilegal itu tercatat dalam situs resmi otoritas penanganan Bea dan Cukai Tiongkok.
Dian menyebut, negara asal pengirim hanya menggunakan kode 112, yakni sandi untuk Indonesia.
“Ya (dugaan kerugian negara sementara Rp 575 miliar) dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022,” tutur dia.
Adapun sumber bijih nikel yang diduga diekspor secara ilegal itu diduga berasal dari Sulawesi dan Maluku Utara (Malut). “Mestinya dari lumbung nikel ya Sulawesi dan Malut,” tutur Dian.(Kompas.com)
Apakah ada kebocoran dari tambang nikel di Sulawesi Tenggara? Bisa jadi.
Dibalik semua itu, tambang nikel yang "naik daun" belum bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat. Rakyat masih banyak yang miskin.
Tambang hanya dinikmati segelintir. Hanya oligarki.
Maka itu, butuh penyelesaian mendasar untuk menyelesaikan persoalan. Bila sistem sekuler tidak bisa menyelesaiakan masalah, maka Islam punya solusi.
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Nikel adalah salah satu contohnya.
Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Rasul saw. juga bersabda:
ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga eriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang.
Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.
Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mataair dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”
Alhasil, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti nikel, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dsb semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.
Karena itulah Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka.”
Alhasil, mari kita bersegera menjalankan semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Pasalnya, banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan sumberdaya alam. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. WalLâhu alam. [***]
*)Khadim Majelis Nafsiyah Islamiyah di Negeri Khalifatul Khamis
Post a Comment