Apa yang Sebenarnya Terjadi Pada Rohingya?
Indonesia Neo, INTERNASIONAL - Jujur cukup sulit mencerna apa yang terjadi hari ini, ketika banyak muslim yang membela Palestina, tapi di saat yang sama bersikap sangat antipati pada Rohingya, bahkan ada yang menyamakan Rohingya dengan Israelek. Saya mulai mengenal isu Rohingya sejak saya kelas 1 SMA, dan selalu saya ikuti update beritanya sampai sekarang. Yang unik adalah: kenapa hari-hari ini kok terjadi "penjahatan" masif pada Rohingya ya?
Iya, mereka memang tak berpendidikan. Iya, memang kita juga melihat sendiri berita viral yang menggambarkan pengungsi Rohingya tak mau berterimakasih atas makanan yang mereka dapat, atau sebuah fakta bahwa mereka adalah komunitas muslim yang ternyata tidak begitu paham tentang agamanya sendiri. Sedikit katanya yang bisa shalat. Sedikit pula wanita yang mengenakan hijab. Tapi, tahukah kita duduk persoalan sebenarnya untuk kasus ini?
Jihad Turbani, penulis sejarah dari Palestina sering sekali menulis, "ada banyak tanda tanya besar di hari ini, yang tidak akan kamu dapatkan jawabannya kecuali dengan menelusuri sejarahnya." Sepertinya kalimat itu cocok sekali untuk menjadi landasan kita mempelajari Rohingya dengan lebih bijak. Mereka adalah korban atas persekusi sangat panjang puluhan —bahkan ratusan— tahun yang disebabkan robohnya Izzah Umat Islam di dunia. Mereka akan menggambarkan padamu situasi ketika Umat Islam tidak berdaya dan apa akibatnya.
Bagi kamu yang baru pertama kali tahu tentang Rohingya, kamu mungkin akan cukup bingung kenapa ada orang-orang berwajah "India" tapi mereka tinggal di negara Budha bernama Myanmar. Rohingya dulunya bermula dari komunitas muslim Bengal (kini Bangladesh) yang tinggal di wilayah Arakan (Myanmar bagian barat yang berbatasan langsung dengan samudera Hindia). Dalam sejarahnya, dulu muslim Bengal ini dibawa oleh raja bernama Narameikhla (1404-1434 M). Raja ini tadinya diasingkan ke Kesultanan Bengal, kemudian meminta bantuan sultan Bengal Jalaluddin Mahmud Syah untuk kembari merebut tahtanya di wilayah yang kini adalah Myanmar Barat. Sang Sultan mengiyakan permintaan Narameikhla dan membantunya dengan kekuatan militer muslim Bengal untuk merebut tahtanya.
Ketika Narameikhla kembali jadi raja Arakan, nilai Islam yang didapatkannya di Bengal begitu terasa. Dia mengubah namanya menjadi Solaiman Shah. Ia juga membangun masjid, pengadilan yang memadukan budaya Budha dan Islam. Pengaruh Islam tetap bersemayam dalam diri setiap penguasa Arakan (Myanmar Barat hari ini), kendati Arakan tetaplah kerajaan yang menjadikan Budha sebagai agama resminya.
Raja Narameikhla yang Budha ini pun akhirnya juga mengizinkan komunitas Muslim Bengal untuk bermukim di Arakan, ia juga menyatakan kerajaannya sebagai negara vasal (bawahan) Kesultanan muslim Bengal. Sejak abad 15, komunitas muslim ini mendominasi wilayah Arakan Utara, dan kelak mereka inilah yang kita namai hari ini sebagai "Rohingya." Ya, nenek moyang mereka adalah muslim. Muslim yang kuat, berpengaruh bahkan memberi pengaruh pada kerajaan Budha.
Dalam perjalanannya pun, populasi Muslim Bengal kemudian meningkat pada abad ke-17, karena mereka dipekerjakan di beragam bidang kerja di Arakan. Beberapa di antara mereka bekerja sebagai juru tulis bahasa Arab, Bengali, dan Persia di pengadilan-pengadilan Arakan yang meskipun yang tersisa sebagian besar adalah umat Buddha, mengadopsi pakaian Islam dari Kesultanan Islam Bengal.
Namun semua itu berubah ketika Asia Tenggara dipenuhi dengan perseteruan banyak kerajaan-kerajaan. Saling caplok dan saling serang membuat wilayah tersebut kehilangan stabilitasnya, sehingga berdampak juga pada komunitas muslim yang ada di sana. Bayangkan: kamu seorang muslim, di negeri yang mayoritasnya bukan muslim, dan saat itu kejayaan Umat Islam mulai runtuh berangsur-angsur. Kita sama-sama tahu, sebuah komunitas muslim yang minoritas pasti mengalami perlakuan yang zalim. Andalusia mengajarkan kita tentang itu.
Waktu terus bergulir, datanglah masa penjajahan Inggris di seluruh dunia. Mereka pun akhirnya menguasai India, Bangladesh dan wilayah sangat besar di Asia Selatan lainnya. Wilayah Arakan Utara yang didominasi muslim pun masuk dalam genggaman Inggris. Karena kesewenangan Inggris dan kelakuannya yang suka mengadu domba antar etnis dan ras, pada akhirnya tercipta permusuhan besar antara warga asli Myanmar yang beragama Budha dan berbahasa Burma pada etnis-etnis minoritas, terlebih pada kaum muslimin Rohingya.
Ketimpangan dan tidak diperlakukannya komunitas muslim di Myanmar makin mengkristal ketika Jendral Aung San memimpin para pejuang dan tokoh-tokoh Myanmar dalam Konferensi Panglong yang terjadi pada Februari 1947 guna merumuskan pendirian Negara Myanmar Bersatu termasuk dengan menggandeng etnis minoritas seperti Chin, Shan, dan Kachin. Komunitas muslim tidak diajak dan dianggap sebagai representasi kekuatan Myanmar karena dianggap tidak serasa dan sepenanggungan.
Hingga kini, sudah 3 juta orang Rohingya hidup dalam ketidakpastian. Di negerinya sendiri mereka tak dianggap. Pembantaian demi pembantaian seperti menjadi agenda musiman yang mereka hadapi. Karena itulah mereka tak sempat tahu apa itu hidup stabil, kemerdekaan, ketenangan apalagi pendidikan. Mereka muslim, tapi mereka lupa apa itu Islam karena tekanan yang begitu berat dari rezim setempat. Akhirnya sebagian dari mereka menyebar, mencari suaka dan nekat keluar dari Myanmar hanya dengan bekal minim. Menyusuri samudera luas tanpa harapan pasti.
Nanti akan kita lanjutkan kisah tentang Rohingya. Yang jelas, mereka adalah korban dari sebuah perseteruan nan panjang, kezaliman yang berskala besar sehingga mereka terbengkalai. Sementara itu, umat Islam tak sepenuhnya mengerti asal-usul mereka dan mengatakan bahwa mereka seperti Israel?
Coba, setidaknya duduk sejenak dulu. Pelajari dulu. Diskusikan dulu dengan yang paham duduk permasalahannya. Baru kamu bisa tentukan sikap!
Sumber: Gen Saladin Channel
Post a Comment