Header Ads


Bank ASI di Pakistan Ditunda Setelah Revisi Fatwa: Upaya Syariat vs Negara Sekuler


IndonesiaNeo - The Daily Times melaporkan bahwa Sindh Institute of Child Health and Neonatology (SICHN) telah menunda layanan Bank ASI (Air Susu Ibu) yang telah didirikan di Pakistan. Keputusan ini dilakukan sebagai respons terhadap revisi fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh Dewan Ideologi Islam. Bank ASI ini dianggap sebagai tonggak penting dalam kesehatan maternal dan bekerja sama dengan UNICEF.

SICHN menyatakan dalam pernyataan tertulisnya bahwa mereka menghentikan layanan Bank ASI sesuai dengan pedoman agama yang direvisi, sesuai dengan fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh Darul Uloom Karachi. Hal ini juga mencerminkan komitmen mereka untuk beroperasi dalam kerangka yurisprudensi Islam.

Musab Umair, seorang aktivis dakwah Pakistan, menyatakan dalam sebuah media ideologis internasional bahwa menjadi tanggung jawab umat Islam untuk menolak pelanggaran hukum syariat. Menurutnya, umat Islam harus mempermasalahkan pelanggaran hukum yang ada dan memastikan aturan tersebut ditarik kembali.

Musab Umair menjelaskan bahwa negara Pakistan, yang merupakan negara sekuler, terus-menerus mengeluarkan undang-undang dan kebijakan yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunah Nabi. Ia menegaskan bahwa hanya ketika umat Islam bereaksi, negara tersebut akan terpaksa mengambil tindakan untuk menenangkan mereka.

Ia juga menyoroti bahwa Bank ASI didirikan dengan persetujuan negara dan oleh lembaga internasional, UNICEF. Umat Islam prihatin karena mengetahui bahwa batasan pernikahan antara bayi yang lahir dari ibu yang berbeda tetapi disusui oleh wanita yang sama hanya diperbolehkan jika syarat-syarat tertentu terpenuhi.

Musab Umair menyebut bahwa ada banyak cara halal untuk menyelesaikan masalah ini sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Islam. Misalnya, membuat daftar anak yatim piatu dan ibu-ibu yang bersedia menjadi ibu susu, lalu mengatur kontak di antara mereka. Hal ini dapat dilakukan di tingkat lokal melalui dokter anak, perawat, dan petugas kesehatan lainnya.

Lebih lanjut, Musab Umair menjelaskan perbedaan antara Khilafah dan negara sekuler. Dalam Khilafah rasyidah, pendirian Bank ASI dengan praktik pencampuran ASI dari banyak ibu dalam satu wadah tanpa mengidentifikasi pendonor yang berbeda dalam wadah terpisah tidak akan pernah diizinkan.

Khilafah mengacu pada kitab suci dalam mengambil keputusan pengobatan, dengan mempertimbangkan pendapat dari sahabat Nabi dan ulama salaf. Menyusui yang mengharamkan pernikahan adalah yang mengenyangkan perut, seperti yang dinyatakan dalam hadis Nabi saw.

Pemberian ASI yang memiliki makna adalah selama dua tahun hijriah setelah dilahirkan sebelum disapih, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an. Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah pemberian ASI yang menetapkan berlakunya hukum Radaa'ah, tetapi kebanyakan ulama setuju bahwa jumlah pemberian ASI harus lima atau lebih.

Dalam Khilafah rasyidah, khalifah akan mempelajari dalil-dalil dan mempertimbangkan pendapat-pendapat para ulama. Ia kemudian akan mengambil pendapat yang paling kuat dalam pandangannya. Keputusan yang diambil oleh khalifah akan mengikat umat Islam di bawah pemerintahannya.

Dalam negara sekuler, tidak ada proses legislasi Islam karena keputusan diambil berdasarkan pendapat mayoritas, tanpa memperhatikan agama Islam. Oleh karena itu, umat Islam harus berupaya untuk menegakkan kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian, agar dapat hidup di bawah pemerintahan Islam.[]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.