Header Ads


Judi Online dan Anomali Hukum

Oleh: Sunarwan Asuhadi*)


Pengantar

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa, tercatat ada 1.572 kasus pasangan yang bercerai di negeri ini karena alasan perjudian. Bahkan di Kota Depok, hingga bulan Juli 2024 saja, sudah terjadi sekitar 70% kasus perceraian atau lebih dari 1.133 pasangan yang disebabkan oleh masalah judi online dan pinjaman online.

Dan celakanya salah satu kasus perjudian yang marak di jaman HP (android) ini adalah judi online. Judi online adalah bentuk permainan judi yang dilakukan melalui internet. Dalam judi online, para pemain dapat memasang taruhan pada jenis permainan apa saja. 


Indonesia Darurat Judi Online?

Walaupun negeri kita adalah Penganut agama Islam terbanyak di dunia, namun menurut laporan dari DroneEmprit, terdapat lima negara dengan jumlah pemain judi online terbanyak di dunia, dan yang tertinggi adalah Indonesia, kemudian disusul Kamboja, Filipina, Myanmar dan Rusia. Padahal Allah SWT telah menyebutkan larangannya terhadap judi dan semisalnya secara tegas dalam QS. Al-Maidah (5:90);

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Berdasarkan data Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, tercatat ada sekitar 4 juta orang di Indonesia terdeteksi melakukan judi online. Usia pemain judi online ini bervariasi, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sebaran usia pemain judi online di Indonesia menunjukkan bahwa 2% atau sekitar 80 ribu orang berada di bawah usia 10 tahun, 11% atau sekitar 440 ribu orang berusia antara 10 hingga 20 tahun, 13% atau sekitar 520 ribu orang berusia antara 21 hingga 30 tahun, 40% atau sekitar 1,64 juta orang berusia antara 31 hingga 50 tahun, dan 34% atau sekitar 1,35 juta orang berusia di atas 50 tahun. Mayoritas pemain judi online ini berasal dari kalangan menengah ke bawah, mencakup 80% dari total pemain. Nominal transaksi judi online di kelompok kelas menengah ke bawah berkisar antara Rp10 ribu sampai Rp100 ribu, sedangkan di kelas menengah ke atas, transaksi berkisar dari Rp100 ribu hingga Rp40 miliar.

Bahkan ada data yang sangat mencengangkan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana. Ia mengungkapkan bahwa ada lebih dari 1.000 orang anggota legislatif (DPR dan DPRD) di tingkat pusat maupun daerah yang bermain judi online.

Inilah yang disebut sebagai anomali hukum, yang menggambarkan situasi di mana ada ketidaksesuaian antara peraturan perundang-undangan yang diterapkan dengan prilaku sebenarnya yang berlangsung di Masyarakat.

Secara agama perjudian telah tegas larangannya dalam Islam, demikian pula peraturan perundang-undangan. Ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan sebagainya. 

Pertanyaannya, apa gerangan yang menyebabkan perjudian ini demikian tumbuh subur di negeri ini? Apakah kita kekurangan para tokoh agama dan para pendakwah? Apakah kita kekurangan aparat penegak hukum? Apakah kita kekurangan pemimpin yang tegas terhadap amar ma’ruf nahyi mungkar?

Tentu ini menjadi renungan penting bagi kita kaum muslimin, jika Islam ini ternyata belum menjadi pegangan penting bagi kita kaum muslimin, padahal satu-satunya penyelamat bumi dan akhirat manusia adalah Islam ini. Namun, jika berbagai kemaksiatan-kemaksiatan semakin bertumbuh di suatu negeri, apalagi di negeri-negeri kaum muslimin, maka ini pertanda ada masalah bagi kaum muslimin.


Judi Online dan Disorganisasi Sosial

Teori yang mengatakan bahwa jika kejahatan merajalela berarti aparat penegak hukum kurang berfungsi adalah teori disorganisasi sosial. Teori ini berpendapat bahwa ketika kejahatan meningkat secara signifikan dalam suatu masyarakat, itu menunjukkan adanya kegagalan sistem sosial dan lembaga-lembaga kontrol sosial, termasuk aparat penegak hukum.

Salah satu ahli yang mengemukakan teori disorganisasi sosial adalah Emile Durkheim, seorang sosiolog Prancis pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Durkheim memperkenalkan teori ini dalam bukunya yang berjudul "The Division of Labor in Society" (1893) dan "Suicide: A Study in Sociology" (1897). Dalam kedua buku tersebut, Durkheim menjelaskan bagaimana ketidakseimbangan dalam sistem sosial dapat menyebabkan disorganisasi sosial, termasuk meningkatnya tingkat kejahatan.

Namun, konsep disorganisasi sosial lebih lanjut dikembangkan oleh para sosiolog lainnya seperti Robert Park dan Ernest Burgess. Mereka menggunakan konsep ini dalam penelitian mereka tentang perkotaan dan hubungan antara struktur sosial dengan kejahatan. Teori ini juga terus dikembangkan dan dimodifikasi oleh berbagai ahli sosiologi dan kriminologi sejak saat itu.

Menurut teori disorganisasi sosial, jika fungsi sistem sosial dan lembaga kontrol sosial tidak berjalan dengan baik, maka akan terjadi ketidakseimbangan, kekacauan, dan kerentanan terhadap tindakan kejahatan. Faktor-faktor seperti kemiskinan, pengangguran, ketidakstabilan keluarga, kurangnya pendidikan, serta kurangnya sumber daya dan kemampuan aparat penegak hukum dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi sosial.


Pentingnya Islam dan Kewarasan di Bumi 

Untuk mempertahankan kebaikan dan kebenaran di bumi ini, Allah SWT sesungguhnya memiliki pasukan-pasukan. Para Nabi dan Rasul adalah pasukan-pasukan Allah SWT dalam memperbaiki bumi ini. Para Ulama, Para Pemimpin-Pemimpin yang sholeh adalah pasukan-pasukan Allah SWT. Namun, jika pasukan-pasukan demikian tidak lagi bisa menghentikan keburukan di bumi ini, maka Allah SWT memiliki pasukan-pasukan lain, bisa berupa gempa bumi, tsunami, banjir, angin topan dan lain sebagainya, dan inilah yang disebut dengan bencana. 

Ketika bencana diturunkan di suatu negeri di mana amar ma’ruf nahyi mungkar tidak ditegakkan, maka azab itu diturunkan tanpa pandang bulu, bahkan dimulai dari orang yang paling sholeh di antara mereka, jika mereka tidak menegakkan amar ma’ruf nahyi mungkar. 

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda dalam HR. Bukhari dan Muslim, Allah Ta'ala berfirman kepada Malaikat-Nya ketika akan menurunkan azab kepada penduduk Bani Israil, 'Lanjutkanlah azabmu kepada mereka.' Maka, malaikat berkata, 'Ya Allah, di antara mereka terdapat hamba-Mu yang shalih, yang tidak ikut dalam perbuatan maksiat dan maksiat itu tersebar di tengah-tengah mereka.' Lalu, Allah Ta'ala berfirman, mulailah dengan mereka, kemudian jika mereka telah bercampur dengan mereka maka hancurkanlah mereka semua." 

Hadits ini mengingatkan umat Islam akan pentingnya peran mereka dalam menjaga kewarasan moralitas dan kebaikan dalam masyarakat. Meskipun seseorang mungkin beribadah dan berperilaku baik secara pribadi, namun dia juga harus aktif dalam mencegah kemungkaran di lingkungannya. Kegagalan untuk melakukannya dapat menyebabkan turunnya azab dari Allah, yang akan menimpa semua orang tanpa terkecuali.[]


*) Pengurus ICMI Orda Wakatobi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.