Header Ads


Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas, Realistis Atau Utopis?

Oleh: Asma Sulistiawati*) 


Hari Keluarga Nasional (Harganas) diperingati setiap tanggal 29 Juni, dan pada tahun 2024, peringatan ini memasuki tahun ke-31. Harganas merupakan momen penting untuk mengingatkan kita akan peran keluarga dalam menciptakan generasi emas.

Tahun ini, acara Harganas diselenggarakan di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Kepala BKKBN, dokter Hasto Wardoyo mengajak para orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, pihak pemerintah dan swasta untuk sama-sama fokus membangun keluarga. Menurut Hasto, untuk membangun negara harus dimulai dari keluarga.

Dia lalu mengingatkan agar keluarga ikut mencegah terjadinya stunting dengan perhatikan makanan sehat untuk anak (Liputan6, 29-06-2024). 

Peringatana Harganas ke-31 Tahun 2024 bertema “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas” dikatakan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.

Faktanya saat ini, fungsi keluarga tidak bisa terwujud dengan baik karena berbagai persoalan serius yang terjadi pada keluarga. Hal itu seperti, tingginya angka kemiskinan. Bagaimana tidak, berbagai kebutuhan pokok sulit, bahkan tak mampu dijangkau oleh mereka yang berada pada kelas menengah ke bawah. 

Tak bisa dimungkiri masalah ekonomi merupakan salah satu unsur terwujudnya keluarga yang sejahtera dengan terpenuhinya sandang, pangan dan papan. Namun hal itu sulit terwujud jika kemiskinan masih melanda. Jadi jangankan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sehat agar terhindar dari kasus stunting, untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak saja masih sulit. 

Belum lagi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tak sedikit disebabkan oleh masalah ekonomi. Seperti hak nafkah yang dimiliki anak atau istri terhadap ayah atau suami tidak mampu ditunaikan dengan optimal, apakah karena sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan atau karena gaji yang mereka dapatkan tidak mampu menjangkau bebagai kebutuhan pokok. Maka hal ini juga dapat memicu konflik dan ketidakharmonisan dalam keluarga.

Selain itu, mereka yang kesulitan ekonomi tak sedikit memakai jalan pintas dengan menggunakan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan. Padahal hal itu bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menambah masalah baru. Bagaimana tidak, sejatinya jasa pinjaman online bukan membantu masyarakat yang kesulitan, tapi justru menjerat dengan bunga yang berlipat-lipat.

Dari itu, berbagai masalah yang menimpa keluarga saat ini dan tak mampu diselesaikan, maka tak jarang berujung perceraian. Karena itu, bagaimana mungkin membina bahtera rumah tangga yang berkualitas, jika banyak hal yang membuat rumah tangga tidak harmonis.

Semua ini tidak lepas dari banyaknya kebijakan negara yang mengakibatkan masalah pada keluarga. Pun definisi generasi emas yang akan diwujudkan tidak jelas, bahkan orientasi dunia. Maka peringatan tersebut hanya sekadar seremonial, karena berbagai hal yang kontradiktif pada kenyataannya.

Sementara islam memiliki gambaran keluarga yang ideal yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan dunia. Untuk itu, ada hal-hal yang setidaknya berperan menjadi penyokong ketahanan keluarga menuju keluarga yang ideal. Hal itu di antaranya: Pertama,  pendidikan. Pendidikan merupakan suatu yang penting di mana nantinya mampu menghasilkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islam. Baik itu berasal dari lingkungan keluarga dan lembaga formal seperti sekolah dan pendidikan tinggi lainnya.  

Kedua, ekonomi. Dalam islam kebutuhan primer berupa sandang, pangan dan papan merupakan pemberian secara tidak langsung dari negara kepada rakyatnya. Seperti membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Pun  pengelolaan ekonomi adalah mengurus dan menjamin pendistribusian harta secara merata secara individu per individu.

Ketiga, sanksi. Sistem sanksi dalam islam bersifat tegas dan berefek jera. Dari itu, orang yang berkeinginan melakukan kejahatan serupa akan berpikir ribuan kali. Selain itu, sanksi pun sebagai penebus dosa di akhirat kelak.

Oleh karena itu, nampak utopis mewujudkan keluarga berkualitas di tengah kondisi yang tak mendukung saat ini. Dari itu, sudah selayaknya umat ini kembali pada aturan yang maha baik yang sejatinya bersumber dari Sang Pencipta, Allah Swt. yang mana aturan-Nya diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam.

*) Pegiat Literasi Kota Baubau

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.