Header Ads


Masa Depan Jokowi Pasca 20 Oktober 2024: Antara Pengaruh, Otoritas, dan Nepotisme

 

Sumber: Keep Talking


IndonesiaNeo - Dalam video Eep Saefulloh Fatah pada program "Keep Talking with Kang E" (23/07/2024), dibahas mengenai masa depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober 2024. Ia menyoroti berbagai aspek, termasuk perbedaan antara kekuasaan dan pengaruh, peran kelembagaan yang mungkin diambil oleh Jokowi, serta isu nepotisme yang melibatkan anak dan menantunya.

Setelah 20 Oktober 2024, Jokowi akan menyerahkan kekuasaannya kepada Prabowo Subianto, yang telah resmi terpilih sebagai presiden dalam pemilu 2024. Proses ini menandai peralihan dari kekuasaan penuh sebagai presiden menjadi status sebagai mantan presiden. Dalam politik, perbedaan antara kekuasaan dan pengaruh sangat signifikan. Kekuasaan melibatkan otoritas formal dan sumber daya untuk memaksa, sedangkan pengaruh lebih lunak dan bergantung pada kewibawaan.

Meskipun Jokowi tidak lagi memegang kekuasaan formal, ia masih bisa memiliki pengaruh yang signifikan tergantung pada bagaimana ia dan sejarah menempatkannya sebagai mantan presiden. Pengaruh ini akan berinteraksi dengan kekuasaan presiden baru dan tokoh-tokoh politik lainnya, seperti ketua umum partai. Misalnya, hubungan antara Jokowi, Prabowo, dan Megawati Soekarnoputri akan menjadi dinamis penting dalam menentukan arah politik Indonesia ke depan.

Tidak ada preseden yang jelas di Indonesia tentang peran kelembagaan bagi mantan presiden. Namun, Megawati Soekarnoputri diberikan posisi strategis setelah masa jabatannya berakhir, yang memungkinkan keterlibatannya dalam pemerintahan Jokowi. Ada spekulasi bahwa Jokowi mungkin diberikan peran serupa, seperti penasihat presiden atau anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Posisi ini akan memberi Jokowi otoritas terbatas tetapi tetap signifikan dalam politik Indonesia.

Isu nepotisme menjadi sorotan penting dalam diskusi ini. Anak dan menantu Jokowi, seperti Gibran Rakabuming Raka, telah mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa meskipun Jokowi mundur dari pusaran utama kekuasaan, keluarganya tetap terlibat dalam politik. Sebagai contoh, jika Gibran menjadi wakil presiden dan memimpin dewan pengelola wilayah aglomerasi Jakarta dan sekitarnya, maka pengaruh Jokowi akan tetap kuat melalui jaringan keluarganya.

Terlepas dari kritik yang ada, Jokowi diakui telah membangun infrastruktur dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. Infrastruktur ini akan dikenang sebagai warisan penting jika mampu meningkatkan konektivitas antar wilayah, menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat.

Masa depan Jokowi pasca 20 Oktober 2024 masih penuh spekulasi. Faktor-faktor seperti pengaruh, otoritas kelembagaan, dan keterlibatan keluarga akan memainkan peran besar dalam menentukan sejauh mana mantan presiden ini tetap relevan dalam politik Indonesia. Terlepas dari segala kritik, Jokowi telah meninggalkan warisan infrastruktur yang signifikan, yang diharapkan dapat terus memberikan manfaat bagi Indonesia di masa depan.[]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.