Header Ads


Bangun Desa Di Era Oligarki Kapitalis, Mampukah Sejahtera?

Oleh: Harnita, S.Pd*)


IndonesiaNeo, OPINI – Secara umum, pembangunan diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan warga negara. Biasanya, peningkatan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material, sehingga pembangunan sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang ekonomi yang dicapai oleh suatu masyarakat.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, atau yang akrab disapa Bamsoet, menegaskan bahwa pembangunan desa memiliki peran penting dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah (ANTARA, 31/07/2024).

"Pembangunan desa berfungsi sebagai penyeimbang untuk mengurangi perbedaan antara kehidupan di perkotaan dan pedesaan. Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia adalah pedesaan, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan lebih banyak dibandingkan dengan di pedesaan," ungkapnya.

Bamsoet juga mengingatkan bahwa kebijakan penggunaan dana desa harus tetap diarahkan pada program pemulihan ekonomi, termasuk perlindungan sosial, penanganan kemiskinan ekstrem, bantuan modal bagi BUMDes, dana operasional pemerintahan desa, dan dukungan untuk program-program prioritas di desa.

Pembangunan desa diyakini mampu memeratakan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Bagi pemerintah, dana desa menjadi salah satu upaya yang perlu dioptimalkan dalam pembangunan daerah tertinggal. Selain itu, strategi yang bisa dikembangkan adalah fungsi koordinasi dan kerja sama dengan pihak lain, seperti kementerian dan lembaga, termasuk dengan pemerintah daerah.

Namun, kenyataannya tidak demikian. Hingga saat ini, masih banyak penduduk miskin di desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di desa mencapai 11,79 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan yang sebesar 7,09 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk miskin di desa, dan masih banyak desa yang tertinggal. Maraknya urbanisasi, terutama setelah Lebaran, membuktikan adanya kesenjangan ini. Masyarakat lebih memilih pergi ke kota dibanding tinggal di desa, karena lapangan pekerjaan di desa sulit dijangkau.

Oleh karena itu, perlu ada upaya dari pemerintah agar penduduk desa bisa sejahtera, terutama dalam pemerataan pembangunan ini. Pembentukan Kemendes PDTT (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) serta kebijakan dana desa merupakan langkah penting.

Evaluasi yang rutin perlu dilakukan agar dana yang disalurkan tidak sia-sia. Bukan sedikit anggaran yang telah dialokasikan, dari tahun 2015-2024 mencapai Rp 609 triliun. Seharusnya ini menjadi dorongan untuk menciptakan pembangunan yang merata.

Namun, dalam sistem kapitalisme saat ini, yang hanya bertumpu pada asas manfaat, pembangunan hanya difokuskan pada investasi yang menguntungkan bagi pihak tertentu. Misalnya, pembangunan tempat wisata di desa yang dikatakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, namun kenyataannya hanya menguntungkan pemilik modal, sementara warga setempat hanya mendapat bagian kecil dari hasilnya.

Lahan luas diambil alih demi kepentingan pembangunan, yang seringkali menghilangkan mata pencaharian lokal seperti bertani dan nelayan.

Realitas saat ini menunjukkan bahwa negara kurang memperhatikan kebutuhan publik. Tata kelola negara yang kapitalistik menyebabkan negara menyerahkan banyak urusan publik kepada pihak swasta. Hal ini semakin menjauhkan negara dari memenuhi kebutuhan rakyat. Misalnya, pembangunan infrastruktur transportasi hanya difokuskan pada area pusat ekonomi. Jadi, jika ada jembatan reyot di desa, hal itu akan diabaikan karena dianggap tidak bernilai ekonomi.

Sistem APBN yang berbasis kapitalisme menyebabkan kas negara selalu defisit, sehingga tidak memiliki kemampuan mandiri untuk membangun negara, termasuk desa. Negara yang seperti ini akan selalu lemah karena mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan, padahal negara ini memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, tata kelola negara yang kapitalistik menyebabkan sumber daya alam tersebut diliberalisasi.

Atas dasar ini, pembangunan desa yang berbasis kapitalisme jelas tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Meskipun sudah ada dana besar yang dialokasikan dari APBN untuk desa, kenyataannya belum efektif dalam membangun desa dan menyejahterakan rakyat.

Sistem Khilafah akan melaksanakan pembangunan secara merata di semua wilayahnya, dengan dukungan sistem sentralisasi. Semua daerah akan berada dalam pengawasannya. Dengan pejabat dan pegawai yang amanah, desa yang maju dan rakyat sejahtera akan terwujud seperti halnya di kota.

Mekanismenya sebagai berikut: Pertama, paradigma pembangunan adalah pelayanan oleh penguasa kepada rakyatnya. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Inilah yang seharusnya menjadi standar jaminan pemerataan pembangunan di kota dan desa, karena setiap warga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas hidup yang layak.

Selain itu, pembangunan desa akan mandiri tanpa intervensi pihak luar, baik melalui investasi maupun utang luar negeri. Kekuatan baitulmal akan menjamin hal tersebut, dengan fokus pada kemaslahatan umat, bukan kepentingan korporasi.

Kedua, pembangunan bersifat sentralistik, di bawah pengawasan pemerintah pusat, untuk memastikan bahwa kebutuhan setiap daerah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan rakyat, bukan hanya berdasarkan pendapatan daerah.

Ketiga, negara sangat memperhatikan karakteristik desa dan kota yang memiliki lingkungan hidup yang berbeda. Desa dengan lahan yang luas cocok untuk pertanian, perkebunan, dan perikanan. Peningkatan produktivitas pertanian akan memberikan insentif kepada petani, meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.

Untuk mengentaskan kemiskinan di desa, pemerintah bisa mengoptimalkan produksi pertanian dengan memberikan subsidi terhadap sarana produksi pertanian atau memberikan lahan kepada mereka yang tidak memiliki tanah.

Pejabat yang amanah akan memastikan seluruh program berjalan dengan baik. Pejabat pusat dan daerah bekerja sama untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat, bukan mencari keuntungan pribadi. Hasilnya, kehidupan masyarakat akan sejahtera, baik di kota maupun di desa.

Wallahu a'lam bishshawab.


*) Relawan Opini Kota Kendari

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.