Header Ads


Krisis Pangan Di Negeri Agraris, Sungguh Miris

Oleh: Normah Rosman*)


IndonesiaNeo, OPINI - Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemko Perekonomian Ismarini mengatakan negara harus memiliki upaya serius untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan. Ia juga mengatakan jika Indonesia saat ini masih berada dalam posisi rentan akan ancaman krisis iklim dan penurunan produksi beras. Sedangkan indeks ketahanan pangan Indonesia juga masih rendah, yakni berada di posisi 63 dari 113 negara pada tahun 2023. Dan posisi ini kemungkinan merosot pada tahun 2024 (bisnis.tempo.com, 31/7/2024). 

Terkait Indonesia berpotensi menjadi importir beras terbesar di dunia, Said Didu mempertanyakan sejumlah program pemerintah. Ke mana hasil pembangunan infrastruktur pertanian seperti cetak sawah, irigasi, bendungan dan food estate? Dalam unggahannya di X. Adapun kabar bahwa Indonesai berpotensi menjadi importir beras terbesar dikemukakan oleh Direktur lembaga kajian Next Policy Yususf Wibisono. Dalam hal menanggapi pernyataan Perum Bulog yang mengatakan jika Indonesia telah mengimpor beras sebesar 2,5 juta ton sepanjang semester pertama 2024. Dan berencana akan mengimpor beras pada periode Mei hingga Desember 2024 sebanyak 3,40 juta ton (fajar.co.id, 1/8/2024).


Indonesia Negara Agraris?

Indonesia adalah negara agraris, yaitu negara yang mempunyai lahan pertanian yang luas dan subur. Penduduk Indonesia juga didominasi oleh petani. Namun, sepertinya hal ini sudah tidak berlaku lagi. Mengingat bagaimana saat ini negeri kita mengimpor banyak pangan, salah satunya adalah beras. Dan parahnya impor beras saat ini sudah mencapai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Impor beras pada semester pertama tahun 2024 sudah mencapai 2,5 juta ton, dan akan berlanjut hingga akhir Desember. Hal ini tentu saja menjadi petaka, karena Indonesia yang konon adalah negara agraris tapi tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya, dan bergantung pada impor.

Saat ini Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya, dan bergantung pada impor. Padahal Indonesia pernah mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Kenyataan ini membuktikaan jika terjadi kemunduran pada petani di Indonesia. Para petani banyak yang berhenti memproduksi gabah, hal ini tentu bukan tanpa sebab. Adapun beberapa peyebabnya adalah peralihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pembangunan, mahalnya biaya memproduksi gabah serta anjloknya harga jual pada tingkat petani, akses pupuk bersubsidi yang sulit dan bertele-tele, harga racun yang mahal, dan banyak lagi penyebab lainnya.  

Program Food Estate yang digeber oleh pemerintah nyatanya tidak membuahkan hasil. Padahal Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 108,8 triliun untuk mendukung ketahanan pangan nasional untuk pelaksanaan APBN 2024, dan Rp 2,3 triliun khusus untuk Food Estate.. Tentu saja hal ini sangat disayangkan mengingat dana yang digelontorkan tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Belum lagi kerugian yang diderita akibat dari penggundulan hutan untuk dijadikan lahan proyek Food Estate. Sehingga proyek Food Estate hanya menghasilkan kerusakan lingkungan. Alhasil lahan seluas 43,500 hektar yang terletak di Kalteng mangkrak karena tidak adanya pekerja. Sedangkan pemulihan lahan tak juga dilakukan. 


Kebijakan Negara Islam Dalam Ketahanan Pangan

Negara mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi Islam. Kebijakan ekonomi dalam Islam diarahkan untuk menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok tiap individu. Sehingga memungkinkan mereka meningkatkan taraf hidup dan meraih kemakmuran sebagai individu. Di mana negara memikul tanggungjawab dalam menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal dan lapangan kerja bagi rakyatnya. 

Islam sadar betul jika ketahanan pangan dalam suatu negara sangat berperan penting dalam keberlangsungan suatu negara. Sehingga sistem Islam menaruh perhatian besar terkait ketahanan pangan. Adapun cara Islam dalam melestarikan pertanian agar senantiasa memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya, yakni dengan cara intensifikasi seperti melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi tanah, dan cara ekstensifikasi, seperti menambah luas area pertanian yang akan digarap oleh petani. 

Intensifikasi dapat dicapai dengan cara menggunakan bahan-bahan kimiawi, penyebarluasan teknik-teknik modern kepada para petani, juga membantu pengadaan benih unggul serta perbaikannya. Negara juga akan memberikan modal kepada para petani sebagai hibah, bukan pinjaman, agar mereka dapat memenuhi kebutuhun dalam pertanian. Baik itu dalam rangka meningkatkan kulitas maupun kuantitas hasil pertanian. Adapun ekstensifikasi, dapat dicapai dengan cara mendorong rakyat agar menghidupkan tanah mati dan memagarinya. Negara juga akan memberikan tanah secara cuma-cuma bagi rakyat yang tidak memiliki tanah dan mampu menggarapnya. Tetapi negara akan menyita secara paksa jika ada individu yang menelantarkan lahannya selama tiga tahun berturut-turut.

Dengan menempuh cara intensifikasi dan ekstensifikasi maka produksi pertanian akan meningkat secara signifikan, juga mampu memenuhi akan kebutuhan pangan dalam negeri. Mengingat bahan pangan sangat diperlukan untuk memberikan makan kepada penduduk yang terus bertambah, menjauhkan bahaya kelaparan pada rakyat ketika datangnya masa paceklik atau berkurangnya hujan. Juga ketahanan pangan mampu membuat negara Islam bertahan saat menghadapi embargo ekonomi akibat dari peperangan ataupun jihad. Serta mampu memasok bahan-bahan makanan ke negeri-negeri muslim yang menderita kelaparan. Wallahu a’lam.

*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.