Darurat Deflasi, Butuh Solusi Bukan Sekedar Ilusi
Oleh: Endartini Umm Wildan*)
IndonesiaNeo, OPINI - BPS melaporkan Indonesia mengalami deflasi mulai Mei 2024 dengan angka 0,03 persen. Angka ini kemudian turun menjadi 0,08 persen di bulan Juni, 0,18 persen di Juli, 0,03 persen di Agustus, dan 0,12 persen di September. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengakui penyebab deflasi lima bulan berturut-turut adalah daya beli masyarakat Indonesia menurun. Mendag mengatakan saat ini harga pangan terkendali dan justru lebih murah dibandingkan lima bulan sebelumnya. Namun, harga pangan yang murah ini justru menjadi boomerang bagi pedagang pasar, mereka menjadi merugi lantaran harga murah dibarengi dengan daya beli yang juga turun. (liputan6.com, 10/10/2024)
Menurut laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan, deflasi adalah penurunan harga barang dan jasa di suatu wilayah. Fenomena ini terjadi karena penurunan jumlah uang yang beredar, yang mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Secara umum, deflasi terjadi karena berkurangnya peredaran uang di masyarakat karena banyak uang yang tersimpan di bank. Selain itu, permintaan barang dan jasa yang menurun meski produksinya tetap tinggi juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Masyarakat bisa jadi enggan membeli barang dan jasa karena kebosanan atau pembatasan belanja. Perlambatan kegiatan ekonomi juga berperan dalam terjadinya deflasi.
Banyak penyebab dari deflasi ini. Salah satunya PHK yang makin membludak. Pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor padat karya dalam lima tahun terakhir juga nyaris tidak ada. Padahal sektor ini menjadi andalan untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga diharapkan bisa melahirkan apa yang disebutnya sebagai warga kelas menengah. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) yang dirilis pada Agustus 2024. Hasilnya, ada 8,5 juta penduduk Indonesia turun kelas sejak 2018.
Namun di sisi lain solusi yang ditawarkan pemerintah sangat bertolak belakang. Bank sentral Indonesia menyarankan kepada pemerintah untuk mendorong warganya lebih banyak berbelanja. Karena BI sudah memangkas suku bunga dari 6,25% menjadi 6%. Ini bertujuan selain menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, juga agar banyak masyarakat yang mengajukan pinjaman kredit. (bbc.com, 7/10/2024)
Menurut para ekonom kapitalis, deflasi ini berdampak pada pelaku UMKM, yang menjadi penopang ekonomi Indonesia selama 5 tahun terakhir. Sebesar 99% ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor usaha kecil dan memengah. Pada 2023 saja, tercatat ada 66 juta pelaku UMKM. Mayoritas pelaku UMKM di Indonesia berdiri by accident atau survival akibat badai PHK. PHK ini masalah struktural dan akibat dari investasi yang tak berpihak pada masyarakat. Sementara lapangan kerja yang ada sangat terbatas untuk meningkatkan kembali penghasilan masyarakat. Olehnya, pemerintah diminta menggenjot daya beli masyarakat lewat pinjaman, agar perputaran ekonomi tetap terjadi. Ditambah pula dengan kran investasi yang dibuka selebar-lebarnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan jumlah utang pinjaman pada Agustus tercatat naik 35,62 persen secara tahuan atau year on year (yoy). Pada industri P2P lending, outstanding pembiayaan di Agustus 2024 tumbuh 35,62 persen yoy atau Juli 2024 23,97 persen yoy, dengan nominal sebesar Rp 72,03 triliun.
Pertumbuhan ekonomi dalam kapitalisme, bagaimanapun, adalah aspek makro yang menjadi indikator bagi positifnya kesehatan ekonomi nasional. Maka, makin banyak investor yang masuk, iklim pertumbuhan ekonomi makin baik. Setidaknya ada empat indikator karakteristik mendasar sistem ekonomi kapitalisme, apa pun alirannya. Pertama, “keinginan”—yang (dianggap) tidak terbatas—dimaknai sebagai “kebutuhan” dengan mengabaikan apakah kemanfaatan (nilai guna) itu halal atau haram, menzalimi ataukah tidak.
Kedua, kebebasan setiap orang dan kelompok untuk memiliki apa pun yang diinginkan dengan cara apa pun.
Ketiga, produksi diartikan sebagai menghasilkan atau meningkatkan manfaat ekonomi yang dapat dijual (menghasilkan uang) saja.
Keempat, anggapan bahwa kebutuhan dan keinginan manusia itu tidak terbatas, sedangkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia itu terbatas. Permasalahan ekonomi bagi mereka muncul dari ketakmampuan dalam memenuhi kebutuhan (primer, sekunder, dan tersier) yang tidak terbatas itu.
Ekonomi kapitalisme juga mengubah masyarakat yang sederhana dan bersahaja menjadi masyarakat yang konsumtif dan hedonis agar menjadi pangsa pasar gemuk mereka. Para cendekiawan corong kapitalis akan mengopinikan bahwa peningkatan konsumsi individu dan masyarakat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme mengabaikan masalah distribusi kekayaan, baik secara sosial maupun komersial. Inilah sebab tujuan ekonomi kapitalisme hanya fokus pada pencapaian pertumbuhan, mengatasi pengangguran, dan inflasi/deflasi.
Walhasil, bisa kita lihat di lapangan, meski terjadi deflasi, pusat-pusat perbelanjaan tetap ramai pembeli. Sangat bertolak belakang dengan pasar tradisional atau kios-kios kecil. Kondisi ini ditambah pula dengan ‘serangan’ life style yang makin membabi buta di masyarakat. Tren FOMO pun mulai menggejala dan menjadi hal biasa di masyarakat sekuler saat ini. Jika kita telaah lebih teliti, kondisi saat ini memang telah didesain agar masyarakat dengan basis mayoritas Muslim di dunia ini semakin jauh dari sistem Islam. Individunya dibuat sepasif mungkin terhadap persoalan masyarakat, sedangkan dirinya tidak mampu menghindar dari tren yang sedang berkembang. Pemahaman terhadap tujuan hidupnya sudah sangat jauh dari Islam.
Dalam kondisi saat ini, komunitas masyarakat menjadi semakin individualistik. Selama apa yang diperbuat individu tidak menganggu kepentingan umum, masyarakat cenderung membiarkan. Budaya konsumtif menjadi hal yang lazim terjadi di masyarakat dengan dalih urusan masing-masing individunya. Di sisi lain, Negara yang sejahtera (welfare state) bagi mereka adalah yang kekayaannya meningkat secara agregat, bekerja untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Jadi, ekonomi kapitalisme mengabaikan pemenuhan kebutuhan individu dan upaya memenuhi kebutuhan pokok bagi tiap individu dalam masyarakat. Mereka fokus pada penyediaan apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan individu (primer, sekunder, dan tersier).
Sayangnya, sebagai negeri dengan mayoritas Muslim, Indonesia tidak diatur dengan Islam. Dalam Islam, sistem ekonomi harus dibangun di atas fondasi akidah Islam. Ini adalah akidah yang hak karena berasal dari Allah yang dibawa kepada umat manusia melalui Muhammad Rasulullah SAW. Akidah Islam merupakan akidah yang memuaskan akal, menenteramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah manusia. Oleh karena itu, peraturan yang terpancar dari akidah Islam, seperti sistem ekonomi Islam, memiliki karakter yang khas dan manusiawi. Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan, dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan, dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat.
Dalam konteks individu, kegiatan ekonomi dilandasi oleh nilai-nilai ibadah, bukan materi semata yang menjadi orientasi (profit oriented), tetapi ridha Allah. Mencari materi merupakan perkara mubah bahkan menjadi wajib bagi seseorang jika ia penanggung jawab nafkah dalam keluarga. Hanya saja, untuk mendapatkannya tidak dengan menghalalkan segala cara, melainkan harus terikat dengan syariat. Individu dalam Islam akan dikondisikan untuk memiliki kesadaran bahwa dirinya diciptakan adalah untuk beribadah. Olehnya, akan berdampak pada aktivitas muamalah. Seseorang tidak akan membeli barang hanya karena ikutan tren atau untuk kesenangan semata. Karena dia memahami segala sesuatu yang menjadi miliknya akan senantiasa dihisab Allah.
Dalam konteks negara, kegiatan ekonomi merupakan wujud pengaturan dan pelayanan urusan rakyat sebab inilah tugas umum negara. Untuk merealisasikannya, negara menerapkan syariat Islam, baik dalam urusan ekonomi di dalam maupun luar negeri. Negara mengatur ketersediaan barang dan jasa serta jaminan kebutuhan rakyat, bukan pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi nonriil.
Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (QS Al-Baqarah: 275). Tidak ada dikotomi sektor riil dengan sektor moneter. Sebabnya, sektor moneter dalam Islam bukan seperti sektor moneter kapitalis yang isinya sektor maya (virtual sector). Islam memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil, seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari sektor inilah, kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Hanya saja, hukum-hukum tentang kepemilikan, produk (barang/jasa), dan transaksi dalam perekonomian Islam berbeda dengan kapitalisme. Negara menerapkan politik ekonomi agar warga dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar Islam. Negara juga menjalin hubungan secara global dan memberikan pertolongan agar umat manusia di seluruh dunia melihat dan merasakan keadilan sistem Islam.
Olehnya itu, Islam sebagai ideologi yang sahih memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia, termasuk problem ekonomi. Dari pembahasan ini, tampak keandalan Islam dalam mengatasi problem ekonomi. Dengan demikian, persoalan ekonomi seekstrem apa pun bisa terselesaikan jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Jika saat ini kita menyaksikan banyak permasalahan ekonomi yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dalam naungan Islam.
Allah Swt. berfirman, “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thahaa [20]: 124).
Wallahua’lam bishshawab.
*) Pengamat Sosial Masyarakat Kota Kendari
Post a Comment