Header Ads


Kebocoran Pajak, Bukti Lemahnya Tata Kelola Ekonomi Kapitalisme

Oleh: Ema Endrawati*)

 

IndonesiaNeo, OPINI - Setelah kasus mega korupsi tata niaga di PT Timah Tbk (TINS) yang diungkap Kejaksaan Agung dengan nilai kerugian negara fantastis Rp 217 triliun, kini muncul kasus baru. Kasus baru tersebut adalah pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 300 triliun.

Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebut dugaan hilangnya potensi penerimaan negara berasal dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam audit itu, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang.


Tata Kelola Ekonomi Kapitalisme

Pemerintahan Terpilih Prabowo Subianto akan menambal kekurangan belanja negara tahun 2025 dengan mengejar penerimaan negara yang bocor akibat para pengemplang pajak, dalam UU APBN tahun 2025 Pemerintah menetapkan target Pendapatan Negara sebesar Rp3.005,1 Triliun  dimana Rp2.490,9 T berasal dari penerimaan pajak dan Rp513,6Tberasal penerimaan bukan pajak sedangkan anggaran belanja negara tahun 2025 sebesar Rp3.621,3 T 

Probowo mengakui banyak kekayaan alam yang bocor justru tidak dinikmati oleh rakyat dalam rakornas PKB Probowo menyinggung terkait tata Kelola kekeyaan alam di Indonesia Prabowo pun menyebut Indonesia harus mengakui kekurangan dalam mengelola kekayaan alamnya

Terkuak adanya kebocoran anggaran negara akibat pengemplang pajak, dengan nilai melebihi Rp 300 triliun. Ini adalah akumulasi pajak pengusaha yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun dan baru menjadi perhatian saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar pajak.


Pajak dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme

Pajak telah menjadi intrumen utama pemasukan negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, karena dalam ekonomi kapitalisme pajak menjadi bagian dari kebijakan fiskal, kebijakan ini dianggap dapat membantu negara mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis sebab dapat menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan dari pajak karena itu tidak aneh jika saat ini berbagi sektor barang maupun jasa dikenai beban pajak, mirisnya negara kapitalisme terus mengelabui rakyat dengan bermacam-macam slogan agar terus menerus mau membayar pajak, misalnya “warga negara yang baik adalah yang taat pajak” atau sebagaimana juga yang diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Garut Nurdin Yana dalam acara penyerahan penghargaan kepada wajib pajak atas kontribusi atas penerimaan pajak atau KPP Pratama Tahun 2023 bahwa pajak memainkan peran penting dalam Pembangunan nasional, menjadi sumber pendapatan terbesar yang digunakan untuk mendukung berbagai program Pembangunan. 

Padahal secara fakta kebijakan pajak ini, justru semakin membebani rakyat, namun disaat negara terus menggenjot pajak kepada rakyat sipil negara justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang membantu rakyat pengusaha seperti tax amnesty dan insentif lainnya, negara juga dapat mengubah aturan terkait pajak tanpa dianggap melanggar aturan negara seperti yang dilakukan oleh kementiran keuangan. Kementrian keuangan menerbitkan aturan yang memerinci terkait pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN).Aturan tersebut diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 28/2024, yang menyebutkan bahwa salah satu fasilitas perpajakan yang diberikan adalah pajak penghasilan atau PPh 

Demikianlah pajak yang diatur sistem ekonomi kapitalisme, pajak digunakan untuk memalak rakyat sipil dan membuat ekonomi negara lemah karena tidak memiliki sumber pendapatan negara yang kokoh, sangat berbeda dengan tata Kelola sumber pendapatan negara yang diatur dalam sistem ekonomi islam.


Konsep Islam

Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nidzamul Iqtisadiy menjelaskan sistem keuangan Negara berbasis Baitul Maal. Baitul Maal memiliki tiga pos pemasukan, pertama pos kepemilikan negara bersumber dari harta fai’ dan kharja yang meliputi ghanimah, anfal, fai’, khunus, kharaj status tanah dan jizyah. Jenis harta tersebut termasuk pemasukan tetap negara Adapun pemasukan tidak tetap negara dari pos kepemilikan negara berupa dharibah (pajak), kedua pos kepemilikan umum yang bersumber dari harta pengelolaan SDA seperti minyak bumi, gas bumi, pertambangan laut, Sungai perairan, mata air, hutan serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Pembagian harta kepemilikan umum dibuat tempat khusus agar tidak bercampur dengan harta lainnya, ketiga pos zakat yang bersumber dari zakat fitrah atau zakat maal kaum muslimin seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi dan kambing, selain itu pos ini juga menampung harta sedekah, infaq, wakaf dari kaum muslimin.untuk pos zakat juga dibuat tempat tertentu agar tidak bercampur dengan harta lainnya. 

Berbagai pos pemasukan Baitul maal ini akan membuat negara kaya raya dan sanggup membiayai kebutuhan negara maupun rakyatnya, adapaun pajak(dharibah) dikategorikan sebagai pemasukan tidak tetap negara, pasalnya dharibah dalam sistem islam hanya dipungut dalam kondisi temporer yaitu Ketika kas Baitul Maal menipis atau kosong sementara negara harus membiaya kebutuhan yang  besrisfat genting dan jika tidak segera dipenuhi akan menimbulkan dharar (bahaya), misalnya pembiayaan jihad terjadi bencana alam, kebutuhan infrastruktur daerah pelosok, dharibah ini hanya akan dipungut kepada warga negara islam yang muslimin sementara warga negara kafir dzimmi tidak akan dipungut.

Dalam kitab Al-Amwal fi Daulati Al-Khilafah hal. 129 Syaikh Abdul Qadim Zallum menjelaskan dharibah sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang  diwajibkan kepada mereka dalam kondisi kosong atau tidak ada harta dalam Baitul Maal Kaum muslim untuk membiayainya. Sekalipun dharibah hanya dibebankan kepada kaum muslimin namun tidak semua kaum muslimin membayarnya, dharibah hanya akan diabil dari kaum muslim yang memiliki kelebihan harta setelah mereka dan keluarga mereka terpenuhi kebutuhannya, sehingga jelas kedudukan dharibah dalam sistem ekonomi islam sangat jauh berbeda dengan pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme namun konsep Baitul maal bisa terwujud dan memberikan keberkahan bagi keuangan negara manakala ada Daulah khilafah, sebab hanya Daulah khilafahlah satu-satunya negara yang menerapkan hukum secara sempurna termasuk sistem ekonomi Islam.


Khatimah

Dua realitas yang tampak dari sistem ekonomi kapitalisme dan konsep ekonomi Islam di atas menunjukkan adanya perbedaan yang sangat menonjol dari keduanya. Dalam Sistem Islam, penguasa menjalankan tugasnya mengurus umat atau rakyat  dengan memaksimalkan pendapatan dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Sedangkan dalam sistem ekonomiu kapitalisme kita menyaksikan hal berbeda karena negara seakan-akan berbisnis dengan rakyatnya. Rakyat harus memikul pajak dan beban  dan utang dengan dalih pembangunan. Untuk itu, pilihan ada pada kita, hendak memilih sistem kapitalisme yang menyengsarakan, atau sistem Islam yang menyejahterakan.

 Wallahualam bissawab.


*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.